opini

Dilema Kuliah Daring

Rabu, 22 April 2020 | 07:15 WIB
Ilustrasi photo by Thought Catalog on Unsplash

Oleh : Aris Setiawan MSn

Pengajar di ISI Surakarta

BEBERAPA waktu lalu, harian ini mengamati urgensi perpanjangan waktu belajar online bagi para siswa agar meminimalisir risiko penyebaran covid-19. Hal ini dikuatkan dalam tajuk rencana KR (1/4/20) bahwa perpanjangan belajar daring (study from home) penting untuk dievaluasi.

Sebelumnya, berdasarkan surat edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor 369- 62/MPK.A/HK/2020, segala kegiatan belajar mengajar baik di sekolah maupun di kampus (perguruan tinggi) dialihkan menjadi metode daring. Sayangnya, pelaksanaannya masih banyak menemui kendala di lapangan.

Hasrul Eka Putra (2020) menjelaskan bahwa masalah utama yang jamak terjadi dalam pembelajaran daring adalah terjadinya kesenjangan (disparitas) pembangunan teknologi informasi komunikasi (TIK) yang dialami di sebagian besar wilayah Indonesia. Pada tahun 2018 selisih indeks antara provinsi tertinggi dan terendah dalam kesiapan perangkat TIK melebar dari tahun sebelumnya, dari 3,45 menjadi 3,85.

Tidak semua orang memiliki perangkat yang memadai untuk bekerja (melakukan perkuliahan dan belajar) secara daring. Selain terbatasnya komputer sesuai kapasitas, smartphone yang dimiliki oleh hampir setiap orang, sejak awal tidak diperuntukkan bagi kerja demikian. Smartphone justru lebih difungsikan sebagai sarana hiburan dan bermain media sosial.

Dunia Kampus

Harus jujur diakui bahwa rata-rata kampus di Indonesia gagap dalam menyikapi metode itu. Tidak adanya teknis dan sistem yang memadai dalam mengubah pertemuan kelas menjadi pertemuan daring. Akibatnya, yang muncul adalah keluhan dan polemik baru.

Permasalahan yang sempat viral, mahasiswa memprotes karena perkuliahan daring hanya berisi setumpuk tugas-tugas dari dosen yang harus dikerjakan kemudian dikumpulkan lewat email. Begitu seterusnya, monoton, membosankan dan terlalu membebani mahasiswa.

Kegagapan dosen dan lebih umum lagi kampus dalam menerapkan metode e-learningm menjadi cukup masuk akal. Berdasarkan survei yang dilakukan Menristekdikti, pada Mei 2019, hanya 15-20 persen dari total 4.741 kampus di Indonesia yang telah siap menerapkan e-learning. Itupun dengan ketentuan bahwa satu pihak (seperti dosen ñpengajar-) harus berada di kampus dengan menggunakan fasilitas yang telah tersedia, sementara mahasiswa atau peserta kuliah dapat berada di mana saja.

Dengan kata lain, kuliah daring tidak dilakukan dari rumah masing-masing pihak sebagaimana instruksi pemerintah saat ini. Kesenjangan Digital Akibatnya, ketika status belajar daring diterapkan, yang terjadi kemudian adalah chaos atau kekacauan.

Salah satu sebabnya, kuliah daring tidak akan berjalan tanpa adanya koneksi internet yang baik. Di Indonesia sendiri kapasitas koneksi jaringaninternet tidak merata, bahkan di beberapa daerah (terutama di luar Jawa) dapat dibilang buruk atau tidak terkoneksi sama sekali.

Kesenjangan digital mengharuskan mahasiswa mencari akal dengan mendatangi tempat-tempat atau daerah yang terkoneksi internet agar dapat melakukan kuliah daring. Hal itu membuat mereka meninggalkan rumah, kembali bertemu banyak orang dengan risiko ancaman tertular Covid-19.

Sementara untuk mahasiswa yang daerahnya memiliki jaringan digital kuat juga harus membeli kuota internet. Kuliah daring mengharuskan mereka mengisi jatah kuota internet lebih besar ñkata lain, mahal- dari biasanya, terutama untuk mengunduh materi-materi yang dikirimkan oleh dosennya.

Halaman:

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB