Pajak UD Pramono

Photo Author
- Jumat, 15 November 2024 | 18:50 WIB
Dr. Nuritomo, S.E., M.Acc., BKP
Dr. Nuritomo, S.E., M.Acc., BKP

KRjogja.com - BEBERAPA hari ini, lini masa dunia maya Indonesia heboh oleh kasus pajak UD Pramono di Boyolali. Rekening UD Pramono senilai Rp 670 juta diblokir oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) karena tidak melunasi pajak yang ditagihkan. Merasa capek dan tidak paham atas tagihan pajak tersebut, sang pemilik, UD Pramono, memilih menutup usahanya.

Namun rupanya masalah belum selesai. Dalam rekening yang diblokir tersebut, terdapat uang milik peternak yang selama ini menjadi mitra UD Pramono. Uang tersebut tidak bisa ditarik sehingga para peternak menggeruduk KPP Pratama Boyolali. Usaha penampungan susu ini rupanya menjadi sumber penghidupan ribuan peternak Boyolali dan Klaten. Tutupnya usaha ini tentu akan membuat para peternak kesulitan mendapatkan pengepul yang sesuai.

Kasus ini mengingatkan saya pada tulisan saya tentang “Tantangan Perpajakan” pada harian “Kedaulatan Rakyat” (22/10/24). Saat itu saya menyampaikan bahwa pemerintah baru harus ekstra hati-hati dalam mengejar target pajaknya dari kemungkinan mengganggu perekonomian yang berjalan. Pemerintah harus paham betul bahwa peningkatan rasio pajak yang hanya berpikir pada aspek pertumbuhan penerimaan dapat memberikan dampak negatif pada iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga: Menteri Nusron Peringatkan Oknum Tindak Pidana Pertanahan: Saya Sendiri yang Akan Menghantarkan ke Aparat Penegak Hukum

Hanya berselang 2 minggu, analisis tersebut tampak nyata pada kasus UD Pramono. Pemerintah tentu saja memiliki hak sesuai undang-undang untuk melakukan penagihan pajak, berapapun jumlahnya. Namun demikian, pemerintah juga harus memiliki kebijaksanaan dalam melihat situasi dan kondisi yang ada.

Kasus UD Pramono adalah sebuah cerminan nyata kondisi sektor perpajakan yang rumit hari-hari ini. Berbekal sistem dan data yang terintegrasi, petugas pajak terus melakukan pengejaran atas target penerimaan pajak. Pemenuhan target ini kadang tidak memandang kondisi dan kesulitan yang dimiliki oleh wajib pajak.

Dalam kasus UD Pramono, kondisi wajib pajak yang kurang paham aturan perpajakan menjadi permasalahan. Pada kondisi tertentu, wajib pajak memang diwajibkan untuk melakukan pembukuan dalam pelaporan pajaknya. Namun demikian, banyak wajib pajak UMKM yang sampai saat ini masih kesulitan melakukan pembukuan sehingga tidak mampu membayar dan melapor pajak dengan benar.

Kesulitan ini menyebabkan banyak wajib pajak menyandarkan pelaksanaan kewajiban pajaknya pada kantor pajak. Wajib pajak bersifat pasif seolah-olah menunggu tagihan pajak. Namun pada sistem self assement, hal ini tentu tidak tepat. Kasus serupa banyak terjadi dan mungkin akan semakin banyak mengingat tahun depan sistem perhitungan pajak penghasilan untuk UMKM akan berubah. Penggunaan tarif final 0,5% yang selama ini memudahkan sudah mulai tidak dapat digunakan bagi wajib pajak tertentu.

Baca Juga: Dinasty Adakan Workshop Proses Kreatif

Kasus ini harus dapat menjadi pembelajaran pemerintah dalam melakukan evaluasi dunia perpajakan. Pemeriksaan pajak yang dilakukan sering menempatkan wajib pajak pada posisi yang sangat lemah, terutama wajib pajak kecil dan tidak paham peraturan pajak. Alhasil, wajib pajak seringkali terpaksa menyetujui seluruh hasil yang disajikan petugas tanpa memahami bagaimana angka tersebut muncul.

Sudah saatnya wajib pajak juga diberikan pendampingan yang cukup. Memang secara aturan, wajib pajak dibantu Account Representative (AR) yang bertugas memberikan bantuan pada wajib pajak. Namun demikian, posisi AR yang terjepit diantara kepentingan DJP dan wajib pajak seringkali menjadi batu sandungan hubungan wajib pajak dan AR. Di satu sisi AR diminta untuk menggali potensi penerimaan dari wajib pajak dan di sisi lain harus juga membantu wajib pajak.

Sistem pendampingan seperti dunia hukum mungkin dapat dipertimbangkan, utamanya pada Wajib Pajak UMKM sehingga seluruh proses pemeriksaan dapat berjalan dengan berimbang dan transparan. Dunia kampus dan profesi dapat dilibatkan untuk memberikan bantuan pro bono. Dengan proses yang berimbang dan dipahami bersama, maka hasil pemeriksaan akan lebih dapat diterima seluruh pihak.

Kasus UD Pramono semestinya bisa menjadi pintu masuk perbaikan dunia perpajakan kita. Sudah saatnya wajib pajak dipandang sebagai pihak yang setara dan sama-sama menjadi mitra dalam pembangunan, jangan sampai hanya dianggap sekedar sapi perahan penerimaan perpajakan. (Dr. Nuritomo, S.E., M.Acc., BKP. Dosen Departemen Akuntansi Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Atma Jaya Yogyakarta (FBE UAJY) dan Anggota ISEI Cabang Yogyakarta)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X