KRjogja.com - APAKAH jebolnya data Pusat Data Nasional (PDN) merupakan bencana besar? Jelas. Bagaimana tidak? Di PDN tersebut, terhubung berbagai data dan aplikasi, terutama yang berkaitan dengan kependudukan atau warga. Yang jelas sangat terganggu adalah layanan paspor. Bagaimana orang yang akan pulang ke tanah airnya sendiri tetapi datanya tidak dikenal. Belum lagi mahasiswa yang mendapat beasiswa di luar negeri, bisa tertunda pembayaran beasiswanya, padahal biaya hidup tentu tidak bisa ditunda. Yang beruntung mungkin adalah para buronan, karena bisa hilang jejaknya.
Sebetulnya, apakah bencana yang dialami PDN ini bisa dicegah? Sebelum menjawab itu, saya ingin mengatakan bahwa ada masalah lain yang juga sangat krusial, yang tidak kalah mengerikan dibanding terbajaknya data oleh ransomware. Dalam pengembangan sistem informasi, apalagi di tingkat nasional (baik oleh Pemerintah maupun perusahaan partikelir), tahapannya adalah sebagai berikut: (1) susun dulu renstra teknologi informasinya, (2) susun arsitekturnya, (3) buat simulasinya, (4) bangun aplikasinya, (5) pasang pengamanannya, (6) diuji coba sampai matang, barulah (7) jalankan sistemnya, dan terakhir (8) evaluasi secara berkala. Yang sering terjadi adalah langsung ke langkah (4) dan tidak diikuti langkah lainnya.
Lihat saja contohnya, Kemdikbud, khususnya Ditjen Dikti, banyak memiliki aplikasi, ada Bima, Sinta, Sister, PAK (penilaian angka kredit), PDDikti, Pemutu, Seruni, dan masih banyak lagi. Apakah datanya sinkron? Banyak yang tidak sinkron! Apalagi data tentang perguruan tinggi yang mestinya ada di PDDikti (pddikti.kemdikbud.go.id), tapi tidak mampu menampilkan berapa jumlah kampus di Indonesia! Lihatlah contoh yang sangat bagus, yaitu laman lldikti5.id/evira milik LLDikti wilayah V DIY.
Baca Juga: Siap-siap, Harga BBM Diprediksi Bakal Naik
Kembali ke masalah PDN, harusnya Pemerintah Pusat memiliki dulu rencana strategis TI-nya seperti apa. Misalnya menghubungkan layanan kependudukan dengan layanan perpajakan, kesehatan, pendidikan, kepegawaian, bantuan sosial, pernikahan, perijinan, dan sebagainya. Setelah itu identifikasi seperti apa datanya, siapa pemilik dan penyelenggara datanya, pengelola datanya, dan seterusnya. Lalu direncanakan aplikasinya seperti apa. Barulah dibuat aplikasinya dan pengamanannya, baik pengamanan aktif maupun pasif.
Setelah itu, perlu diuji coba. Panggil para calon usernya, bisa lancar memakainya atau tidak. Lalu para adminnya, bisa menghadapi kondisi darurat atau tidak. Kalau perbankan biasanya memanggil para white hacker untuk menjebol aplikasi mereka. Kasih waktu dua minggu. Kalau berhasil menjebol sistem, akan dibayar sekian milyar. Kalau gagal, cukuplah dikasih biaya beli laptop gaming. Itulah sebabnya aplikasi perbankan sulit dijebol, karena tingkat keamanannya sangat tinggi.
SuperApp SPBE
Sebenarnya Pemerintah sudah menerbitkan Perpres 95/2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Perpres ini mengamanatkan Kementerian, Lembaga Negara, dan seluruh Pemda (K/L/D) untuk segera bertransformasi ke sistem digital, sejak tahun 2018. Namun sudah 5 tahun lebih berlalu, sepertinya tujuan itu masih sulit tercapai. Oleh karena itulah Presiden, menerbitkan Perpres 82/2023, untuk membangun SuperApp SPBE yang harus sudah operasional selambat-lambatnya kuartal ke-3 tahun 2024 ini. Yang dikhawatirkan banyak pengamat adalah: yang ditunjuk untuk membangun aplikasi yang sangat digdaya itu adalah Perum Peruri! Ya, justru sebuah perusahaan yang di luar jalur Pemerintah yang pada akhir tahun 2023 ditunjuk untuk merealisasikan impian Presiden akan adanya SuperApp Prioritas.
Baca Juga: 31 PSDP Penerbang TNI Dilantik, Indra Saifullah dan Faiq Irfansyah Lulusan Terbaik
Mengapa banyak pihak (terutama saya) menyangsikan kemampuan Perum Peruri? Karena Peruri bukanlah bagian dari Pemerintah, jadi tidak merasakan bagaimana melayani data yang berkaitan dengan penduduk dan layanan Pemerintah lainnya. Salin itu, hingga saat ini, belum ada sosialisasi atau paparan seperti apa sistemnya (dan tentu ekosistemnya) yang akan dibangun. Jangan-jangan nanti seperti Sirekap yang tiba-tiba muncul pada masa Pilpres dan akhirnya banyak menimbulkan keonaran publik karena banyak kejanggalan.
Kalau pengembangan aplikasi sudah memenuhi kaidah-kaidah yang biasa diajarkan di kampus-kampus TI dan diterapkan oleh perusahaan pengembang TI yang profesional, niscaya bencana seperti yang dihadapi PDN dan beberapa aplikasi Pemerintah lainnya yang sudah pernah terjadi, tentu dapat dihindari. (Dr. Wing Wahyu Winarno, MAFIS adalah Dosen STIE YKPN Yogyakarta, asesor SPBE KemenPANRB 2018-2022 dan Tenaga Ahli Smart City Kemkominfo sejak 2018)