Wartawan Harus Dilindungi Secara Hukum

Photo Author
- Selasa, 8 April 2025 | 23:30 WIB
Susilastuti DN.
Susilastuti DN.


KRjogja.com - KEKERASAN menimpa wartawan ketika menjalankan tugas jurnalistik kembali terjadi di Indonesia. Kali ini kekerasan diduga dilakukan oleh Ajudan Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo ketika wartawan sedang meliput Kapolri yang meninjau arus mudik, 5 April 2025 lalu. Aji dan PFI telah mengeluarkan pernyataan sikap terkait hal ini. Kapolri sendiri telah merespon dan akan menyelidiki kebenarannya.

Kejadian di atas menambah daftar panjang kekerasan yang terjadi pada wartawan, misal ketika wartawan sedang meliput demonstrasi terkait UU TNI di Gedung Grahadi Surabaya bulan Maret 2025. Tahun 2024 wartawan Tribata TV Rico Sampurna Pasaribu tewas ketika terjadi kebakaran di rumahnya. Diduga ini buntut dari karya jurnalistiknya yang mengungkap perjudian di Kabupaten Karo. Sumatera Utara. Data yang dihimpun Bidang Advokasi AJI Januari hingga Maret 2025 telah ada laporan 23 kasus kekerasan yang menimpa jurnalis.

Baca Juga: Ajudan Kapolri yang Pukul Jurnalis di Semarang Minta Maaf

Sangat ironis ketika ada kekerasan yang menimpa wartawan . Mengingat Pasal 8 UU No 40 tahun 1999 tentang pers menyebutkan “ Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapatkan perlindungan hukum”.Penjelasan pasal ini menyebutkan, “perlindungan hukum” adalah jaminan perlindungan pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.

Wartawan yaitu seseorang yang menjalankan tugas jurnalistiknya secara teratur akan selalu berhadapan dengan struktur kuasa. Relasi antara jurnalis dan struktur kuasa adalah egaliter. Mengingat wartawan sebagai ujung tombak sebuah media bertugas untuk menyampaikan informasi yang sudah terverifikasi kepada public. Informasi itu dibutuhkan agar masyarakat bisa berdaptasi dengan dinamika perubahan yang terjadi dalam masyarakat.

Realitasnya, relasi wartawan dan struktur kuasa tidak imbang. Struktur kuasa dengan alat kekuasaannya, tidak jarang melakukan represi pada wartawan. Diksi kasar hingga kekerasan fisik diterima wartawan ketika meliput. Wartawan melalui organisasi wartawan, akademisi sudah berteriak merespon setiap kekerasan yang menimpa wartawan. Namun teriakan itu toh belum mampu menghentikan kekerasan pada wartawan.

Baca Juga: 182 Ribu Wisatawan Padati Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko Selama Libur Lebaran 2025.

Semua pihak, struktur kuasa, masyarakat perlu melihat posisi wartawan dalam frame yang sama. Wartawan hadir bukan untuk memberitakan fakta yang membuat resonansi, iritasi sehingga membuat beberapa pihak merasa gerah. Wartawan melalui karya jurnalistiknya mengemban satu fungsi yaitu melakukan kontrol sosial. Fungsi ini ketika dijalankan seringakali oleh beberapa pihak dinilai “menganggu”.

Fungsi kontrol sosial mutlak dijalankan oleh media untuk menghindari terjadi abuse of power, mencegah terjadinya pemerintahan otoriter sehingga kepentingan public terganggu. Wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya tetap harus berlandaskan kode etik, melakukan check and balance, dan peliputan yang komprehensif.

Bagaimana bila ternyata informasi yang disampaikan wartawan salah? Ada mekanisme yang jelas diatur dalam pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) UU Np 40 Tahun 1999 tentang pers. Disini jelas disebutkan pers wajib melayani Hak Jawab dan hak koreksi. Kode Etik Wartawan Indonesia pasal 11 juga membahas mekanisme ini.

Baca Juga: UU TNI yang Baru Dinilai Timbulkan Tumpang Tindih Kewenangan dengan Polri

Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Hak koreksi hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruanpemberitaan oleh pers, baik tentang dirinya atau orang lain. Melalui pemaknaan ini jelas ada mekanisme yang perlu dipahami bersama terkait relasi wartawan dan semua pihak. Ada mekanisme hukum yang bisa ditempuh bila ada kesalahan dalam pemberitaan, bukan dengan kekerasan.

Apabila kekerasan, ancaman digunakan untuk membungkam wartawan, percayalah itu tidak akan berhasil. Profesi wartawan hadir untuk mengawal kebenaran atau truth. Wartawan ada karena wartawanlah yang mempunyai tugas mengawal informasi yang telah terverifikasi kepada masyarakat.(Susilastuti DN, Ketua Pusat Studi Media UPN “Veteran” Yogyakarta dan Dosen Ilmu Komunikasi UPNVY)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X