'Gelpo' Keistimewaan DIY

Photo Author
- Minggu, 8 September 2024 | 18:30 WIB
Prof. Dr. Kuswarsantyo, M.Hum.
Prof. Dr. Kuswarsantyo, M.Hum.


KRjogja.com - GELAR POTENSI (Gelpo) wilayah menampilkan 93 kalurahan (desa) dan 7 kelurahan (kota) se DIY telah digelar 19-27 Agustus lalu di empat Kabupaten. Penyelenggaraan tahun ini sangat istimewa karena dilaksanakan menjelang peringatan 12 tahun Undang-undang Keistimewaan. Relevansi apa yang dapat diperoleh dari gelaran potensi wilayah yang menghadirkan unsur display/ pameran produk budaya khas dan juga cenderamata, yang terangkum dalam UMKM, serta produk kuliner dan sajian seni pertunjukan yang digali berdasarkan sumber potensi wilayah. Kedua potensi itu digelar untuk dapat dinikmati masyarakat secara terbuka.

Ada hal yang menarik dari dua sudut pandang gelar potensi ini. 1) dari keragaman produk lokal (wilayah ) masing-masing kelurahan yang menampilkan ciri khas dan unggulan yang dimiliki; 2) prospek produk lokal dapat bersaing dengan produk di luar wilayahnya secara terbuka. Sedangkan untuk seni pertunjukan yang menarik adalah bahwa potensi lokal bisa dimaksimalkan dengan proses pengembangan menjadi sebuah kekuatan budaya untuk memberikan ciri wilayah. Kekhasan yang dimiliki masing-masing wilayah peserta inilah yang memberikan kontribusi wilayah dengan status desa / kelurahan budaya.

Baca Juga: Gara-gara Ini, Pemuda Pengangguran Bacok Ojol

Oleh karenanya untuk mendukung dan meningkatkan daya tarik produk wilayah perlu penekanan pada aspek orientasi ke depan tidak hanya sekedar pelestarian dan pembinaan, namun harus sampai pada taraf pengembangan hingga pemanfaatannya. Pemanfaatan produk lokal ini akan memberi dampak luar biasa dalam ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, seperti yang diamanatkan dalam tujuan keistimewaan DIY.

Terkait dengan program Gelar Potensi yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan Kundha Kabudayan Daerah Istimewa Yogyakarta itu, aspek pemberdayaan menjadi kata kunci utama. Dari pemberdayaan ini dapat dilakukan melalui jalur pendidikan baik formal, non formal maupun informal. Proses pembinaan tersebut akhirnya akan menghasilkan sebuah produk yang dibuat berdasarkan potensi yang ada di wilayah. Maka Gelar Potensi wilayah ini sebenarnya merujuk pada potensi yang dimiliki internal wilayah desa maupun kelurahan budaya. Dari potensi itu tentu saja harus diolah, digarap, ditata agar menarik sehingga siap digelar atau dipertontonkan.

Maka menggelar potensi wilayah ini sebenarnya adalah sebuah manifestasi dari potensi budaya yang telah dipersiapkan masing-masing wilayah melalui aktivitas rutin (bukan instan) dan tanpa harus mendatangkan orang luar sebagai pendukung pertunjukan di wilayahnya. Kalaupun wilayah tertentu menghendaki pelatih luar untuk memotivasi potensi lokal itu tidak masalah, karena akan meningkatkan kualitas produk lokal dalam gelar petunjukannya.

Baca Juga: Kerja Sama Pemerintah Indonesia dan Republik Korea Luncurkan Rumah Indonesiana

Dari manifest pertunjukan maupun display produk lokal itu dapat dilihat apakah ada unsur pengembangannya atau hanya replikasi produk yang sudah ada. Kita bisa merujuk pada teori zeitgeist atau semangat jamannya, artinya yang dilestarikan harus tetap ada, namun yang dikembangkan dan yang dipertunjukkan juga ada. Ini namanya pemanfaatan. Berdasarkan semangat yang dimunculkan wilayah akan muncul potensi lokal yang dapat digelar. Ajang menggelar potensi itulah sebenarnya merupakan ajang pertukaran budaya dan saling tegur sapa. Akhirnya sirkulasi produk budaya akan terjadi. Dalam kaitan ini keistimewaan Jogja menjadi kekuatan untuk mensejahterakan masyarakatnya, di sini terjadi proses restorasi.

Dengan langkah tersebut maka pemanfaatan potensi lokal di wilayah masing-masing akan benar-benar memberikan dampak dan akan menjadi kebanggaan wilayah. Di sinilah potensi kewilayahan harus berorientasi pebudayaan orang dalam. Bukan pembuayaan yang tidak mempedulikan potensi yang dimiliki, namun justru menggunakan potensi di luar yang mereka miliki. Itu semua dibutuhkan Individual diferencis dari masing masing individu yang berada di wilayah yang berbeda. Oleh karena itu perbedaan kelokalan penting diangkat sebagai kekuatan wilayah, sehingga kerangka pertukaran budaya dengan potensi wilayah masing-masing akan menumbuhkan simbiose mutualisme.(Prof. Dr. Kuswarsantyo, M.Hum, Guru Besar FBSB UNY/Pengamat Budaya)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X