Ada Apa dengan Perguruan Tinggi Swasta Saat Ini?

Photo Author
- Minggu, 16 November 2025 | 22:55 WIB
Dr.Dra.Damiasih, MM., M.Par., CHE., CGSP
Dr.Dra.Damiasih, MM., M.Par., CHE., CGSP


KRjogja.com - BEBERAPA tahun terakhir ini fenomena menurunnya jumlah mahasiswa baru di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di negara ini menjadi pembicaraan hangat dibeberapa kalangan khususnya masyarakat pendidikan tinggi. Banyak tokoh yang mengulas topik hangat tersebut di beberapa flatform media (televisi, media cetak, media sosial, talkshow dan diskusi). Kegiatan-kegiatan tersebut dimaksudkan untuk mengurai permasalahan yang ada, dan mencari pemecahannya sehingga fenomena ini tidak menjadi berkepanjangan. Fenomena ini menjadi menarik karena PTS telah menjadi salah satu pilihan mahasiswa di negeri ini untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi. Namun pada saat ini PTS dihadapkan pada banyak tantangan dan perubahan secara mendalam. Tantangan yang sangat tampak jelas adalah persaingan dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan harus menghadapi perubahan untuk beradaptasi supaya dapat bertahan dan bersaing.

Perubahan yang signifikan terjadi terhadap PTS adalah adanya dasar pengelolaan (harus jelas penyelenggara pendidikannya), pendanaannya, dan kurikulum sebagai urat nadi pendidikan tinggi. Pemerintah telah berupaya memberikan bantuan terhadap PTS supaya tetap berkualitas, akan tetapi tantangan yang dihadapi juga tidak ringan (kepercayaan,fasilitas pendidikan yang cenderung mandiri dikelola PTS). Di era generasi yang dilingkupi oleh teknologi ini, PTS dapat dikatakan kurang beruntung karena beberapa tahun terakhir ini jumlah mahasiswa semakin menurun, sedangkan sumber utama operasional PTS berasal dari jumlah mahasiswa. Saat ini di Indonesia ada lebih dari 4200 Perguruan Tinggi baik Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut, maupun Universitas (Data Kemendikbudristek per 2024). Dari data tersebut ada 63,7% PTS dan 36,3% PTN, artinya PTS masih mendominasi level pendidikan tinggi di negeri ini.

Berikut beberapa faktor penyebab menurunnya jumlah mahasiswa di PTS:
1. Persaingan ketat dengan PTN (adanya pendapat yang melekat bahwa PTS adalah pilihan studi nomor dua setelah PTN),
2. Persepsi kurang tepat dan pengakuan sosial yang kurang terhadap kualitas PTS.
3. Faktor ekonomi (daya beli yang melemah karena situasi perekonomian yang kurang menguntungkan semenjak adanya pandemi beberapa tahun terakhir),
4. Perubahan tren ketenagakerjaan (perusahaan yang lebih mengutamakan lulusan PTN dibanding PTS).

Persaingan dunia perguruan tinggi antara PTS dan PTN sudah bukan rahasia lagi, persaingan dalam mencari mahasiswa di lapanganpun juga semakin ketat. Terlebih-lebih bagi PTN yang dapat membuka pintu menarik bagi calon mahasiswa dengan berbagai model, semakin membuat PTS menjerit. PTS tidak disokong dana dari pemerintah untuk operasionalnya, kelengkapan fasilitas dan ketersediaan SDM harus dipenuhi oleh PTS secara mandiri, dan hal ini semakin membuat PTS terhimpit oleh berbagai persyaratan dan upaya membangun kepercayaan masyarakat.

Pola pandang bahwa PTS adalah pilihan kedua setelah PTN, biaya di PTS mahal, atau PTS tidak memiliki fasilitas pendidikan lengkap sudah bukan saatnya lagi dijadikan alasan mendasar untuk mengesampingkan kualitas PTS. Masih melemahnya kondisi perekonomian semenjak pandemi beberapa waktu lalu juga menjadi pertimbangan masyarakat dalam menentukan pilihan studi. Selain itu masih adanya beberapa perusahaan yang lebih mengutamakan lulusan PTN dalam perekrutan karyawan. Hal ini semakin menambah beban PTS dalam memenangkan persaingan dipasar global.

Bila hal-hal tersebut dibiarkan terus-menerus tanpa adanya upaya merubah paradigma tentang kualitas PTS, maka tidak menutup kemungkinan suatu saat PTS akan tiarap secara pelan-pelan. Beberapa waktu yang lalu, sebenarnya sudah ada upaya pemerintah untuk membuat kualitas pendidikan tinggi di negeri ini semakin baik khususnya bagi PTS yakni dengan adanya gerakan merger beberapa PTS untuk menyatu dalam manajemen yang sama, juga adanya wacana PTS yang memiliki total student body kurang dari 1000 mahasiswa dapat merger dengan PTS yang serumpul ilmu. Hal ini sangat menarik karena memiliki tujuan untuk memudahkan pengelolaan kualitas, sehingga tolok ukur kualitas PTS dapat disetarakan dengan PTN.

Namun fakta dilapangan tidaklah semudah membalik telapak tangan, banyak permasalahan yang pelik dan membutuhkan langkah solutif yang tepat guna dan tepat sasaran dan hal tersebut sangat tidak mudah. Bila PTS dapat ditingkatkan kualitasnya seperti rencana program tersebut, maka kualitas PTS dan PTN dapat di setarakan dan persaingan menjadi sangat sehat. Masyarakatpun akan mudah dalam menentukan pilihan untuk melanjutkan studi, tidak lagi banyak pertimbangan antara PTN dan PTS karena mempunyai kualitas yang setara.

Tidak dipungkiri saat ini masih ada beberapa PTS yang belum memenuhi standar yang dapat disetarakan dengan PTN, akan tetapi solusi terbaik saat ini adalah dengan menghapus pola pikir bahwa PTS adalah perguruan tinggi kelas dua, tidak berkualitas, mahal, dan hanya PTN yang bagus. Dengan mengedukasi dan mengangkat prestasi-prestasi PTS, meningkatkan kolaborasi dan kerjasama dengan berbagai pihak, menunjukkan bahwa PTS memiliki akreditasi yang unggul, memiliki sumber daya manusia yang tidak kalah dengan PTN (doktor, profesor), juga memberikan kesempatan dan peluang yang sama dalam perekrutan lowongan kerja baik dari pemerintah maupun dari sektor swasta. Disegerakan bahwa perusahaan dapat lebih mengutamakan ketrampilan, kemampuan dan pengalaman dan bukan semata-mata asal dari PTN. Dengan perubahan pandangan masyarakat ini, maka lulusan PTS mendapatkan kesempatan yang sama dalam bersaing untuk berkiprah di industri. Melalui ekplorasi keunggulan-keunggulan PTS dari segala sisi, maka lambat laun masyarakat akan teredukasi bahwa PTS itu setara dengan PTN dan tidak lagi ada labelisasi perguruan tinggi kelas satu atau dua. Salam Pendidikan !
(Dr.Dra.Damiasih, MM., M.Par., CHE., CGSP, Dosen Stipram Yogyakarta)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X