Urgensi BPI DANANTARA Dipertanyakan

Photo Author
- Jumat, 11 April 2025 | 18:30 WIB
Pristanto Silalahi, S.E.,M.S.E
Pristanto Silalahi, S.E.,M.S.E


KRjogja.com - ADA hal yang lebih penting dibanding sekadar membentuk Badan Pengelola Investasi (BPI) DANANTARA sebagai superholding BUMN. Sudah mendekati dua bulan pemerintah telah resmi me-launchig BPI DANANTARA sebagai badan khusus untuk mengelola investasi negara dalam menunjang perekonomian nasional. Tetapi hingga sekarang, belum ada terobosan program yang signifikan dari lembaga bentukan presiden Prabowo ini.

Sebagaimana kita ketahui, setidaknya ada sebanyak 7 BUMN raksasa yang akan dikonsolidasikan oleh BPI DANANTARA yakni perusahaan yang memiliki asset tertinggi anatara lain Pertamina, PLN, Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI, Telkom Indonesia dan termasuk holding BUMN pertambangan MIND ID. BUMN raksasa inilah sebenarnya yang dicoba untuk dikelola dalam bentuk sovereign wealth fund (SWF).

Jika ditelusuri, pembentukan SWF sejatinya sudah digagas dalam waktu yang cukup lama. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan fundamental saat ini adalah, apa urgensi membentuk Superholding ini? Apakah dengan kondisi hari ini kita sudah siap? Lebih jauh lagi, apa dampak konkritnya bagi masyarakat Indonesia? Sebenar-benarnya berdasarkan temuan penulis, pertanyaan belum memiliki jawaban yang jelas hingga hari ini.

BPI DANANTARA sebagai lembaga baru akan mengelola aset atau asset under management (AUM) sekitar USD 600 miliar dan ditargetkan dalam beberapa tahun kedepan mengalami peningkatan hingga mencapai USD 982 miliar atau hampir USD 1 Triliun. Nilai ini tentu cukup fantastis karena setara dengan 60% dari nilai Gross Domestic Product (GDP) Indonesia. Jika demikian, dapat kita bayangkan betapa keberhasilan BPI DANANTARA menjadi tonggak utama atau tolak ukur keberhasilan ekonomi nasional ke depan. Tetapi sebaliknya, kegagalan BPI DANANTARA juga bisa membuat negara ini bangkut di masa yang akan datang.

Lalu pertanyaan nya apakah kita mau melakukan perjudian ekonomi dengan situasi-situasi saat ini? Apakah kita siap mempercayakan itu kepada lembaga baru bentukan ini yang belum jelas kinerja, visi dan targetnya? Inilah yang perlu dipertimbangkan secara matang, apalagi melihat track record perjalanan cikal bakal BPI DANANTARA ini mulai dari pembentukan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) sebagai cikal-bakal SWF Indonesia lalu sempat ditutup. Lima tahun kemudian terbit Lembaga Pengelola Investasi. Selanjutnya, LPI ini lah menggunakan nama “Indonesia Investment Authority” yang disingkat INA. Dan sekarang, INA ini bertransformasi menjadi DANANTARA. Tentu gambaran perjalanan lembaga yang dibentuk ini belum memberikan gambaran yang optimis.

Peluang dan Tantangan

Dalam era globalisasi sekarang, harus diakui bahwa tuntutan persaingan antar negara bahkan antar perusahaan semakin ketat. Dengan adanya superholding yakni BPI DANANTARA, BUMN Indonesia dapat memiliki posisi yang lebih kuat untuk bersaing di pasar internasional. Tetapi jika hanya sebagai ajang untuk gagah-gagahan saja di dunia internasional tidak cukup dan itu hanya lah bersifat sementara. Melainkan harus diikuti dengan integrasi dan adanya penguatan kapasitas lembaga BPI DANANTARA supaya membantu anak perusahaan dapat berkolaborasi. Tidak hanya itu, harus ada juga peningkatan inovasi yang masif, serta mampu memperluas ekspansi pasar di luar negeri. Syarat itulah yang akan mampu meningkatkan daya saing BUMN Indonesia di pasar global. Pertanyaannya apakah kita sudah memenuhi syarat itu?

Alih-alih mengubah BUMN menjadi superholding, hal yang lebih urgent dan cukup fundamental adalah pentingnya menyelesaikan persoalan budaya tata kelola (moral dan mentalitas korup) harus diperbaiki. Kualitas lembaga dan SDM menjadi faktor kunci, seperti hasil penelitian Daron Acemoglu, dkk peraih Nobel Ekonomi 2024, menyatakan sekaligus mengingatkan kita bahwa pertumbuhan ekonomi yang sesungguhnya tidak hanya ditentukan oleh investasi, tetapi juga oleh struktur politik dan kualitas institusi.

Bagaimanapun juga BUMN memiliki peran yang cukup krusial dalam ekonomi dan pembangunan nasional sebagaimana amanat UUD 1945 guna mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dan masyarakat banyak yang menaruh harapan yang lebih. Sehingga, dengan situasi dan kondisi BUMN saat ini, sebaiknya lebih fokus pada peningkatan kinerja bukan pada membentuk organisasi seperti superholding. Persoalan ini lebih dari sekadar antara holding, superholding atau tidak holding. (Pristanto Silalahi, S.E.,M.S.E, Dosen Ekonomi- Universitas Atma Jaya Yogyakarta)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X