Kampung Menari

Photo Author
- Jumat, 7 Juni 2024 | 09:50 WIB
Prof. Dr. Kuswarsantyo, M.Hum.
Prof. Dr. Kuswarsantyo, M.Hum.


KRjogja.com - MENARI dalam pemahaman awam adalah berekspresi menampilkan keahlian di atas pentas. Namun menari dapat pula bermakna lain. Dalam istilah Jawa menari bisa disebut dengan kata “njoget”. “Njoget” bisa dimaknai sebagai makna konotatif dan dapat pula secara denotatif, atau dua-duanya. Karena diantara keduanya terdapat ruang ketiga, yaitu ruang liminal (liminoid space) Apa ruang ketiga itu? Kampung adalah sebuah locus, tetapi juga sekaligus persona. Artinya di dalam locus terdapat agen-agen yang mewakili locus itu untuk menampilkan tarian tertentu yang merupakan representasi khasanah kampung. Ini sebagai sarana untuk menciptakan keadaan bahwa kita punya sesuatu (baca: sarana ekspresi, berkumpul, dan bertegur sapa kultural).

“Njoget” memberi makna sebuah aktivitas, atau kiprah dalam segala bidang yang secara komunal telah dilakukan masyarakat. Dalam kajian budaya “Njoget” adalah bagian dari upanya mengenal tradisi dengan ekspresi alami (natural) yang diciptakan mereka sendiri di kampung-kampung. Dan ketiga, secara semio kinestetik, terdapat ungkapan-ungkapan simbolik yang dapat dipahami bersama oleh pelaku gerakan kampung menari sebagai olah gerak mengikuti irama musik. Bertepatan setahun digulirkannya program Kampung Menari oleh Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta ini pada 9 juni mendatang akan digelar kontes “kampung menari “ yang melibatkan 169 kampung se Kota Yogyakarta di Embung Giwangan Taman Budaya kota Yogyakarta.

Kegiatan Kampung Menari menempatkan masyarakat sebagai subjek kolektif, yang menurut Lucient Goldman merupakan Gerakan sosial, yang direpresentasikan ke dalam aktivitas tertentu. Dari sudut pandang kajian budaya, munculnya gerakan kampung menari ini merupakan perwujudan “ansambel” proses sosial yang di dalamnya makna diproduksi. Makna tersebut kemudian disebar luaskan atau disirkulasikan diantara mereka (dipertukarkan dengan locus lain).

Gerakan ini dapat dijadikan grand desain untuk menjaga atmosfir kebudayaan dalam arti luas (bukan seni ansich), Kampung Menari diproyeksikan sebagai sebuah aktivitas yang akan dijadikan sebagai habituasi project untuk masyarakat se Kota Yogyakarta, yang dampaknya akan dirasakan dari Yogyakarta menuju Indonesia hingga dunia. Di sisi lain kampung dalam konteks kegiatan ini dikondisikan oleh aktivitas sosial budaya masyarakat. Mereka dikondisikan untuk memahami arti “Njoget” sebagai aktivitas masyarakat, sehingga akan memiliki rasa handarbeni. Karena pada dasarnya aktivitas kampung menari ini memiliki fungsi sosial yang sangat kompleks. Masyarakat bisa bertegur sapa, saling komunikasi, dan silaturahmi, sehingga dapat menumbuhkan kepekaan rasa. Dari kegiatan inilah masyarakat akan tepung, srawung dan dunung dengan maknai tari secara kontekstual.

Dari aktivitas tersebut mampu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dan bisa menjadi sumber inspirasi karya seni, seperti yang ditunjukkan seniman Mila Rosita dengan koreografi tentang sampah. Misi sosial dengan “Njoget” diantara tumpukan dan serakan sampah, tidak sekedar kritik namun ajakan bagaimana mencari solusi tentang sampah, agar sampah itu tidak menari nari kemana-mana. Semua itu akan menjadi gerakan yang massif terarah dan menyenangkan untuk masyarakat tanpa ada paksaan.

Analog dengan kegiatan sosial tersebut, gerakan kampung menari ini tidak hanya sekedar melihat “masyarakat njoget”, namun bagaimana gerakan njogetke masyarakat dalam arti luas dapat diwujudkan oleh siapapun di kampung (tidak hanya penari). Tujuan nya adalah 1) Memberikan apresiasi kepada masyarakat tentang seni; 2) Memberikan wawasan masyarakat , untuk paham di balik karya seni itu ada makna, simbol, filosofi, tata nilai , norma dan aturan ; 3) Mengolah raga untuk kesehatan pribadi; 4) Melakukan tegur sapa kultural dan sarana dialog antar warga. Dari sisi kinestetik, dengan gerakan kampung menari kita dapat bersama-sama menghayati rasa dan irama dalam kehidupan. Dengan demikian masyarakat akan menyadari pentingnya Wirasa, Wirama dan Wiraga diolah optimal agar upaya njogetke masyarakat melalaui aktivitas kampung menari itu dapat terwujud secara komprehensif. Semoga program ini dapat mewujudkan karakter masyarakat berbudaya dan peduli dan peka terhadap permasalahan sosial di sekitar kita.(Prof. Dr. Kuswarsantyo, M.Hum, Pengamat Budaya dan Guru Besar FBSB UNY)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X