KRjogja.com - PERTUMBUHAN ekonomi yang tinggi tanpa diimbangi pemerataan kesejahteraan tidak menjamin suatu negara atau daerah dapat terhindar dari krisis. Cile menjadi salah satu contohnya. Dalam dua dekade terakhir, Cile pernah menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Amerika. Namun pada tahun 2019, terjadi kerusuhan sosial yang luas di Cile yang dipicu ketidakpuasan masyarakat kelas menengah terhadap kebijakan pemerataan kesejahteraan yang justru membuat ketimpangan semakin nyata (the Chilean Paradox).
Fenomena tersebut menjadi pembelajaran bahwa krisis dapat dipicu dari berbagai faktor, untuk itu diperlukan upaya inovasi kebijakan hingga lingkup daerah termasuk DIY. Pada tahun 2023, DIY mencatatkan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi se-Jawa bahkan lebih tinggi dibandingkan Nasional, mencapai 5,07% (yoy). Kinerja positif perekonomian DIY terus berlanjut hingga triwulan II 2024 yang tumbuh sebesar 4,95% (yoy), sedikit lebih rendah dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,05% (yoy).
Dibalik tingginya angka pertumbuhan ekonomi DIY, terdapat tantangan sosial ekonomi yang mendasar di DIY. Disparitas sosial ekonomi antar daerah “Utara-Selatan” di DIY masih relatif lebar. Demikian juga dengan tingkat kemiskinan yang terkonsentrasi di wilayah Selatan DIY. Sementara tingkat ketimpangan ekonomi DIY, yang tercermin dari rasio Gini, pada tahun 2024 masih relatif tinggi mencapai 0,43.
Dari sisi perkembangan inflasi, DIY tercatat mengalami lima kali deflasi selama tahun 2024. Deflasi terkini terjadi pada bulan September 2024 sebesar 0,10% (mtm) (BPS, 2024). Deflasi yang terjadi di DIY selama tahun 2024 terutama disebabkan penurunan harga komoditas bahan pangan seiring pasokan yang melimpah yang dihasilkan dari internal DIY maupun daerah sentra produksi lain di luar DIY. Kondisi deflasi tersebut tentunya perlu diwaspadai agar tidak menimbulkan disinsentif bagi pelaku usaha pertanian.
Potensi kerawanan lain dalam ekonomi DIY timbul dari sektor Pariwisata. Kemudahan akses mobilitas masyarakat dapat menjadi paradoks apabila tidak dikelola dengan tepat. Salah satu cerminan paradoks tersebut terlihat dari penurunan rata-rata lama menginap wisatawan di DIY yang sebesar 1,5 malam pada Agustus 2024, lebih rendah dari Agustus 2023 yang mencapai 2 malam (BPS, 2024). Potensi disinsentif pertanian dan penurunan kinerja pariwisata apabila tidak diantisipasi maka dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat dan memicu ketimpangan yang semakin lebar serta menyebabkan gejolak dalam stabilitas sosial ekonomi DIY.
Untuk mengantisipasi tantangan tersebut, diperlukan upaya sinergi yang dapat memberikan nilai tambah secara simultan dalam perekonomian DIY. Pengembangan agrowisata dan agroindustri dapat dipertimbangkan untuk menjadi solusinya. Terdapat banyak lokasi yang telah mengembangkan agrowisata dan agroindustri, salah satu contohnya desa Wukirsari, Kabupaten Bantul yang menjadi salah satu juara Desa Wisata Maju Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023.
Upaya tersebut dapat mendukung ketahanan pangan sekaligus mendorong peningkatan nilai tambah untuk pariwisata dan hilirisasi pangan yang harapannya dapat menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan. Secara lebih luas, strategi ini berpotensi menyerap tenaga kerja dan mengurangi ketimpangan antar daerah. Pada intinya, dibutuhkan sinergi dan kolaborasi, mulai dari pemerintah, pelaku usaha, akademisi hingga masyarakat untuk mengantisipasi "The Chilean Paradox" sehingga tercipta diversifikasi ekonomi yang tahan guncangan dan inklusif. Kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah diperlukan untuk mendorong pengembangan sektor ekonomi baru dan redistribusi ekonomi.
Pelaku usaha harus berinovasi dan mengadopsi teknologi untuk meningkatkan daya saing. Sementara masyarakat perlu mendukung ekonomi lokal dan meningkatkan kompetensi. Berbagai peranan tersebut perlu dilandasi dengan kajian dan analisis mendalam dari akademisi sehingga kebijakan dan keputusan yang dilakukan memiliki dasar yang kuat, terarah dan efektif (research-based policy). Melalui pendekatan kolaboratif tersebut, diharapkan DIY dapat mengatasi berbagai tantangan dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan. (Arya Jodilistyo, Kepala Tim Perumusan Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Daerah (KEKDA) Provinsi KPwBI DIY dan Pengurus ISEI Cabang Yogyakarta)