Inflasi Profesor

Photo Author
- Selasa, 9 Juli 2024 | 09:15 WIB
Prof Dr Ir Ambar Rukmini MP.
Prof Dr Ir Ambar Rukmini MP.

KRjogja.com - BELAKANGAN ini, media diramaikan oleh pemberitaan tentang para politisi ataupun birokrat yang melaksanakan pengukuhan sebagai guru besar (profesor). Beberapa ada yang berprofesi sebagai dosen, meskipun baru hitungan satu-dua tahun. Dalam kurun waktu dua tahun terakhir, memang terjadi lonjakan jumlah profesor di Indonesia. Hal tersebut antara lain dipicu oleh sistem penilaian baru yang masa transisi usulannya berlaku hingga 30 Juni 2023 dengan penilaian hingga 31 Desember 2023.

Menurut Permendikbud Nomor 92 tahun 2014, professor adalah jabatan akademik tertinggi bagi Dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi. Pada Pasal 10 dari peraturan tersebut dituliskan syarat untuk menjadi professor, antara lain memiliki pengalaman kerja sebagai dosen tetap paling singkat 10 (sepuluh) tahun; memiliki kualifikasi akademik doktor (S3); paling singkat 3 (tahun) setelah memperoleh ijazah doktor (S3); memiliki karya ilmiah yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional bereputasi sebagai penulis pertama.

Baca Juga: Mbah Sukoyo Sosok Local Heroes Amartha Raih Penghargaan Kalpataru Provinsi Jawa Tengah 2024

Selain itu, terdapat syarat tambahan yang harus dipenuhi, antara lain pernah meluluskan tiga orang doktor yang dibuktikan dengan Surat Keputusan sebagai penguji; atau pernah memperoleh hibah penelitian lebih dari 100 juta rupiah; atau menjadi reviewer pada minimal dua jurnal internasional bereputasi. Memang tidak mudah untuk menjadi profesor. Namun, tersiar kabar adanya mafia yang dapat memuluskan proses menjadi profesor. Bahkan muncul adanya profesor kehormatan bagi non-dosen maupun peneliti.

Profesor kehormatan dapat diperoleh tanpa melalui penjenjangan karir sebagai dosen atau peneliti. Syarat yang harus dipenuhi adalah berpendidikan minimal Doktor; memiliki kompetensi luar biasa dan/atau prestasi eksplisit dan/atau pengetahuan tacit luar biasa; memiliki prestasi luar biasa yang diakui secara nasional dan/atau internasional; dan berusia paling tinggi 67 tahun.
Sistem penilaian baru, mafia guru besar, dan profesor kehormatan menyebabkan lonjakan jumlah profesor secara signifikan. Namun, kualitas dan kontribusi mereka terhadap dunia akademik tidak selalu sebanding dengan gelar yang disandang. Terjadilah inflasi profesor di Indonesia. Fenomena ini memicu kekhawatiran tentang masa depan pendidikan tinggi di Indonesia serta dapat berdampak pada kualitas lulusan dan daya saing bangsa.

Penyebab utama inflasi profesor adalah kebijakan pemerintah yang mendorong perguruan tinggi untuk meningkatkan jumlah dosen bergelar doktor dan profesor. Maksudnya adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan penelitian di Indonesia. Namun, dalam praktiknya, banyak perguruan tinggi yang lebih fokus pada kuantitas daripada kualitas. Perguruan tinggi berlomba-lomba mengangkat dosen menjadi profesor tanpa mempertimbangkan standar akademik yang ketat.

Baca Juga: PKS - PDIP Klaten Koalisi untuk Memenangkan Pilkada 2024

Faktor lain yang berkontribusi adalah meningkatnya jumlah perguruan tinggi yang cenderung berorientasi profit. Perguruan tinggi memberikan gelar profesor kehormatan kepada dosen yang mungkin belum memenuhi kriteria akademik yang sebenarnya, hanya untuk menarik lebih banyak mahasiswa dan meningkatkan reputasi institusi.

Inflasi profesor memiliki beberapa dampak negatif yang signifikan. Pertama, dapat menurunkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Ketika gelar profesor diberikan dengan mudah, standar akademik dapat terdegradasi. Dosen yang sebenarnya belum siap atau belum memenuhi syarat menjadi profesor mungkin kurang mampu memberikan pendidikan yang berkualitas kepada mahasiswa.

Kedua, dapat merusak reputasi akademik Indonesia di mata internasional. Perguruan tinggi di seluruh dunia memandang gelar profesor sebagai tanda keahlian dan pencapaian akademik yang tinggi. Jika gelar ini diberikan tanpa standar yang ketat, maka reputasi akademis Indonesia bisa tercemar, dan lulusan Indonesia mungkin dianggap kurang kompeten dibandingkan dengan lulusan dari negara lain.

Ketiga, fenomena ini dapat menghambat perkembangan penelitian di Indonesia. Profesor seharusnya menjadi pemimpin dalam penelitian dan inovasi. Namun, jika banyak profesor yang tidak memiliki kemampuan penelitian yang memadai, maka kemajuan ilmiah dan teknologi Indonesia bisa terhambat. Pada gilirannya dapat memengaruhi daya saing ekonomi Indonesia di tingkat global.

Baca Juga: Lepas Peserta Jalan Sehat Tahun Baru Islam, Solihul Hadi Komitmen Bersama Warga Muhammadiyah Kotagede

Inflasi profesor adalah masalah serius yang dapat mengancam kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Untuk menjaga standar akademik dan reputasi internasional, diperlukan langkah-langkah tegas untuk mengatasi fenomena ini. Dengan memperketat kriteria pengangkatan profesor, meningkatkan kapasitas dosen, dan memperkuat kolaborasi dengan industri, Indonesia dapat memastikan bahwa profesor yang dihasilkan benar-benar berkualitas dan mampu memberikan kontribusi nyata dalam dunia pendidikan dan penelitian. Hanya dengan cara ini, Indonesia dapat mencapai visinya sebagai negara dengan pendidikan tinggi yang unggul dan kompetitif di tingkat global. (Prof. Dr.. Ir. Ambar Rukmini, M.P., Dosen Program Studi Teknologi Pangan, Universitas Widya Mataram)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X