opini

Saham Freeport

Kamis, 31 Agustus 2017 | 17:17 WIB

SECARA mengejutkan Freeport tiba-tiba menyetujui tuntutan Indonesia dalam perundingan. Tuntutan itu terdiri : perubahan Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dengan persyaratan IUPK terdiri : smelterisasi, divestasi saham 51%, dan tax regime.

Padahal minggu lalu Freeport, melalui juru bicaranya, telah membantah klaim Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan bahwa Freeport sudah menerima divestasi saham 51%. Barangkali perubahan sikap Freeport itu salah satunya dipicu sikap keras Presiden Jokowi. Bahwa IUPK dengan kewajiban smelterisasi dan divestasi saham 51% †merupakan harga mati yang tidak bisa diotak-atik lagi.

Persetujuan Freeport itu menunjukkan bahwa posisi Indonesia saat ini di atas angin dalam perundingan dengan Freeport, yang sudah mengakomodasi tuntutan Indonesia. Hanya persetujuan Freeport terkait syarat IUPK untuk smelterisasi dan divestasi saham 51% masih harus dijabarkan lebih terperinci lagi.

Penjabaran tersebut menyangkut smelterisasi yang mewajibkan Freeport inves untuk membangun smelter. Atau Freeport harus memroses dan memurnikan di smelter dalam negeri. Sementara, investor asing dan BUMN bisa membangun smelter tersebut. “Berdasarkan pembangkangan Freeport dalam memenuhi kewajiban smelterisasi yang selama ini dilakukan Freeport, perlu diatur sanksi bagi Freeport kalau tidak memenuhi target smelterisasi ditetapkan.

Demikian juga dengan pengaturan divestasi 51% saham, terkait dengan mekanisme pelepasan saham hinggi 51% dan penetapan harga jual saham. Mekanisme divestasi harus dilakukan penawaran langsung kepada BUMN. Alternatifnya, divestasi saham 51% melalui Initial Public Offer (IPO) di pasar modal. Lalu, metode penetapan harga jual saham juga harus diatur. Salah satunya adalah penetapan variabel cadangan tambang. Saat Freeport melepas saham 10% tahun lalu dengan masukkan cadangan hingga 2021. Dampaknya, penetapan harga saham saat itu tinggi sekali, bahkan over value.

Kalau penetapan harga divestasi saham 51% juga memasukkan nilai cadangan hingga 2041, over value harga saham akan terjadi lagi. Sehingga Indonesia lagi-lagi tidak sanggup membeli saham Freeport. Sedangkan untuk tax regime perlu diatur dalam penggunaan prevailing, besarnya pajak dan royalty yang berubah seiring dengan perubahan peraturan yang berlaku. Untuk itu, perlu ditetapkan batas bawah dan batas atas dalam penetapan perubahan tarif pajak dan royalty. Kalau akal-akalan Freeport benar terjadi, maka persetujuan Freeport divestasi 51% sama saja bohong. Artinya, Freeport tidak benar-benar memenuhi tuntutan Indonesia seperti yang sudah diputuskan dalam perudingan.

Tanpa pengaturan substansi persyaratan IUPK itu secara terperinci berpotensi menimbulkan konflik baru. Lantaran Freeport akan membuat akal-akalan mirip divestasi saham yang diterapkan pada zaman Rezim Soeharto dan Papa Minta Saham. Sehingga Freeport tetap saja pemegang mayoritas saham. Modus lain yang pernah diterapkan Freeport adalah menetapkan harga saham sangat tinggi, yang over value. Akibatnya, Pemerintah tidak sanggup membeli saham Freeport. Lagi-lagi Freeport tetap menggenggam mayoritas saham. Persoalan lain yang timbul: siapakah yang harus membeli saham Freeport hingga 51%?. Kalau Pemerintah menggunakan APBN sudah tidak akan sanggup untuk membeli 51% saham Freeport. Idealnya, konsorsium atau Holding BUMN saham yang harus membeli saham. Sekaligus menjadi operator tambang Freeport, setelah 51% saham dikuasai Indonesia.

Memang banyak pihak yang meragukan kemampuan Indonesia untuk mengelola Freeport secara mandiri. Mereka meragukan kemampuan SDM, teknologi, dan kecukupan modal yang dimiliki Indonesia. Namun, sesungguhnya tidak ada alasan untuk meragukan Indonesia dalam mengelola Freeport secara mandiri. Alasannya? Karena 98% SDM Freeport adalah anak-anak bangsa Indonesia, yang nantinya akan tetap bekerja di Freeport. Kalau masih dibutuhkan expert asing bisa saja direkrut. Demikian juga kalau butuh teknolologi bisa juga dibeli. Ini seperti yang dilakukan Freeport selama ini.

Halaman:

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB