Kabinet Gemoy

Photo Author
- Kamis, 17 Oktober 2024 | 10:10 WIB
Dr. Dorothea Wahyu Ariani.
Dr. Dorothea Wahyu Ariani.

 

KRjogja.com - TANGGAL 20 Oktober 2024 tinggal menghitung hari. Setelah itu, serangkaian kegiatan mulai dilakukan oleh presiden terpilih untuk menyusun kabinetnya. Karena, 14 hari setelah presiden mengangkat sumpah dan janjinya, kabinet harus diumumkan. Berdasarkan berita SKH Kedaulatan Rakyat tanggal 12 Oktober 2024, Kabinet Prabowo diprediksi akan menyusun 44 hingga 46 kementerian.

Hal ini berarti paling tidak terdapat 10 kementerian baru dari 34 kementerian di era presiden sebelumnya. Beragam dugaan terkait peningkatan jumlah yang cukup fantastis. Mulai dari bagi-bagi kursi sebagai balas jasa atas dukungan dalam pemilu 14 Februari 2024 yang lalu hingga semakin sulitnya mengurus negeri ini di tengah ancaman krisis global yang mulai melanda pasca pandemi.

Banyaknya menteri yang membantu masing-masing presiden memang tidak pernah seragam. Undang-Undang RI No. 39 tahun 2008 memang menyatakan bahwa kementerian dalam negeri, luar negeri, dan pertahanan memang wajib ada, tidak dapat dibubarkan. Namun kementerian lainnya dapat dibentuk sesuai dengan perkembangan, kebutuhan, tugas, efisiensi, efektivitas, dan berbagai pertimbangan lainnya. Di Era Demokrasi Terpimpin misalnya, Soekarno pernah dibantu oleh 132 orang menteri.

Kabinet Dwikora II ini memang merupakan kabinet dengan jumlah menteri terbanyak. Namun, usia kabinet ini hanya sebulan. Setelah itu, jumlah menteri semakin berkurang. Era Orde Baru yang pimpinan Soeharto memiliki 24 hingga 44 menteri yang berubah setiap pergantian kabinet, dan jumlahnya bisa bertambah atau berkurang setiap lima tahun pergantian tersebut. Di era reformasi, Habibie dibantu 37 menteri, GusDur 36 menteri, dan Megawati 33 menteri. Jokowi mempertahankan banyaknya menteri seperti presiden sebelumnya, Soesilo Bambang Yudhoyono, 34 menteri.

Penambahan kementerian berarti memekarkan kelembagaan negara. Dengan kata lain, terdapat perubahan struktur organisasi pengelolaan negara. Perubahan struktur organisasi tidak bisa dinalogikan dengan hanya mengubah suatu gambar struktur, namun di dalamnya mengandung perubahan sistem, prosedur, hubungan antar divisi dan fungsi, rantai komando, kewenangan, pembagian kerja, hingga kegiatan operasional. Belum lagi masalah budaya, strategi, proses, dan masih banyak lagi yang tentu saja ikut berubah.

Perubahan tersebut tentu membutuhkan waktu yang tidak singkat. Walaupun hanya memecah kementerian yang ada, namun penambahan 10 kementerian tidak hanya mengenai penambahan 10 orang menteri, namun menyangkut struktur di bawahnya. Kalau masalah kelembagaan saja baru akan dimulai, bagaimana dengan tancap gas untuk langsung bekerja?

Penambahan jumlah kementerian juga diartikan bongkar pasang lembaga-lembaga yang ada di bawahnya. Mempertahankan jumlah kementerian yang sudah ada namun tetap memperkuat unsur-unsur di bawah kementerian tersebut yang merupakan pelaksana merupakan langkah yang barangkali lebih bijaksana. Bila pelaksana kebijakan kuat, maka bisa langsung gaspol untuk bekerja. Menteri yang memiliki pelaksana setingkat direktur jendral atau deputi yang kuat akan lebih sigap dalam bekerja. Penguatan pelaksana lebih efisien karena terkait dengan jenjang karir yang dibangun dari bawah, sehingga proses pembelajaran lebih cepat.

Sementara bila posisi menteri yang ditambahkan ada kalanya belum memahami belantara tugasnya namun harus segera bekerja. Belum lagi kalau penunjukan menteri tersebut karena kepentingan politik atau karena politik balas jasa. Dari sisi rentang kendali, penambahan jumlah menteri juga memperluas kendali presiden atas para menteri. Walaupun dapat diberhentikan oleh presiden apabila menteri tidak mampu menjalankan tugasnya, namun negara akan turut menanggung beban dari pergantian-pergantian tersebut.

Masih ada waktu untuk melakukan kajian sebelum menentukan banyaknya kementerian pada Kabinet Prabowo sebelum ditemukan angka bertahan, bertambah, atau malah berkurang. Perlu analisis dan evaluasi secara seksama dalam menentukan efektif dan efisiennya kementerian sesuai urgensi permasalahan bangsa ini. Persoalan berhutang budi atau berbagai kepentingan politik lainnya jangan membuat penyelesaian persoalan di negari ini dikalahkan. (Dr. Dorothea Wahyu Ariani, S.E.,M.T. Dosen FE UMB Yogyakarta dan Pengurus ISEI Cabang Yogyakarta)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X