Kafe, Kampus, dan Modal Manusia Generasi Baru

Photo Author
- Minggu, 2 November 2025 | 15:30 WIB
Theresia Agung Maryudi Harsiwi, SE., M.Si.
Theresia Agung Maryudi Harsiwi, SE., M.Si.

KRjogja.com - BEBERAPA tahun terakhir, di berbagai kota dipenuhi kafe untuk mahasiswa. Di setiap sudut meja, mahasiswa membuka laptop, berdiskusi, mengerjakan tugas, menyiapkan presentasi, atau sekadar menatap layar sambil menyeruput secangkir kopi. Pertanyaannya: apakah ini pertanda mahasiswa kini kehilangan ruang belajar di kampus, atau justru menemukan cara baru yang lebih cocok dengan zamannya?

Di Yogyakarta misalnya, kafe-kafe di kawasan Gejayan, Demangan, Pogung, hingga Kotabaru tidak pernah sepi sejak siang hingga malam. Di sana, mahasiswa berdiskusi ide riset, menyusun proposal bisnis, atau merancang kegiatan sosial. Fenomena serupa tampak pula di Bandung dan Malang, warkop modern menjadi 'ruang hibrida' antara kelas, kantor, dan studio kreatif. Di ruang-ruang inilah batas antara belajar, bekerja, dan berjejaring melebur dan justru melahirkan cara belajar baru yang lebih organik dan kontekstual dengan dunia kerja digital.

Kafe sebagai Laboratorium Human Capital

Kafe bukan sekadar tempat nongkrong, melainkan laboratorium kecil pembentuk human capital dan social capital baru generasi baru, tempat mahasiswa belajar berkolaborasi, mengatur waktu, memecahkan masalah, bahkan bernegosiasi di luar sistem akademik formal.

Laporan Human Capital Project Bank Dunia (2018) menegaskan kualitas manusia tak lagi cukup diukur dari lamanya duduk di bangku kuliah, tetapi oleh kualitas lingkungan belajar, kesehatan mental, interaksi sosial, dan keterampilan abad ke-21 seperti kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi. Selaras dengan itu, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD, 2020) menegaskan konsep human capital ecosystem, yakni proses pembentukan kompetensi manusia itu lahir dari interaksi antara kampus, dunia kerja, dan komunitas sosial. Dalam konteks ini, kafe mahasiswa berperan sebagai 'simpul belajar' baru, tempat ketiganya bertemu dan saling memperkaya.

Diskusi informal di kafe sebenarnya adalah latihan kepemimpinan dan komunikasi. Mahasiswa belajar menyampaikan ide, membangun kepercayaan diri, memecahkan masalah, menanggapi kritik, hingga mengelola konflik kecil dalam kelompok. Aktivitas sederhana ini membentuk soft skills yang tidak selalu diajarkan di kelas, tetapi justru paling dicari di dunia kerja. Tidak mengherankan, banyak mahasiswa justru merasa lebih fokus dan produktif di kafe ketimbang di ruang kelas yang serba formal.

Modal Manusia Generasi Baru

Dalam satu dekade terakhir, muncul konsep digital human capital (Brennen & Kreiss, 2016; Deloitte, 2021), yakni kemampuan seseorang memanfaatkan teknologi digital untuk belajar, berkolaborasi, dan berinovasi. Aktivitas mahasiswa di kafe mulai dari mencari referensi daring, bekerja dalam tim virtual, hingga menyiapkan konten kreatif adalah contoh nyata terbentuknya digital capital. Di sisi lain, Ulrich (2021) menekankan pentingnya social dan emotional capital, yaitu kemampuan untuk berempati, berinteraksi, bekerja sama, dan mengelola hubungan sosial. Di kafe mahasiswa belajar memahami perbedaan, mengatur dinamika kelompok, belajar menghargai perbedaan, hingga menumbuhkan kepercayaan. Dari meja-meja kopi itulah sering lahir komunitas riset kecil, kelompok wirausaha muda, hingga proyek sosial yang berdampak nyata. Lebih jauh lagi, Wrzesniewski dan Dutton (2001) memperkenalkan konsep job crafting, di mana seseorang menyesuaikan perannya agar selaras dengan nilai dan kekuatan diri.

Bagi kampus, fenomena ini seharusnya tidak dipandang sebagai ancaman, melainkan peluang. Ruang belajar perlu dirancang lebih fleksibel, terbuka, dan kolaboratif. Bagi dunia industri, paradigma rekrutmen juga mesti berubah. Selain IPK, dunia kerja sebaiknya menilai rekam jejak keterlibatan mahasiswa dalam proyek kolaboratif, kemampuan digital, dan inisiatif yang sering tumbuh dari ruang-ruang informal seperti kafe. Di situlah employability generasi baru terbentuk di era dinamis saat ini.

Kafe yang ramai mahasiswa bukanlah tanda kemalasan atau pelarian dari kampus, melainkan simbol transformasi cara belajar generasi muda yang lebih mandiri, sosial, dan digital. Di tempat-tempat itulah mereka sedang menanam investasi baru dalam bentuk human capital yang tak hanya kognitif, tapi juga emosional dan kolaboratif. Sebab di balik riuhnya obrolan dan aroma kopi, sesungguhnya sedang tumbuh generasi profesional baru yang belajar, berpikir, dan berjejaring dengan caranya sendiri. (Theresia Agung Maryudi Harsiwi, SE., M.Si., Dosen FBE UAJY)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X