KRjogja.com - ANDA berbelanja untuk menghilangkan stress? Mungkin saat ini anda terjebak pada perilaku “doom spending”. Dewasa ini, kebiasaan berbelanja pada generasi muda baik itu generasi Z maupun milenial semakin beragam. Setelah munculnya kebiasaan berbelanja dengan pengeluaran kecil namun sering atau sering disebut “Latte Factor”. Selain latte factor, baru-baru ini muncul perilaku “doom spending” yaitu pengeluaran yang tidak terkendali yang muncul dari motivasi menghilangkan stress di Tengah kekhawatiran atas kondisi ekonomi yang tidak pasti.
Perilaku ini menjadi salah satu coping mechanism untuk menghadapi anxiety pada kemampuan keuangan pribadi tersebut, namun berakibat buruk bagi kesehatan finansial seorang individu. Contoh pengeluaran yang masuk kedalam “doom spending” yaitu pembelanjaan untuk pengalaman mewah, misalnya untuk kegiatan perjalanan/liburan yang tidak direncanakan. Pengalaman tersebut digunakan sebagai bagian untuk mencapai kesenangan instan, terutama ketika individu merasa bersedih.
Baca Juga: Hari Guru Sedunia, Guru Semakin Bergerak dan Menggerakkan
Vogue sebagai salah satu majalah gaya hidup terkenal di dunia menjelaskan bahwa kegiatan berbelanja adalah salah satu cara menenangkan diri dan meningkatkan semangat untuk menyelesaikan masalah individu. Namun terapi ini jika tidak terkendali dapat membawa kondisi keuangan yang tidak sehat. Survey dari Credit Karma menjelaskan bahwa Generasi Z dan milenial lebih cenderung melakukan doom spending, dengan presentase 43% berasal dari generasi milenial dan 35% dari generasi Z.
Generasi Z dan milenial cenderung lebih mudah mengalami anxiety. Menurut Deloitte, survey menjelaskan tingkat kecemasan generasi Milenial dan Z lebih tinggi daripada generasi Baby Boomers an X sejak pandemi Covid-19. Dalam situasi stres, individu sering kali cenderung berbelanja secara impulsif. Ini bisa menyebabkan mereka menghabiskan tabungan mereka dan berutang lebih banyak, memperburuk kondisi keuangan dan meningkatkan risiko jatuh ke dalam kemiskinan. Banyak milenial dan Gen Z yang berjuang untuk mendapatkan pekerjaan yang stabil atau berpenghasilan tinggi. Ketika mereka menghabiskan uang untuk memenuhi kebutuhan emosional dan psikologis, mereka mungkin mengabaikan investasi untuk masa depan, seperti pendidikan atau pelatihan keterampilan.
Baca Juga: Fakultas Kedokteran UGM Angkatan 84 Gelar Pameran Lukisan
Kecemasan dan stres finansial dapat mempengaruhi kesehatan mental, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk bekerja dan mencari peluang baru. Kondisi mental yang buruk dapat menjadi penghalang untuk perbaikan ekonomi. Doom spending sering kali muncul sebagai respons terhadap naiknya biaya hidup, seperti sewa, makanan, dan transportasi. Jika pendapatan tidak meningkat sejalan dengan biaya, ini dapat menyebabkan lebih banyak individu dari generasi ini terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Dengan fokus pada pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari dan barang-barang yang menghibur, banyak dari mereka tidak memiliki kesempatan untuk menabung. Kurangnya tabungan memperburuk ketahanan finansial mereka jika terjadi keadaan darurat.
Tidak salah apabila dengan adanya perilaku doom spending, maka generasi muda akan rentan akan kemiskinan. Untuk menghindari doom spending, generasi Z dan milenial sebaiknya mulai dengan membuat anggaran bulanan yang mencakup pencatatan semua pengeluaran dan pendapatan. Dengan membagi pengeluaran menjadi kebutuhan dan keinginan, individu bisa lebih memahami di mana uang digunakan. Menetapkan tujuan keuangan jangka pendek dan panjang juga penting, serta menentukan prioritas dalam pengeluaran. Hindari pembelian impulsif dengan memberi diri waktu lebih banyak sebelum membeli barang yang tidak direncanakan, dan gunakan daftar belanja saat berbelanja. Selain itu, fokus pada pengalaman yang berharga daripada barang material, serta ciptakan kenangan dengan kegiatan yang murah atau gratis adalah tips yang patut diperhitungkan.
Baca Juga: Tentrem Culinary Academy Berikan Edukasi, Motivasi Guru Tingkatkan Kompetensi
Mengembangkan kebiasaan menabung yang baik adalah langkah kunci lainnya salah satunya dengan mengotomatiskan transfer ke rekening tabungan setiap kali menerima gaji dan memanfaatkan aplikasi keuangan untuk memantau pengeluaran. Generasi muda hendaknya secara bijak menanggapi ke-fomo-an yang terjadi karena adanya media sosial. Dengan menerapkan langkah-langkah ini, generasi muda dapat membangun fondasi keuangan yang lebih sehat dan terhindar dari jebakan pengeluaran yang tidak perlu. (Elizabeth Fiesta Clara Shinta Budiyono, S.M.,M.M.,CRP, Dosen Manajemen FBE UAJY)