opini

Memahami Sistem Pendidikan Merdeka

Senin, 11 Mei 2020 | 08:32 WIB
Ilustrasi Photo by Jed Villejo on Unsplash

Ki Sugeng Subagya

Praktisi Pendidikan dan Kebudayaan

KI HADJAR Dewantara (KHD), mendesain sistem pendidikan nasional sebagai pendidikan merdeka. Pendidikan merdeka ialah pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa dan sesuai dengan cita-cita manusia merdeka. Masyarakat tertib-damai dan manusia salam bahagia. Hamemayu hayuning bawana (Sri Sultan Hamengku Buwono I).

Ada jarak waktu hampir satu abad gagasan pendidikan merdeka muncul kembali sebagai merdeka belajar (1922- 2019). Kemunculannya bukan tanpa sebab. Kini sistem pendidikan nasional kita sedang dalam kebingungan. Sebagaimana prediksi KHD dalam butir ke-3 Azas Tamansiswa 1922.

KHD menyatakan, zaman yang akan datang, maka rakyat kita ada di dalam kebingungan. Seringkali kita tertipu oleh keadaan. Yang kita pandang perlu dan laras untuk hidup kita padahal itu adalah keperluan bangsa asing yang sukar didapatnya dengan alat penghidupan kita sendiri.

Demikianlah kita acapkali merusak sendiri kedamaian hidup kita. Selanjutnya KHD mengatakan, kita sering juga mementingkan pengajaran yang hanya menuju terlepasnya fikiran. Padahal pengajaran itu membawa kita kepada gelombang penghidupan yang tidak merdeka dan memisahkan orang-orang yang terpelajar dengan rakyatnya.

Bentuk Penindasan

Praktik pendidikan yang selama ini terjadi disinyalir masih merupakan bentuk-bentuk penindasan. Jangankan pendidikan yang memerdekakan, kebutuhan anak didik dan perbedaan individual mereka tidak diperhatikan dalam proses pembelajaran. Di sekolah, anak-anak hanya pasif menerima informasi yang sebagian besar tidak relevan dengan kebutuhannya.

Para guru dengan cara dan sikap mengedepankan otoritasnya menuang pengetahuan tanpa memperhatikan kebutuhan anak didik. Kreativitas anak didik dimatikan, inisiatifnya dikekang dengan instrumen berupa paksaan, hukuman, dan ketertiban. Konsep belajar dibelokkan ke arah pengertian mengajar dan diajar.

Semangat mencari sendiri pengetahuan yang dibutuhkan dibatasi oleh kemauan para pengajar yang menyebabkan anak didik tumpul daya kritisnya dan malah menyuburkan sikap membeo. Anak didik dianggap sama potensi dan kebutuhannya. Perbedaan individual diabaikan.

Sekolah tak ubahnya pabrikan. Semua anak didik dimasukkan kedalam cetakan yang seragam menurut ukuranukuran yang ditetapkan. Kurikulum yang sesungguhnya sebagai lintasan yang harus dilalui anak didik mencari sendiri dan menemukan pengetahuan yang dibutuhkan, berubah menjadi lorong-lorong sempit berdinding tinggi dan tebal layaknya lorong penjara.

Sekalipun materi kurikulum tidak ada hubungannya dengan kebutuhan dan tujuan hidup anak didik, tetap dipaksakan dijejalkan sedemikian rupa. Sehingga anak didik terpaksa harus menelannya. Pendidikan yang tidak memerdekakan sebenarnya merupakan fenomena global.

Tidak mengherankan jika kemudian Ivan Illich ingin membebaskan masyarakat dari sekolah, De-Schooling Society. Everett Reimer dengan gagasan Schools is dead: alternatives in education menawarkan solusi pendidikan merdeka. Di Amerika Selatan, Paolo Freire menyebut sistem pendidikan yang sedang berjalan merupakan alat utama untuk menindas rakyat miskin.

Halaman:

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB