Pendidikan Politik

Photo Author
- Kamis, 2 Mei 2024 | 09:10 WIB
Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc.,Ph.D.
Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc.,Ph.D.

KRjogja.com - PENDIDIKAN dewasa ini mengalami tantangan yang maha berat. Tantangan menjadi semakin berat manakala menyangkut sikap, nilai-nilai, dan kesadaran. Tantangan itu salah satunya berasal dari masifnya gejala demokratisasi pengetahuan. Gejala ini memungkinkan siapapun sekaligus mengonsumsi dan memproduksi pengetahuan dan nilai-nilai dengan mudah lewat jaringan komputer. Akibatnya, kebenaran menjadi semakin relatif sehingga tirani mayoritas sering menyingkirkan rasionalitas dan keadaban publik.

Sebagai bangsa yang besar nan beragam, kita telah memilih demokrasi modern sebagai jalan menuju kesejahteraan, keadilan, dan kemajuan. Pilihan ini bukan tanpa resiko justru di era post truth dan kecerdasan buatan (AI) ini. Di era ini, kebenaran dan rasionalitas menjadi rumit dikelola karena AI memudahkan pemalsuan dan manipulasi. Meskipun Yuval N. Harari (2018, h.45) dalam bukunya “21 Lesson for 21st Century “ beranggapan bahwa demokrasi bukanlah sistem pengambilan keputusan yang rasional, tetapi rasionalitas dan etika sepatutnya menjadi pondasi utama demokrasi.

Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional 2024, kiranya tepat bagi kita untuk merefleksikan perjalanan bangsa mengelola Pemilihan Umum yang baru saja usai dalam konteks pendidikan politik. Pendidikan pada wilayah ini sangat penting dan strategis bagi masa depan kita. Sayangnya, partai beserta pemimpinya sering melupakan bahwa pemilu juga kegiatan maha penting bagi pendidikan politik dan demokrasi sebuah bangsa. Lebih-lebih Pemilu 2024 melibatkan kaum muda sebagai penentu utamanya.

Pendidikan politik mengajarkan individu atau kelompok tentang sistem politik, teori, dan konsep, serta mengembangkan kesadaran tentang hak dan tanggung jawab warga, partisipasi politik, dan keterampilan berpikir kritis. Tujuannya memberikan pengetahuan dan alat yang diperlukan bagi masyarakat untuk memahami bagaimana sistem politik beroperasi dan dapat terlibat aktif dalam proses politik.

Pendidikan politik dapat dilakukan di berbagai lingkungan, termasuk sekolah, perguruan tinggi, universitas, organisasi masyarakat, dan kelompok advokasi politik. Pendidikan ini memainkan peran penting dalam menumbuhkan kesadaran warga negara dalam memberikan kontribusi positif pada proses politik yang pada akhirnya akan menumbuhkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Di era yang semakin terbuka serta semakin intensifnya masyarakat menggunakan media digital, pendidikan politik sejatinya berlangsung secara alami lewat berbagai berita, wacana, dan keputusan yang diambil para pemimpin/penguasa dan aktivis politik. Lewat ucapan, tindakan, dan lobi-lobi politik yang mereka lakukan, masyarakat secara tidak langsung belajar dan memahami bagaimana politik dan demokrasi berkerja.

Pelajaran yang dipetik masyarakat sangat banyak serta tidak melulu terkait dengan bagaimana mekanisme atau prosedur keputusan politik diambil. Di sebalik berbagai prosedur formal tersebut, masyarakat belajar tentang nilai-nilai serta landasan etika dan moral yang terkait. Nilai etika dan moral politik ini malah lebih penting karena dapat menjadi dasar untuk menentukan kualitas hidup berdemokrasi.

Sayangnya, di tengah gegap gempita menjalani proses Pemilu, kita mendapati berbagai ajaran politik dan demokrasi yang amburadul. Para tokoh politik mengambil keputusan pencalonan presiden dan wakilnya hanya berlandaskan pertimbangan elektoral alias kemenangan. Langkah ini memberikan pelajaran yang buruk bagi masyarakat karena partai dan koalisinya sungguh hanya berorientasi pada kekuasaan dan kepentingan sesaat. Partai tidak sungguh berpikir apakah calon yang diajukan sungguh memiliki kompetensi, pengalaman, serta kepantasan memimpin bangsa yang besar nan kompleks ini. Pertimbangan semata elektoral ini juga terjadi bagi jabatan politis lain seperti anggota DPR pada tingkat pusat, provinsi, serta daerah.

Selain itu, setiap saat masyarakat juga disuguhi dengan tingkah-laku politik yang jauh dari nilai-nilai keutamaan. Para tokoh politik berdebat dan berwacana secara tidak rasional dan menggunakan retorika yang dangkal serta tidak mendidik kedewasaan masyarakat untuk bersikap dan bertindak rasional.

Keutamaan apa yang akan diajarkan kepada masyarakat kalau para politikus dengan mudah berpindah menjadi anggota partai lain demi mendapat posisi terhormat. Demikian pula, partai dengan mudah berpindah dari satu koalisi ke koalisi lain dengan alasan yang dibuat-buat seolah demi kepentingan bangsa padahal demi kekuasaan semata.

Untunglah, di tengah karut-marut pendidikan politik semacam itu, para professor berani keluar kampus menyuarakan pentingnya etika dan nilai-nilai dasar dalam pengambilan keputusan politik. Meskipun hasilnya tidak serta merta mengubah keputusan politik, suara professor yang berseru-seru di padang gelanggang politik nasional telah menjadi oase tersendiri. Kita tinggal menunggu bagaimana oase rasionalitas dan etika itu akhirnya akan menemukan relevansinya dalam 5 tahun mendatang. (Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc.,Ph.D., Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X