Menavigasi Masa Transisi

Photo Author
- Minggu, 28 Juli 2024 | 09:30 WIB
Budi Hanoto.
Budi Hanoto.

KRjogja.com - SALAH satu topik menarik yang dibahas dalam pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara G20 di Rio de Janeiro, Brazil adalah membahas risiko dan dampak pertumbuhan ekonomi dunia yang terus melambat. Meskipun disyukuri bahwa dunia tidak masuk jurang resesi, namun perlambatan pertumbuhan yang berkelanjutan akan memicu peningkatan kemiskinan dan isu “inequality” alias ketimpangan.

Menurut Word Economic Outlook Update, pertumbunah ekonomi global tahun ini diperkirakan mencapai 3,2% dan 3.3% di tahun 2025. Level pertumbuhan ini jauh di bawah rerata yang dibukukan selama beberapa dekade sebelum pandemi sebesar 3.8%. Banyak pelaku bisnis khawatir mengingat untuk mencegah resesi dan inflasi tinggi bank sentral di negara maju dan emerging cenderung menerapkan suku bunga tinggi berkepanjangan sehingga menimbulkan stagnasi ekonomi, dan perekonomian global tak kunjung bangkit.

Menghadapi Headwinds

Bagi Indonesia tentu kondisinya tidak ringan dan tidak mudah. Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, kondisi perekonomian dunia yang stagnan, memberikan risiko dan dampak signifikan pada kinerja perekonomian Indonesia. Ibaratnya, Indonesia tengah menghadapi situasi headwinds, tidak saja merespon tantangan kondisi perekonomian global, tetapi juga menghadapi masa transisi politik.

Semua orang meyakini bahwa lambatnya pertumbuhan secara berkelanjutan akan membatasi job creation dan ujungnya adalah lonjakan unemployment. Dampak yang dikhawatirkan kemudian adalah melonjaknya kemiskinan dan meningkatnya inequality trap. Hantu kemiskinan dan ketimpangan ini apabila tidak ditangani dengan kebijakan yang benar tentu meresahkan, dan dapat menimbulkan masalah sosial yang semakin buruk.

Kondisi ketimpangan pengeluaran di Indonesia Maret 2024 yang dihitung dengan Gini Rasio masih di level 0.379 (BPS, Juli 2024). Level ini hanya sedikit membaik dibandingkan setahun sebelumnya 0.388. Namun bila dilihat sebaran per provinsi, rentangnya cukup lebar. Di Sumatra Barat misalnya, Gini Rasio mencapai 0,283 tetapi di DIY lebih timpang, yaitu 0,435. Belum lagi bila dilihat sebaran antara perkotaan dan pedesaan, distribusi pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah masih mencapai angka 21,39%, di atas teleransi Bank Dunia sebesar 18.40 %. Intinya di desa lebih timpang pengeluaran penduduknya.

Dengan kondisi perekonomian global yang masih stagnan, produktivitas adalah kunci untuk meraih pertumbuhan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, sumber-sumber pemacu pertumbuhan harus diprioritaskan untuk didorong. Untuk membangkitkan daya beli dan mengurangi ketimpangan, inklusivitas ekonomi juga harus diprioritaskan dengan lebih mendorong pada digitalisasi dan konektivitas di berbagai sektor.

Kebijakan sebagai Element of Continuity

Dalam masa transisi politik dan Pemerintahan, kebijakan moneter menjadi element of continuity dan memegang peran vital dalam menjaga stabilitas pasar uang. Jangan sampai situasi politik menjadi sumber tekanan pada pasar keuangan. Aspek stabilitas di pasar keuangan akan membentuk rasa confident bagi investor. Kondisi likuiditas yang cukup, pasar yang dalam, instrumen kebijakan yang mampu meredam shock, akan memberikan rasa nyaman bagi investor. Iklim investasi yang sehat tetap menjadi fokus Indonesia yang tengah menjalani berbagai projek besar seperti IKN, infrastruktur, hilirisasi, dan pengelolaan SDA. Kebijakan moneter diharapkan mampu menciptakan atmosfir pasar keuangan yang mampu memberikan energi bagi upaya menumbuhkan perekonomian yang lebih sustainable.

Kebijakan fiskal juga menghadapi tekanan yang tidak ringan. Tekanan muncul dari sisi pengelolaan pembayaran hutang yang harus disepadankan dengan kontribusi dari penerimaan pajak. Di sisi lain, kebutuhan pengeluaran fiskal untuk mendorong permintaan domestik tetap tinggi. Di tengah masa transisi Pemerintahan, kerentanan akibat meningkatnya kemiskinan dan ketimpangan “memaksa” kebijakan fiskal diterapkan dengan pendekatan “people focus”. Pendekatan ini diperkirakan dapat meringankan risiko fiskal, dari sisi penciptaan produktivitas masyarakat, tata Kelola penyalurannya, dan penguatan proteksi program sosial. Reformasi perpajakan yang lebih arif untuk mendorong penerimaan dan produktivitas diharapkan mampu mengurangi risiko fiskal.

Oleh karena itu, struktur dan postur RAPBN 2025 yang akan diajukan ke DPR bulan Agustus ini menjadi penting. Apakah porsi untuk bansos, safety net, atau proteksi program-program social memiliki porsi lebih besar? Apakah insentif untuk mendorong iklim usaha dan produktivitas di sektor-sektor tertentu terakomodasi dalam rangka memacu pertumbuhan? Kebijakan di masa transisi dan awal-awal Pemerintah Baru sangat ditunggu masyarakat. Janji kampanye dan Program 100 hari pertama akan menjadi test-case. Pembahasan RAPBN di DPR harus dikawal masyarakat, sebagai navigator sejati negeri ini. (Budi Hanoto, Mantan Asisten Gubernur Bank Indonesia, Bekerja sebagai Komisaris Utama PT. Mekar Prana Indah, Bidakara, Jakarta)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X