Perpres Cacat

Photo Author
- Rabu, 1 Oktober 2025 | 07:50 WIB
Dr. Benediktus Hestu Cipto Handoyo, SH., MH.
Dr. Benediktus Hestu Cipto Handoyo, SH., MH.

KRjogja.com - PERATURAN Presiden Nomor 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional (Perpres 83/2024) sejatinya diumumkan dengan tujuan mulia yakni memastikan anak-anak dari PAUD hingga SMA memperoleh makanan bergizi gratis dalam rangka pemenuhan gizi anak bangsa. Namun, di balik itu semua tersembunyi cacat formil dan substantif yang menjadikan regulasi ini lebih mirip ancaman daripada perlindungan. Tidak hanya ribuan anak menjadi korban keracunan massal, tetapi secara hukum Perpres ini juga sarat potensi dibatalkan melalui judicial review di Mahkamah Agung.

Ada beberapa ketentuan yang berpotensi dibatalkan oleh Mahkamah Agung.
Pertama, Pasal 4 huruf g menyatakan bahwa BGN memiliki “fungsi lain yang diberikan oleh Presiden” adalah formulasi delegasi blanko yang bertentangan dengan asas kepastian hukum dalam Pasal 5 huruf a UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Norma ini membuka ruang Presiden memberikan kewenangan tanpa batas di luar kontrol UU, padahal teori ultra vires menegaskan lembaga eksekutif tidak boleh bertindak melampaui delegasi yang jelas.

Kedua Pasal 5 ayat (2) memberi kewenangan penuh kepada Presiden untuk mengubah sasaran penerima manfaat gizi nasional. Padahal, sasaran program ini menyangkut hak sosial yang seharusnya diatur undang-undang, bukan sekedar Perpres. Ketiga, Pasal 51 ayat (2) dan ayat (3) memberi hak keuangan bagi Kepala setingkat menteri dan Wakil Kepala setingkat wakil menteri. Ketentuan ini bertentangan dengan UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang secara limitatif mengatur jabatan menteri dan wakil menteri. Presiden tidak memiliki kewenangan membentuk pejabat “setingkat menteri” hanya melalui Perpres. Teori hierarki norma Hans Kelsen menegaskan norma lebih rendah (Perpres) tidak boleh menciptakan kedudukan hukum baru yang tidak didukung UU. Keempat, Pasal 52 huruf b menyebut pendanaan dapat bersumber dari “sumber lain yang sah dan tidak mengikat”. Frasa multitafsir ini rawan menjadi celah korupsi dan masuknya kepentingan swasta atau asing tanpa kontrol. Dari perspektif theory of open texture (Hart), norma kabur seperti ini membuka ruang penyalahgunaan dan manipulatif.

Kelima, Pasal 55 sampai Pasal 58 mengatur peralihan kewenangan dari Badan Pangan Nasional ke BGN tanpa landasan undang-undang, dimana Presiden justru menghapus sebagian kewenangan lembaga lain yang akan menimbulkan benturan kewenangan yang seharusnya hanya bisa dilakukan oleh UU, bukan sekadar Perpres. Teori pembagian kewenangan (distribution of powers) menuntut kejelasan agar tidak terjadi konflik antar lembaga. Keenam, Pasal 59 memungkinkan Presiden melakukan penunjukan langsung pejabat pimpinan tinggi madya dalam lima tahun pertama. Hal ini melanggar prinsip merit system yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN yang kemudian dipertegas oleh UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN. Seleksi terbuka adalah syarat mutlak untuk mencegah politisasi jabatan.

Terlepas dari itu ketentuan normative tersebut, data empirik menunjukkan hingga September 2025 tercatat 4.711 anak keracunan akibat program ini, sementara jaringan pemantau pendidikan melaporkan 6.452 korban. BPOM menemukan bakteri patogen di berbagai daerah. Fakta ini menegaskan bahwa ketiadaan standar keamanan pangan dalam Perpres bukan kekhilafan teknis, melainkan kegagalan regulasi yang berujung pada pelanggaran hak asasi anak.

Dari sisi teori hukum, Perpres 83/2024 gagal memenuhi asas lex certa dan rechtssicherheit (kepastian hukum). Oleh karenanya Judicial Review ky guye Mahkamah Agung menjgadi jalan konstitusional karena Perpres adalah peraturan di bawah undang-undang. Baik cacat formil berupa delegasi berlebihan, maupun cacat materiil berupa konflik dengan UU yang lebih tinggi, merupakan alasan kuat untuk pembatalan. Mahkamah Agung dituntut menunjukkan keberanian yudisialnya guna menegakkan prinsip negara hukum, melindungi generasi muda, dan memulihkan kepercayaan publik. Program makan bergizi gratis akan bermakna bila disertai regulasi yang transparan, aman, dan akuntabel. Tanpa itu, apa yang disebut “hadiah negara” hanyalah racun terselubung. (Dr Benediktus Hestu Cipto Handoyo SH MH TACB, Dosen Fakultas Hukum UAJY)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X