KRjogja.com - PEMERINTAH Indonesia, melalui Kementerian Kebudayaan telah berhasil memperjuangan beberapa karya budaya (intangible) melalui UNESCO antara lain ; Batik (20409) , Reog Ponorogo (2024), Musik Gamelan (2021), dan Wayang Kulit (2003), sebagai Warisan Budaya Dunia. Pengakuan ini tidak hanya menjadi kebanggaan nasional, tetapi juga menegaskan pentingnya pelestarian budaya sebagai warisan berharga untuk generasi mendatang. Status ini membawa perhatian global terhadap kekayaan budaya Indonesia dan memberikan manfaat ekonomi, terutama melalui pengembangan pariwisata budaya. Pengakuan UNESCO membantu memperkuat identitas budaya nasional di tengah arus globalisasi , serta memberi peluang untuk dikenal lebih luas di panggung internasional, mempererat diplomasi budaya, sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat lokal akan pentingnya menjaga tradisi mereka.
Di tahun 2025 ini, pemerintah Indonesia melalui kementerian kebudayaan kembali merancang usulan salah satu kesenian rakyat terpopuler yakni seni Jaranan (Jathilan). Jaranan di Indonesia memiliki beberapa varian dengan nama spesifik. Istilah Jaranan dipakai sebagai payung agung bagi varian-varian seni “berkuda” yang ada di Nusantara, seperti Jathilan (Yogyakarta), Ebeg (Banyumas), Kuda Kepang (Jawa Tengah) Pegon, Sentherewe (Jawa Timur), Kuda Gipang (Banjarmasin) dan masih banyak varian lainnya.. Sebagai seni kerakyatan Jaranan memiliki fungsi untuk merekatkan kohesi sosial, dengan tetap mempertahankan koherensi esetetik dan mengacu pada fungsionalisme imperative.
Kesenian Jaranan diusulkan ke UNESCO bersama negara Suriname. Dua negara ini memiliki kesepahaman tentang seni rakyat Jaranan, sehingga Kementerian Kebudayaan memandang itu perlu disinergikan dengan naskah akademik yang berisikan latar hostoris, nilai sosial, kultural dan permasalahan lain yang terkait dengan kehidupan masyarakat. Penulis menjadi salah satu nara sumber untuk memberikan dasar penguat bahwa seni Jaranan sarat dengan makna dan simbol serta kekuatan dari kajian sosial, sehingga eksistensi masyarakat dan komunitas seni Jaranan itu ikut terangkat.
Seni Jaranan mampu memainkan peranan penting dalam membentuk kohesi sosial dalam masyarakat. Ia bukan sekadar hiburan, tetapi juga menjadi medium untuk menyatukan komuniti melalui warisan budaya dan pengalaman kolektif. Dampak lain seni Jaranan mampu memperkokoh interaksi antara individu dari latar belakang berbeda dan dapat dijadikan medium ekspresi dan dialog berbagai lapisan masyarakat. Secara sosial kesenian Jaranan menumbuhkan rasa kebersamaan dan semangat gotong-royong, yang dibuktikan dengan keterlibatan komunitas masyarakat dalam acara Kenduri Rakyat, Merti Desa, Rasulan, yang selalu menghadirkan suasana kebersamaan.
Dalam kaitan dengan nilai kebersamaan, seni Jaranan memiliki salah satu arah untuk membangun kohesi sosial, contohnya pementasan di kampung. Mereka sangat egaliter, tidak ada dekriminasi status sosial. Kohesi sosial di sini bersifat emansipatoris, sehingga mampu meretas hierarki sosial. Ini bukti bahwa Seni Jaranan dan seni kerakyatan apapun, dalam penyajiannya mengihalangkan jarak (spectacle) antara panggung pentas dengan penonton. Bahkan penonton yang mantan penjathil bisa ndadi. Ini tanda hilangnya batas, sehingga kohesi sosial sangat erat terjalin.
Dalam konteks pertunjukan, Seni Jaranan itu sendiri memiliki koherensi antar adegan. Namun di dalam narasi Jaranan sebagai karya sosial ada kohesi dan koherensi. Koherensi pertunjukan digambarkan dalam adegan sebelum puncak ndadi dengan lumbungan melingkar terus bubar. Ini menunjukkan ada tahapan koherensi yang terjadi dalam sajiannya.
Kesenian Jaranan memberikan penguatan bahwa seni itu tidak hanya sebagai hiburan atau tontonan, namun sebagai tuntunan yang dapat kita peroleh. Seni dapat dijadikan alat dalam membina hubungan antara individu, mengenalkan nilai budaya, dan mengeratkan hubungan sosial dalam masyarakat. Oleh karena itu memelihara warisan budaya tradisi ini memberikan manfaat dalam menerapkan dan menyampaikan nilai-nilai moral luar biasa kepada masyarakat secara umum, dan generasi muda khususnya. Semoga pembinaan dan penghargaan terhadap seni rakyat Jaranan (Jathilan) ini dapat meningkatkan kohesi sosial dalam menghadapi tantangan dunia yang semakin modern.(Prof Dr Kuswarsantyo MHum., Direktur Akademi Komunitas Negeri Seni Budaya/Guru Besar FBSB UNY)