Trump Tantrum

Photo Author
- Sabtu, 19 April 2025 | 19:40 WIB
Ignatius Indra Kristianto, S.Pd., M.A.
Ignatius Indra Kristianto, S.Pd., M.A.

KRjogja.com - PADA awal masa jabatan keduanya pada tahun 2025, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menerapkan kebijakan proteksionisme dengan menaikkan tarif impor terhadap berbagai produk. Kebijakan ini mencakup kenaikan tarif sebesar 25% untuk baja dan aluminium serta 10% hingga 20% untuk produk dari berbagai negara, termasuk Tiongkok (The Guardian, 2025). Langkah ini menimbulkan reaksi keras di dunia internasional, terutama bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki hubungan dagang erat dengan AS dan Tiongkok.

Kebijakan tarif ini diproyeksikan membawa dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Menurut Bank Dunia, peningkatan tarif impor AS sebesar 10% dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,2%, sementara Indonesia berpotensi mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 0,1% (The Guardian, 2025). Hal ini disebabkan oleh ketergantungan Indonesia pada perdagangan internasional, khususnya dalam ekspor komoditas dan manufaktur.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Widjaja Kamdani, mengungkapkan bahwa “kebijakan ekonomi Trump akan menekan nilai tukar rupiah dan mengganggu ekspor Indonesia” (Tempo, 2025). Tiongkok, sebagai mitra dagang utama Indonesia, juga terkena dampaknya, yang pada akhirnya mempengaruhi neraca perdagangan nasional. Melemahnya permintaan global akibat tarif AS dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi, terutama di sektor industri berbasis ekspor.

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang memiliki sektor ekspor andalan seperti tekstil dan kerajinan, juga terdampak. Banyak usaha kecil dan menengah (UKM) DIY mengandalkan ekspor ke pasar global, dan proteksionisme AS berpotensi menekan permintaan dari mitra dagang, menghambat pertumbuhan industri lokal.

Wakil Ketua APINDO DIY Bidang Ketenagakerjaan, Timotius Apriyanto, menyatakan bahwa meskipun optimisme terhadap ekspor DIY tetap ada, “kewaspadaan terhadap kebijakan internasional, terutama dari pemerintahan Trump, tetap diperlukan” (Harian Jogja, 2025). Perang dagang AS-Tiongkok dapat berdampak tidak langsung terhadap ekspor DIY, karena banyak bahan baku industri berasal dari Tiongkok. Jika tarif ini menghambat perdagangan global, harga bahan baku dapat meningkat dan daya saing industri lokal melemah.

Selain itu, proteksionisme AS dapat menyebabkan peningkatan impor produk Tiongkok ke Indonesia akibat pengalihan pasar. Jika produk yang sebelumnya diekspor ke AS beralih ke Indonesia, industri lokal dapat menghadapi persaingan lebih ketat dengan barang impor yang lebih murah. Hal ini berisiko menghambat pertumbuhan industri dalam negeri dan berdampak pada tenaga kerja sektor manufaktur dan ekspor.

Di sisi lain, kebijakan luar negeri Trump juga menciptakan ketidakpastian ekonomi global. Trump mengklaim berhasil menghentikan perang Rusia-Ukraina dengan pendekatan diplomasi yang lebih condong pada kepentingan Rusia (Metrotvnews, 2025). Akibatnya, aliansi antara AS dan Eropa menjadi renggang, yang dapat berimbas pada arus investasi global dan stabilitas ekonomi dunia, termasuk Indonesia.

Untuk menghadapi tantangan ini, pemerintah Indonesia perlu memperluas pasar ekspor ke negara-negara yang tidak terlibat dalam perang dagang, seperti Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin. Peningkatan daya saing produk lokal melalui inovasi dan efisiensi produksi juga menjadi kunci agar industri dalam negeri tetap kompetitif.

Di tingkat daerah, pemerintah DIY dapat memberikan insentif bagi UKM untuk meningkatkan kualitas produk mereka. Dukungan berupa pelatihan, akses teknologi, serta fasilitasi ekspor ke pasar alternatif dapat membantu mengurangi ketergantungan pada pasar AS dan Tiongkok.

Secara keseluruhan, kebijakan tarif Trump menimbulkan tantangan bagi perekonomian Indonesia dan DIY. Ketidakpastian dalam perdagangan global serta dampak dari kebijakan luar negeri Trump mengharuskan pemerintah dan pelaku usaha untuk lebih adaptif dan proaktif dalam mencari solusi. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat menjadi kunci dalam menghadapi dinamika perdagangan global.

Dengan strategi yang tepat, Indonesia dan DIY dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tengah gejolak kebijakan internasional. (Ignatius Indra Kristianto, S.Pd., M.A., Dosen Prodi Akuntansi, Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X