Bursa Karbon

Photo Author
- Kamis, 30 Mei 2024 | 12:18 WIB
Dr. Rudy Badrudin, M.Si. Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta.
Dr. Rudy Badrudin, M.Si. Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta.

 

KRjogja.com - Many Species. One Planet. One Future dan istilah Triple Bottom Line yang mencakup pada aspek Profit, People, dan Planet sangat terkait dengan ekonomi hijau yang menurut Amartya Sen sesuai dengan konsep pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

Ekonomi hijau terkait dengan istilah kutukan sumberdaya alam (Joseph Stiglitz) yang terjadi karena besarnya ketergantungan ekonomi suatu negara terhadap sumberdaya alam sehingga negara melakukan eksploitasi besar-besaran yang berdampak terhadap kerusakan lingkungan, seperti berbagai bencana alam, emisi gas rumah kaca (GRK), dan kotornya udara di berbagai kota.

Kebijakan Bank Indonesia untuk mendukung ekonomi hijau dilakukan melalui pelonggaran rasio Loan to Value/Financing to Vehicle (LTV/FTV) untuk kredit pembayaran properti dan uang muka kendaraan bermotor yang berwawasan lingkungan. Pemerintah juga mendukung ekonomi hijau melalui berupa upaya penurunan emisi CO2 pada tahun 2030 sebesar 38,8 persen.

Baca Juga: Diantar Ojol, Sekda Klaten Kembalikan Formulir ke DPC PDIP

Komitmen pemerintah lainnya tercantum dalam pilar kedua pembangunan ekonomi berkelanjutan (SDGs) yang bertujuan agar tercapai pertumbuhan ekonomi berkualitas melalui keberlanjutan peluang kerja dan usaha, inovasi, industri inklusif, infrastruktur memadai, energi bersih yang terjangkau dan didukung kemitraan.

Salah satu upaya nyata pemerintah dalam mendukung ekonomi hijau adalah mempersiapkan perangkat regulasi terkait pasar karbon dengan menyusun tata laksana nilai ekonomi karbon, khususnya dalam konteks perdagangan karbon. Regulasi tersebut antara lain Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) Untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon. Perangkat hukum perdagangan karbon tersebut di atas telah mengamanatkan penyelenggara perdagangan di bidang pasar modal untuk menyelenggarakan perdagangan karbon melalui bursa karbon.

Bursa karbon adalah pasar tempat perdagangan izin emisi karbon dan kredit karbon. Konsepnya muncul sebagai bagian dari upaya global untuk mengurangi emisi GRK dan mengatasi perubahan iklim. Bursa karbon bertujuan untuk menciptakan insentif bagi perusahaan dan negara untuk mengurangi emisi GRK dengan cara menyediakan mekanisme untuk membeli dan menjual izin emisi atau kredit karbon (https://umsu.ac.id).

Baca Juga: Wanita Korban Penipuan Melapor Dibegal

Penyelenggaraan bursa karbon dapat mendorong pengurangan emisi GRK. Melalui batasan emisi dan perdagangan izin atau kredit karbon, perusahaan dan sektor-sektor tertentu memiliki insentif untuk mencari cara-cara inovatif melalui investasi teknologi ramah lingkungan. Kebijakan ini memberikan kontribusi dalam mengurangi efek GRK terhadap perubahan iklim. Penyelenggaraan bursa karbon di Indonesia akan menciptakan peluang bagi Indonesia untuk mendapatkan dukungan keuangan dari negara-negara maju melalui investasi teknologi ramah lingkungan.

Indonesia telah memulai perdagangan kredit karbon pada tanggal 26 September 2023 melalui Bursa Karbon Indonesia atau IDX Carbon. Beberapa emiten yang memiliki bisnis terkait penyerapan emisi karbon yang dapat dihitung sebagai kredit karbon telah memanen keuntungan sejak masuk di IDX Carbon (https://www.cnbcindonesia.com).

PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) yang khusus mengembangkan energi panas bumi telah mencetak pendapatan dari kredit karbon sejak 2023 sebesar US$747.000 atau setara Rp11,13 miliar (kurs Rp14.900). PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) telah mencatatkan pendapatan dari hasil penjualan kredit karbon sebesar US$3,6 juta atau setara Rp53,64 miliar.

Baca Juga: Sudirman Said: Orang Tua Tidak Boleh Direpotkan dalam Menyekolahkan Anaknya

Bursa karbon akan mempercepat capaian pembangunan ekonomi inklusif. Tidak hanya mengejar pertumbuhan (pro-growth), namun juga penyerapan tenaga kerja (pro-job), pengurangan kemiskinan (pro-poor), pengurangan ketimpangan distribusi pendapatan (pro-equality), dan peduli lingkungan (pro-environment). (Dr. Rudy Badrudin, M.Si.Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta, Pengurus ISEI Yogyakarta, dan Kafegama Pengda DIY)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X