Fiksi dalam Emotional Marketing

Photo Author
- Rabu, 28 Mei 2025 | 08:50 WIB
Aprilia Kristiana Tri Wahyuni SPd MA.
Aprilia Kristiana Tri Wahyuni SPd MA.

KRjogja.com - ADA persinggungan antara fiksi dan marketing yang menciptakan ‘getaran’ pada pasar. Bagaimana fiksi dijadikan alat promosi yang dapat menggerakkan dan mengubah keputusan konsumen terhadap sebuah jenama.

Fiksi dan marketing, meski terkesan sebagai dua hal yang berada di ranah yang sangat berbeda, kenyataannya banyak perusahaan di luar sana yang menggunakan fiksi dalam usaha untuk memasarkan produk-produk mereka.

Lalu, bagaimana persinggungan keduanya mampu menggerakkan pasar?

Emotional Marketing

Pada dasarnya, kegiatan marketing bertujuan untuk mengubah keputusan konsumen terhadap suatu produk. Usaha ini biasanya diikuti dengan menciptakan produk-produk promosi yang memikat dan mampu mempengaruhi keputusan target pasar. Dalam usaha untuk memasarkan sebuah produk sekarang ini banyak perusahaan yang lebih memfokuskan diri mereka dalam menyentuh emosi dan menciptakan keterikatan, sehingga konsumen pun lebih tertarik pada produk mereka.

Saat ini, banyak perusahaan telah menerapkan tipe marketing yang mencoba menggerakkan emosi target pasarnya, yang disebut dengan emotional marketing. Emotional marketing merupakan sebuah usaha dalam bidang pemasaran yang fokus dalam membangkitkan emosi pasar untuk membuat mereka memutuskan untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan.

Dalam bentuk marketing ini, strategi ini akan memastikan hubungan yang mendalam dan personal pada calon konsumen dari segi emosional. Konsumen sekarang ini lebih mencari pengalaman dari produk serta sensasi dan emosi, dibandingkan nilai guna sebuah produk. Sehingga sebuah jenama akan menjadi pusat pemasok energi emosional yang menciptakan keterikatan dengan konsumen potensial dengan menceritakan kisah yang menyentuh (emotional brand) dan mengintegrasikan komunikasi, kualitas, tradisi, identitas (brand sensitivity).

Fiksi yang Menggerakan Emosi Pasar

Fiksi dilekatkan pada kata rekaan, sesuatu yang diciptakan dari hasil imajinasi. Fiksi dibangun dengan unsur intrinsik yang mendukung cerita di dalamnya, seperti tema, tokoh, latar, alur, dan lain-lain. Meskipun bersifat khayalan, fiksi sering kali menjadi potret apa yang terjadi dalam masyarakat. Penceritaan dalam karya fiksi menampilkan masalah yang memiliki keterikatan dengan masyarakat sehingga manifestasi emosi pada orang-orang yang terpapar karya fiksi tersebut.

Emosi sendiri merupakan sebuah perasaan yang kompleks yang biasanya muncul sebagai reaksi atas situasi atau sebuah peristiwa yang terjadi. Menekankan pada pengalaman subjektif yang memanifestasikan emosi.

Ada beragam cara dalam memanifestasikan emosi, yakni ekspresi wajah yang menunjukkan emosi (facial expresssion), perubahan suara dan intonasi (vocal expression), dan media dengan isi yang dapat mendeteksi aspek emosional (textual expression).

Jika mengaitkan dengan penjelasan di atas maka teks merupakan bagian penting dalam memanifestasi emosi, dan di sinilah fiksi masuk menjadi bagian dari usaha pemasaran. Fiksi di sini dapat berupa tulisan dalam sebuah blog atau kolom media sosial, atau tayangan seperti film yang memiliki tokoh dan cerita di dalamnya.

Beberapa tahun ke belakang, banyak jenama yang menggunakan fiksi dalam usaha pemasaran mereka, seperti menciptkan iklan-iklan yang berupa film pendek. Tahun ini, salah satu bank swasta membuat iklan berupa film pendek berjudul “Juang x Gema” yang menceritakan tentang hubungan kakak beradik setelah kepergian ibu mereka. Ada juga iklan dari salah satu perusahaan transportasi yang membuat iklan berupa film pendek yang dimainkan oleh Ray Sahetapy bertajuk “Pulang”. Film ini bercerita tentang perjuangan seorang ayah yang terpisah dengan putrinya dan selalu mendambakan dapat pulang kembali ke tempat anaknya.

Dalam menciptakan fiksi ketika melakukan emotional marketing, sebuah jenama biasanya akan mengangkat sebuah isu yang saat ini sedang dekat dengan masyarakat, seperti contohnya melakukan donasi dari beberapa persen hasil penjualan kepada korban bencana, atau kisah sebuah keluarga. Dengan kisah menyentuh emosi, konsumen potensial diberi pengalaman yang membuat mereka akan selalu ingat terhadap jenama tersebut, sehingga mereka pun akan membeli produk yang ditawarkan karena secara psikologis mereka pernah mengalami keterikatan dengan konten promosi dari jenama tersebut. (Aprilia Kristiana Tri Wahyuni, S.Pd., MA., Dosen Akuntansi UAJY yang fokus mempelajari Linguistik Bahasa Indonesia dan juga aktif dalam menulis karya sastra (novel) yang telah diterbitkan di penerbit-penerbit mayor)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X