Cacah Gori Karst

Photo Author
- Jumat, 21 Juni 2024 | 09:10 WIB
Dr. Amiluhur Soeroso, M.M., M.Sc., CHE.
Dr. Amiluhur Soeroso, M.M., M.Sc., CHE.


KRjogja.com - BEBERAPA hari ini di media muncul berita kejutan dari artis Raffi Ahmad, yang mundur sebagai investor resor, villa, dan beach club seluas 10 hektar di Gunungkidul, Yogyakarta. Dia berasumsi proyek itu dapat mengganggu ekosistem Karst tropik ‘Geopark Dunia’ Gunungsewu berumur geologis tersier. Keindahan alam pantai Bentang Alam Karst (KBAK) sepanjang 65 km dengan hamparan pasir putihnya hasil luruhan dari batuan kapur, dilingkari batu karang tegak, kehidupan terumbu ditambah munculan Gunungapi purba di antaranya, menjadi pesona pariwisata.

Secara cepat wilayah itu mulai mengundang orang berwisata dengan diinisasi orang lokal, tapi akhirnya menarik minat para baron dan investor untuk membangun destinasi wisata baru yang mewah seperti Blue Ocean, Teras Kaca dan lain-lain, beserta sarana dan prasarananya.

Isu panasnya, untuk mendukung pariwisata Pemkab Gunungkidul ingin melakukan kaji ulang RTRW dengan menciutkan luasan KBAK hingga tersisa 49 persennya saja (37.018,06 ha). Kalau ini disetujui Kementerian ESDM, Pantai Selatan Gunungsewu pasti dicacah gori, dibagi-bagi sampai unit kecil bak kulit buah nangka muda. Sumberdaya air dan fenomena keunikan ekosistem dari 6 juta tahun lalu di bawah laut akan terdegradasi.

Sayangnya, meski ditentang pemerhati lingkungan, ‘tidak ada yang tidak mungkin’ dengan kaidah hukum di negeri ini.

Baca Juga: Ratusan Hewan Kurban Disalurkan ke Pelosok Gunungkidul

Di sini terjadi upaya dikotomi dan trade-off antara pembangunan ekonomi jangka pendek dan ekologi jangka panjang, padahal seharusnya keduanya dapat seiring. Pertanyaannya, apakah ekonomi wisata karst tersebut berdampak menetes ke bawah? Jika ukurannya selalu manfaat ekonomi, tentu gencarnya pembangunan wisata di Gunungkidul, tidak menyebabkan angka kemiskinan tahun 2022 yang menurun 9,2% (yoy), rebound 0,2% pada akhir 2023. Sementara itu, laju pertumbuhan ekonomi tahun 2022 yang naik 1,1% (yoy), tidak minus di tahun berikutnya.

Dalam konteks ini, sense of ownership ekobudaya (interaksi antara budaya dan lingkungan ekologis tempat manusia berada) dimatikan, dikalahkan kepentingan ekonomi jangka pendek, yang dapat mengorbankan habitat dan ekosistem, tumpuan keseharian aktivitas makhluk hidup. Perlu diingat, karakter lahan pantai di Gunungkidul berbeda dengan Copacabana di Brazil, yang di sekitarnya mampu didirikan bangunan masif untuk penginapan.

Kawasan Karst rentan, juga miskin air padahal menjadi penunjang utama pariwisata. Hal ini mencerminkan pembangunan pariwisata bersifat elitis, politik, material, komponen fisik, instan dan belum berorientasi hijau, sehingga baiknya kembali berbasis ruang kehidupan makhluk hidup (bukan hanya manusia saja) secara holistik seperti tertuang pada Pasal 1 UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tata kelola KBAK sifatnya bukan preservasi (pengawetan) yang melarang sama sekali pemanfaatan sumberdaya, tetapi bentuknya pelestarian (konservasi) artinya sembari melindungi situs-situs geologi penting, pembangunan ekonomi berkelanjutan masih diperkenankan dijalankan dengan mendorong pemanfaatan rasional dari kawasan marjinal dan perdesaan.

Baca Juga: Tim Pengabdian FK-KMK UGM Bekali Siswa MAN 1 Yogya Keterampilan Menjadi Kader Kesehatan Remaja 'Peer Educator'

Jadi mazhab eko-ekonomi perlu dikedepankan dengan memperhitungkan ko-evolusi ekonomi sebagai bagian dari budaya manusia dalam jangka panjang. Fokusnya menjaga ekomuseum, melindungi ekologi dan menjunjung keadilan antar waktu dan spasial. Keadilan di sini untuk pembangunan berkelanjutan antargenerasi, kesadaran adanya ketidakpastian hasil jangka panjang, serta perubahan yang tidak terbalikkan di Kawasan Karst. Harapannya, dalam jangka panjang kesejahteraan yang diimpikan masyarakat Gunungkidul, niscaya akan tercapai. Semoga! (Dr. Amiluhur Soeroso, M.M., M.Sc., CHE, dosen Stipram, anggota ISEI, IAAI, INRUKA, KePel)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X