Gen Z Istimewa

Photo Author
- Minggu, 16 Juni 2024 | 11:10 WIB
Dr Haryadi Baskoro.
Dr Haryadi Baskoro.

 

KLASIFIKASI Gen-Z atau Generasi Z yang digunakan di Indonesia adalah mereka yang lahir dalam rentang waktu 1997-2012, ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Sensus Penduduk 2020. Dengan demikian Gen-Z yang paling tua baru berumur 15 tahun saat UU Keistimewaan (UUK) DIY disahkan. Generasi ini juga belum bisa memahami peristiwa Reformasi 1998 dan Pisowanan Ageng yang merupakan tonggak Keistimewaan Yogya.

Karena Keistimewaan Yogya merupakan keistimewaan sejarah maka pendidikan sejarah sangat perlu diberikan kepada kelompok demografis yang muncul setelah Generasi Milenial (lahir 1981-1996) ini. Gen-Z yang sekarang merupakan golongan pelajar-mahasiswa bisa sama sekali menjadi buta sejarah jika tak diajari sejarah. Generasi Milenial saja banyak yang sudah mengidap penyakit rabun sejarah, padahal mereka mengalami sendiri peristiwa-peristiwa historis penting terutama terkait perubahan-perubahan rezim di republik ini.

Pendidikan sejarah seharusnya menjadi menarik jika digarap dan disampaikan secara digital kepada Gen-Z yang merupakan generasi native digital ini. Namun jika pendidikan disampaikan dengan cara-cara kolot seperti menggurui dan mendikte, anak-anak muda pastilah tidak berminat. Di era digital, semua orang bisa menjadi guru (learner as teacher) sebab semua pembelajar bisa memproduksi dan membagikan bahan ajar (learner as content producer and sharer). Jadi, pendidikan sejarah harus disajikan sangat kreatif dan inovatif.

Masalah mendasar lainnya adalah masalah kebudayaan yang menurut Paniradya Pati DIY Aris Eko Nugroho merupakan “kembangnya Keistimewaan Yogya”. Salah satu dimensi kebudayaan atau yang menurut Koentjaraningrat (1990) disebut sebagai wujud kebudayaan adalah sistem gagasan berupa nilai-nilai dan filosofi. Idealnnya, sistem perilaku (social-behavioral system) dituntun oleh nilai-nilai luhur itu. Dan sinilah masalah besar Gen-Z yang lahir dari rahim budaya massa-populer yang sama sekali tidak menekankan nilai-nilai luhur. Budaya massa adalah budaya standar berulang yang bersifat permukaan, yang mengagungkan kenikmatan remeh, sentimental, sesaat, dan menyesatkan dengan mengorbankan nilai-nilai keseriusan, intelektualitas, penghargaan atas waktu (termasuk sejarah), dan otentisitas (Dominic Strinati, 2010: hal 41).

Generasi Baby Boomer (lahir 1946-1964) dan Generasi X (lahir 1965-1980) masih relatif bermindset bahwa perilaku manusia yang beradab adalah perilaku yang didorong dan dikontrol oleh nilai-nilai luhur. Adapun pola pikir Gen-Z berbeda, sangat pragmatis, malas berpikir rumit, bebas nilai, dan serba mau cepat. Kebudayaan populer begitu mencengkeram kaum muda sekarang, semuanya berbau entertainment. Tantangan kita adalah bagaimana mengajarkan budaya Yogya dengan metode “edu-tainment” agar menarik generasi masa kini. Jika pendidikan budaya disajikan dengan pola “old school” pastilah tidak digubris.

Gen-Z adalah generasi internet yang mana digitalisasi membawa dampak positif dan negatif. Negatifnya, membuat generasi muda malas berpikir dan maunya serba instan. Membuat tugas paper, tinggal memerintahkan AI (artifiical intelligence): “Tolong buatkan saya paper 250 kata tentang Keistimewaan Yogya.” Dalam sepersekian detik langsung jadi. Teknologi canggih sejatinya bukan hanya mendesrupsi profesi-profesi, tetapi juga mendesrupsi kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan interpersonal (sosial) manusia. Justeru di sinilai peluang bagi Keistimewaan Yogya untuk menanamkan kecerdasan-kecerdasan itu.

Adapun masalah kultural terbesar yang menggelayuti Gen-Z adalah merosotnya etika, moral, karakter, dan spiritualitas-keagamaan. Nur Afifah Balqis yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK misalnya, usianya baru 24 tahun. Namun jika Gen-Z mengalami rupa-rupa dekadensi budi pekerti itu juga tak lepas dari pengaruh contoh-contoh buruk yang diberikan oleh generasi-generasi sebelumnya. Karena itu jika kita ingin membentuk Gen-Z istimewa, Generasi Baby Boomer, Generasi X, dan Generasi Milenial yang sekarang memimpin dan menjadi sesepuh, orangtua, dan kakak harus bisa memberi teladan yang baik, Yogya istimewa bukan hanya karena budayanya tapi istimewa karena orangnya yang bisa mengajar dengan memberi teladan, ing ngarsa sung tuladha. Ketika kelak Gen-Z tampil memimpin, generasi yang terdahulu bisa tut wuri handayani. (Dr Haryadi Baskoro, pakar Keistimewaan Yogya)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X