Keistimewaan Wali Kota dan Bupati

Photo Author
- Rabu, 13 November 2024 | 10:30 WIB
Dr Haryadi Baskoro.
Dr Haryadi Baskoro.


KETIKA Yogyakarta menjadi Ibu Kota RI, tanggungjawab Wali Kota Yogya sangat berat. Setelah Belanda melancarkan agresinya terhadap Yogyakarta pada 19 Desember 1948, Presiden dan Wakil Presiden RI ditangkap. Dalam situasi darutat perang itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX memberi pesan khusus kepada Wali Kota Yogya Mr Soedarisman Poerwokoesoemo (1913-1988), bahwa Wali Kota harus tetap berada di tempat dan harus berusaha sekuat tenaga supaya tidak ikut ditangkap. Sultan juga berpesan bahwa jika kondisi benar-benar gawat maka Sultan akan mengambil alih semua.

Catatan sejarah itu menunjukkan kuatnya kerjasama antara Sultan dan Wali Kota Yogya. Kepemimpinan Sultan dan otoritasnya untuk bisa memgambil alih semua urusan kebijakan dan kekuasaan merupakan substansi Keistimewaan DIY. Waktu itu Sultan HB IX dan Soedarisman adalah rekan seperjuangan yang solid. Soedarisman sendiri konsisten mendukung kepemimpinan Sultan dengan menjabat sebagai Wali Kota Yogya sejak 1947 sampai 1966. Pemahaman dan penghayatanya tentang substansi Keistimewaan DIY terlihat dari karya tulisnya yang diberbitkan oleh Gadjah Mada University Press (1984).

Demikianlah juga dengan siapa pun wali kota dan para bupati yang akan terpilih melalui pilkada serentak mendatang, harus sevisi dan seperjuangan dengan Sultan HB X sebagai Gubernur DIY. Setiap kandidat tentu mempunyai visi, misi, program yang dirancang dan menjadi unggulan masing-maging. Semuanya merupakan buah pemikiran dan masing-masing menonjolkan inovasi dan kreativitas pembangunan. Namun semua itu harus sinkron dengan visi dan misi yang telah, sedang, dan akan disampaikan oleh Sultan sebagai pemimpin dalam Keistimewaan DIY. Sinkronisasi itu menjadi kekuatan Keistimewaan DIY.

Ketika Reformasi 1998 bergulir dan Keistimewaan DIY tak kunjung jelas, peran beberapa bupati di DIY untuk bersama rakyat menegakkan Keistimewaan DIY sangat penting. Pada Oktober 2001, sejumlah besar rakyat berkumpul di halaman gedung DPRD DIY. Dalam Sidang Rakyat Yogyakarta itu, mereka menyampaikan Maklumat Rakyat. Pernyataan yang dibacakan oleh Noor Harish (Ketua DPRD Kulon Progo) itu berisi dua hal, yaitu menetapkan Yogyakarta tetap sebagai Daerah Istimewa.

Yang kedua, menetapkan dan mengangkat KGPAA Paku Alam IX sebagai Wakil Gubernur untuk mendampingi Gubernur DIY (Sri Sultan Hamengku Buwono X). Kala itu ada dua orang bupati turut mendukung aksi rakyat tersebut. Pertama adalah Bupati Bantul, Drs HM Idham Samawi. Kedua adalah Bupati Kulon Progo, Toyo S Dipo. Kepada wartawan, Dipo mengatakan bahwa dukungan itu sangat wajar karena selama bertahun-tahun rakyat Kulon Progo menerima banyak berkah dari Kadipaten Pakualaman. Banyak sekali tanah milik Pakualaman di Kulon Progo digunakan untuk kepentingan rakyat tanpa dikenai pungutan atau biaya sepeser pun (Baskoro, 2024).

Eskalasi perjuangan rakyat untuk menggolkan pengesahan UU Keistimewaan DIY juga tidak lepas dari dukungan para bupati. Pada 2007, Bupati Bantul saat itu, Idham Samawi mengatakan bahwa mayoritas warga Bantul masih mendukung kepemimpinan Sultan dan Paku Alam yang bertahta dalam kerangka DIY. Katanya seperti dilansir sebuah harian nasional, ”Saya sudah datangi 75 desa dan 900 lebih dusun di Bantul. Mayoritas warga masih ingin Sultan kembali memimpin” (Baskoro, 2024).

Sebagai raja dan pemimpin eksekutif, Sultan adalah seorang visioner. Hal itu terlihat jelas dari visi-visi pembangunan yang ditetapkan oleh Sultan HB X seperti visi Among Tani Dagang Layar dan visi Menyongsong Abad Samudera Hindia. Visi-visi itu juga sarat pemikiran filosofi dan berorientasi futuristik. Adalah tugas pada pemimpin di bawahnya, termasuk para bupati dan wali kota di DIY untuk menerjemahkan dan mengoperasionalisasi visi-sivi besar seperti itu. DI sinilah letak keisitimewaan para bupati dan wali kota di DIY.

Seorang pemimpin visioner yang filosofis-futuris menangkap wahyu dan kemudian membagikan kepada bawahannya. Para bupati dan wali kota dituntut untuk memiliki kompetensi jalma limpat seprapat tamat, yaitu meskipun hanya seperempat informasi yang ia dapat tetapi bisa menangkap secara keseluruhan. Jadi jangan malah tidak paham dan salah paham terhadap visi-visi Ngarsa Dalem. Para kandidat yang mumpuni seperti itulah yang layak kita pilih jika kita berharap Keistimewaan DIY berkelanjutan dan terus maju. (Dr Haryadi Baskoro pakar Keistimewaan Yogya)

 

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X