Dosen Pemikir Bangsa

Photo Author
- Minggu, 30 Maret 2025 | 16:50 WIB
Dr. Sumbo Tinarbuko
Dr. Sumbo Tinarbuko

KRjogja.com - PRESIDEN Subianto mengharapkan dosen yang bekerja di lingkungan perguruan tinggi untuk memposisikan diri sebagai pemikir bangsa alias brain of our country. Hal itu dikemukakannya di hadapan komunitas rektor perguruan tinggi seluruh Indonesia.

Harapan Presiden Prabowo yang dibebankan di pundak dosen. Oleh sebagian besar dosen dirasakan menjadi sebuah kewajiban baru dalam takaran sangat berat. Mengapa demikian? Dosen sebagai pekerja intelektual harus menunaikan kewajiban catur dharma perguruan tinggi. Artinya, dosen selain melaksanakan tugas yang digariskan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Mereka juga dipaksa menjadi administrator pendidikan tinggi.

Kenapa harapan Presiden Prabowo dianggap semakin membebani kerja akademik dosen? Sebab harapan seperti itu memunculkan masalah baru. Di antaranya, kewajiban dosen semakin banyak dan membelenggu napas akademik. Sementara dari sisi pemenuhan hak kesejahteraan berupa gaji, pendapatan serta penghasilan dosen. Jauh panggang dari api! Artinya, dosen dibebani banyak kewajiban dan beragam tuntutan administrasi pendidikan. Di sudut lainnya, mereka masih harus berkutat untuk memperjuangkan hidup dan kehidupannya yang layak sebagai seorang pekerja intelektual.

Baca Juga: Arus Mudik Lebaran 2025 Lancar dan Terkendali, ASDP Apresiasi Dukungan Semua Pihak

Seperti apakah pemenuhan harapan hak kesejahteraan dosen? Tentu saja cairnya tunjangan kinerja dosen! Hal itu menjadi bahan bakar penting untuk menyeimbangankan antara kewajiban sebagai dosen dengan hak kesejahteraan yang harus diterima pekerja intelektual.

Jujur harus diakui, dosen memiliki tugas sosial yang berat. Sekali lagi harus ditulis ulang di sini! Dosen selain harus mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Mereka sejatinya bertugas sebagai pekerja intelektual. Bukan bukan buruh SKS! Jiwa raganya difungsikan sebagai lokomotif yang menggerakkan gerbong pendidikan tinggi di Indonesia. Artinya, lewat fitrahnya sebagai pekerja intelektual. Dosen harus mampu membawa gerbong pendidikan dan pengajaran. Ke mana? Menuju stasiun penghasil kaum intelektual muda yang kritis, kreatif dan humanis.

Dengan tugas akademik sekaligus tugas sosial seperti itu. Mereka dengan rela hati dan bertanggung jawab senantiasa bergerak seperti yang diajarkan Ki Hajar Dewantara. Dosen harus berperan dan memerankan diri sebagai pembimbing, pembombong sekaligus pamomong bagi mahasiswanya.

Baca Juga: One Way Lokal Gerbang Tol Kalikangkung hingga KM 459 Salatiga Disetop

Karena itulah, perhatian dan tanggung jawab pemerintah, lewat kebijakan Presiden Prabowo Subianto dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi sangat diperlukan. Untuk apa? Tentu saja guna meningkatkan kesejahteraan dosen sebagai pekerja intelektual. Terpenting, tunjangan kinerja dosen yang selama ini diparkir entah di mana, harus diwujudkan dan diberikan langsung lewat rekening bank milik dosen. Pemberian tunjangan kinerja dosen sebagai pekerja intelektual yang bekerja di bawah payung Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi harus menjadi kenyataan sekaligus tercatat sebagai bagian dari realitas sosial.

Mengapa kesejahteraan dosen yang rendah menjadi masalah besar bagi keberlangsungan proses belajar mengajar di lembaga pendidikan tinggi? Jawaban atas pertanyaan itu senantiasa berkaitan dengan hukum sebab akibat. Artinya, akibat kesejahteraan dosen sangat minim. Menyebabkan dosen lebih berkonsentrasi mencari tambahan penghasilan.

Hal itu terpaksa mereka lakukan demi mewujudkan kesejahteraan hidupnya. Caranya? Dengan mencari serta mengerjakan pekerjaan lain di luar konteks pendidikan. Dampak lainnya? Dapat dipastikan, konsentrasi menjalankan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi menjadi mengendur. Hasilnya, kemampuan intelektualitas dosen lambat laun menjadi tumpul. Suasana kelas dan atmosfer akademik bagaikan neraka jahanam yang mendegradasi integritas dosen.

Baca Juga: Baca Juga: Anak-Anak yang Mudik Dapat Hadiah Saat Singgah di Serambi MyPertamina

Atas permasalahan klasik di atas, bagaimana strategi mengurai benang kusut itu? Ada satu taktik yang sangat logis. Perguruan tinggi tempat berlabuhnya para dosen alias pekerja intelektual harus diberi kewenangan khusus. Seperti apa wujudnya? Berupa surat keputusan yang memberikan hak prerogatif untuk mengelola uang masuk sebagai pendapatan. Pun uang keluar sebagai ongkos produksi pendidikan. Termasuk di dalamnya pembayaran tunjangan kinerja dosen. (Dr Sumbo Tinarbuko, Pemerhati Budaya Visual dan Dosen Komunikasi Visual FSRD ISI Yogyakarta)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X