12 Tahun UUK

Photo Author
- Sabtu, 24 Agustus 2024 | 08:40 WIB
Dr Haryadi Baskoro.
Dr Haryadi Baskoro.

KRjogja.com - DUA belas tahun usia Undang-undang Keistimewaan (UUK) DIY merupakan masa 12 tahun implementasinya dalam pembangunan. Hasil-hasil pembangunan perlu dikaji dan dievaluasi berbasis riset akademis. Masyarakat membutuhkan informasi yang obyektif dan ilmiah, bukan gembar-gembor pencitraan ala media sosial produk para artis, influencer, dan buzzer. Di sinilah peran eleman kampus di dalam Keistimewaan Yogya.

Penyakit pembangunan di negeri ini adalah pencitraan versus penghinaan. Penguasa cenderung bermain pencitraan untuk menunjukkan keberhasilan, menutupi kekurangan, dan melakukan pembenaran diri ketika terbukti salah. Sementara itu para pengkritik, golongan oposisi, lawan politik bisanya menghina-hina, hanya mencari-cari titik lemah, merendahkan pencapaian, dan antipati. Pola perseteruan antara lovers dan hatters ala medsos sama sekali tidak sehat, kekanak-kanakan, konyol, dan sama-sama tidak membangun.

Kaum akademisi dan ilmuan memang disiapkan dan mengembangkan diri untuk berkompeten melakukan riset obyektif-ilmiah. Adapun kompetensi pemerintah memang dalam hal mengeksekusi pembangunan, mengambil kebijakan dan melaksanakan pembangunan. Di sinilah pentingnya kolaborasi antara kampus dan kaprajan (pemerintah), terutama dalam melakukan perencanaan dan evaluasi pembangunan berbasis riset.

Dalam mengambil kebijakan dan melaksanakan pembangunan, para pemimpin memang perlu intuisi. Gerak cepat dan semangat kerja, kerja, memang perlu dan tak jarang membuahkan hasil. Tetapi mengkerdilkan peran kampus dan memangkas peran para periset bisa berakibat fatal. Dan ketika target-target gagal tercapai atau terjadi malpraktik pembangunan, penguasa menjadi alergi kritik dan kemudian menjaga jarak dengan kampus. Evaluasi pembangunan yang seharusnya berbasis riset diganti dengan kampaanye pembangunan yang subyektif, defensif, dan tendensius.

Dalam Keistimewaan Yogya, domain kampus mendapatkan posisi dan peran penting. Sejarah mencatat lahirnya Universitas Gadjah Mada yang tak lepas dari dukungan Kasultanan Yogya. Kraton bahkan memfasilitasi perkuliahan-perkuliahan awal saat perintisannya. Kepemimpinan Ngarsa Dalem Sultan HB IX juga didukung sosok akademisi Selo Soemardjan (1915-2003) yang adalah Bapak Sosiologi Indonesia. Kakeknya, KRT Padmonegoro adalah pejabat tinggi di Kantor Kasultanan. Selo sendiri memulai karir sebagai camat di Kulon Progo sejak sebelum kemerdekaan RI. Ketika Sultan HB IX menjabat Wakil Preisden RI (1973-1978), Selo menjadi sekretarisnya. Seperti dilansir media, tokoh bernama Soedarpo Sastrosatomo mengatakan bahwa Sultan HB IX pernah berpesan supaya Sultan HB X banyak berkonsultasi dengan Selo Soemardjan.

Sejarah manunggaling kampus dan kaprajan untuk Keistimewaan Yogya harus terus dilanjutkan dan diperkuat. Ketika dulu RUUK diperjuangkan, banyak akademisi dan jejaring guru besar mendukungnya. Setelah UUK disahkan, atas permintaan dari Gubernur DIY dan seijin rektor, akademisi Dr. Didik Purwadi membantu bertugas di Pemprov DIY. Sejak 2016 dipercaya menjadi Asisten Keistimewaan DIY. Salah sebuah legasinya yang signifikan adalah riset evaluasi implementasi UUK yang hasilnya dilaporkan dalam buku Evaluasi Pelaksanaan Keistimewaan DIY Tahun 2013-2017. Dokumen itu diterbitkan oleh Asisten Keistimewaan Sekretariat Daerah DIY pada tahun 2018.

Sampai 12 tahun UUK, Keistimewaan DIY telah semakin maju. Kinerja Paniradya Kaistimewan sebagai organisasi Pemprov DIY yang merencanakan dan mekaksanakan implementasi UUK sudah bagus. Hasil-hasil pembangunan di kelima urusan Keistimewaan juga bagus. Bahkan capaian-capaian DIY seperti prestasi dalam Indeks Pembangunan Kebudayaan serta Indeks Demokrasi, dan bahkan penetapan Sumbu Filosofi sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO juga tak lepas dari faktor majunya Keistimewaan Yogya.

Justru karena progres yang signifikan itulah maka diperlukan riset akademis yang proper untuk mengevaluasi implementasi UUK sampai hari ini. Keberhasilan dan capaian-capaian itu akan terkonfirmasi dan tervalidasi. Demikian juga jika ada kekurangan, kelemahan, kebelumberhasilan, dan ancaman, riset akan mendeteksinya sehingga kita bisa mencari solusi bersama. (
Dr Haryadi Baskoro, Penulis adalah pakar Keistimewaan Yogya)

 

 

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X