Kartini di Era AI

Photo Author
- Senin, 22 April 2024 | 20:55 WIB
Dr. Y. Sari Murti Widiyastuti, SH.M.Hum.
Dr. Y. Sari Murti Widiyastuti, SH.M.Hum.

KRjogja.com - Tak pernah terbayangkan bahwa kita akan berada di era digital seperti sekarang ini. Berkat kemajuan pesat teknologi informasi, banyak hal dalam hidup ini yang tidak lagi semuanya dikerjakan oleh tangan manusia saja melainkan oleh mesin dan program komputer yang memiliki kecerdasan layaknya kecerdasan manusia.

Belakangan kemudian menjadi semakin populer keberadaan AI atau Artificial Intelligent karena ia tidak saja sekedar bisa diperintah melainkan juga kesanggupannya untuk belajar sendiri (deep learning) dan mampu mengesekusi sendiri tanpa campur tangan manusia. Hal ini tentu saja membawa manfaat khususnya bagi dunia bisnis karena efisiensi dalam banyak hal dapat diwujudkan.

Belakangan hangat dibicarakan Deepfake Porn. Deepfake Porn adalah video, audio, atau gambar yang memperlihatkan seseorang mengatakan maupun melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak dilakukan. Dengan demikian, pornografi deepfake atau deepfake porn adalah konten buatan yang sebenarnya tidak pernah terjadi dan pernah tidak ada.

Konten deep fake dibuat dengsn memasukkan foto seseorang ke dalam program perangkat lunak yang disebut AI deep learning. AI akan mempelajari ciri-ciri utama subyek, fitur wajah dan cara berbicara subyek tersebut. Dengan modal tersebut, AI akan menciptakan video, audio atau gambar hasil manipulasi.Tentu saja termasuk gambar bugil hasil manipulasi.

Baca Juga: Tak Lagi Menjabat, Anwar Usman Masih Gunakan Fasilitas Ketua MK

Jadi siapapun bisa menjadi korban sehingga hal ini tentu saja sangat berpotensi mengancam martabat seseorang. Bisa dibayangkan ketika kita mendapati foto atau video porno dengan wajah kita padahal hal itu tidak pernah kita lakukan. Tentu saja hal ini tidak saja menghadirkan rasa malu melainkan juga sudah menyerang integritas seseorang. Kemungkinan yang paling banyak akan menjadi korban adalah perempuan dan anak-anak perempuan.

Pertanyaannya kemudian siapa yang dapat dimintai tanggung jawab atas hal tersebut juga kerugian setidaknya kerugian immaterial yang ditimbulkannya. Dan apakah hukum Indonesia sudah mengatur hal tersebut? Pertanyaan-pertanyaan tersebut yang mengganggu penulis.

Tidak mudah untuk menjawah pertanyaan tersebut mengingat begitu kompleks hal-hal yang berkaitan dengan AI. Sebagai program di mesin computer, AI generative hadir karena ada banyak aktor dengan keahlian masing-masing seperti Programmer, Prompt Engineer, Code Engineer dll. Sekalipun AI memiliki kecerdasan seperti halnya manusia bahkan melebihi manusia namun AI tidaklah memiliki kesadaran seperti halnya manusia.

Oleh karena itu menurut hemat penulis, AI tidak dapat dibebani kewajiban dan tanggung jawab hukum layaknya subyek hukum manusia. AI memang dapat diperintah untuk mengerjakan atau menjawab suatu pertanyaan namun hasilnya tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya. Di sisi lain AI juga memerlukan perlindungan HaKI. Oleh karena itu dalam penelitian tentang AI yang dilakukan oleh Penulis dan tim memperoleh temuan bahwa AI generative lebih tepat disebut sebagai Quasi Subyek Hukum.

Baca Juga: Pamulangan Hamong Beksa Kraton Yogyakarta Kembali Diaktifkan

Dengan kedudukannya sebagai Quasi Subyek Hukum tersebut, maka tanggung jawab hukum tentunya dapat dibebankan secara tanggung renteng diantara pihak-pihak yang ikut ambil bagian menghadirkan AI generative tersebut. Selanjutnya ketika AI tersebut termasuk kategori yang memiliki kemampuan deep learning, maka model pertanggungjawaban yang tepat adalah pertanggungjawaban betrdasarkan risiko (Risico aanspraakelijkheid). Bukan pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (liability based on fault).

Selanjutnya apakah hukum Indonesia sudah cukup memadai mengatur mengenai AI ini? Hal ini tentu harus dijawab bahwa meregulasi AI merupakan tantangan besar karena tidak saja kompleks melainkan juga perlu ada kehati-hatian serta kebijaksanaan. Regulasi yang dihadirkan seyogyanya memberi ruang untuk memfasilitasi tumbuh suburnya sebuah karya-karya inovatif di bidang TI namun di sisi lain juga perlu ada rambu-rambu yang jelas agar karya inovatif tersebut tidak merugikan umat manusia. Bukankah kita semua menghendaki peradaban kita tidak digantikan oleh mesin seluruhnya.

Ibu Kartini tentu akan tetap tersungging senyumnya jika banyak Perempuan yang menjadi lebih berdaya dan mampu menghadirkan karya-karya yang memuliakan martabatnya sebagai manusia. Disinilah arti penting perjuangan RA Kartini dalam memajukan bangsanya melalui pemajuan kaum Perempuan yang terdidik. (Dr. Y. Sari Murti Widiyastuti, SH.M.Hum., Dosen FH UAJY/Ketua Pelaksana FPKK DIY)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X