KRjogja.com - SALAH satu tekad presiden terpilih, Prabowo Subianto adalah mewujudkan swasembada pangan nasional dalam empat atau lima tahun kedepan, bahkan menjadi lumbung pangan dunia. Misi itu sangat tepat dan tinggi urgensinya ditengah kekhawatiran bahwa 30 tahun kedepan, dunia akan mengalami krisis pangan. Rasanya meskipun kekhawatiran itu sudah mendekat, namun masih cukup waktu untuk mewujudkannya ditengah ketergantungan impor pangan Indonesia, terutama beras.
Kondisi eksisting kebutuhan beras Indonesia, diproyeksi neraca beras nasional 2024, Indonesia berpotensi akan mengimpor beras hingga 5,17 juta ton sepanjang 2024. Realisasi impor Januari-April 2024 telah mencapai 1,77 juta ton dan rencana impor Mei-Desember 2024 sebesar 3,40 juta ton. Angka tersebut cukup fantastis dibandingkan dengan negara pengkonsumsi beras di dunia, dan Indonesia bisa menjadi pengimpor beras terbesar.
Swasembada beras sebagai sumber pangan pokok sebagian Masyarakat lebih penting daripada mencari dan mengembangkan makanan pokok pengganti seperti jagung, ketela, porang, umbi-umbian yang tantangannya lebih besar dari potensinya. Paling tidak, butuh waktu yang lama untuk mengubah pola makan masyarata menjadi non-beras. Belum lagi harga bahan pokok pengganti yang volatile sehingga menjadi penghambat dalam bentuk keengganan petani untuk menanam dan mengembangkannya.
Permasalahan lain yang kadang terlewat dan lebih nyata adalah alih fungsi lahan pertanian, usia petani yang lebih dari setengah abad, dan masih rendahnya insentif bagi petani yang terwujud dalam rendahnya nilai tukar pertanian. Usia rata-rata petani diatas lima puluh tahun ini dikhawatirkan akan memutus generasi petani di Indonesia, karena kaum milienial yang tidak tertarik menjadi petani.
Mewujudkan swasembada pangan, sama strategisnya dengan mewujudkan swasembada energi yang menjadi fokus lain presiden terpilih ini. Pemerintah baru ini menyadari pentingnya mensegerakan ketahanan pangan, karena masih ada 74 kabupaten/kota di Indonesia masih merupakan daerah rawan pangan.
Pemerintah berkewajiban untuk menjamin ketersediaan pangan bagi masyarakat. Hal ini sesuai amanat UU No. 18 tahun 2012 tentang Pangan dan Perpres 125/2022, termasuk stabilisasi harga dan keterjangkauan pangan. Paling tidak dari pidato perdana Presiden Prabowo Subianto ini menunjukkan keseriusan tekad pemerintah dalam penyediaan pangan layak bagi seluruh masyarakat Indonesia. Beberapa masalah klasik permasalahan pangan di Indonesia tentunya harus segera diidentifikasi agar tekad 5 tahun kedepan tercapai swasembada pangan. ketersediaan lahan produktif, pupuk yang terjangkau, mekanisasi pertanian, inovasi produksi, irigasi yang memadai merupakan masalah yang terlihat tapi belum teratasi.
Fokus swasembada pangan dan energi yang tingkat ketergantungannya terhadap impor tinggi harus segera diwujudkan dalam waktu sesingkat-singkatnya, karena ini merupakan bagian dari pilar kedaulatan negara. Bila kedua fokus ini dapat diseriusi dan terwujud dalam lima tahun kedepan, maka tujuan penting yang juga menjadi fokus presiden terpilih juga tercapai, yaitu mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan kelas menengah dan bawah. Swasembada pangan ini tidak hanya dapat didekati dengan pendekatan murni pertanian, tapi juga melalui pendekatan sosial kultural, dan tepenting juga dari aspek ekonomi.
Peningkatan produksi, melipatgandakan nilai tambah, menciptakan insentif kaum muda untuk tertarik menjadi petani, kesejahteraan petani ditingkatka, tentunya akan mempercepat tekad pemerintah dalam mendorong swasembada pangan dan ketahanan pangan. ditinjau ulang kebijakan food estate yang kemarin sempat dilaksanakan, namun belum membuahkan hasil sesuai harapan. Pemerintah baru ini tentu lebih piawai karena mentekadkan di awal fokus swasembada pangan bagi kesejahteraan dan kedaulatan negara. (Dr. Suparmono, M.Si. Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN Yogyakarta, pengurus ISEI dan Kafegama DIY. Peneliti Senior Sinergi Visi Utama Consulting)