Kedua, kado Dirgahayu Kemerdekaan RI ke-72. Bahwa untuk memberi hadiah kemerdekaan bagi bangsa Indonesia dapat dilakukan dengan hal-hal unik tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar, salah satunya dengan cukup menggunakan pakaian adat di acara resmi kenegaraan. Peristiwa budaya tersebut tidak hanya menuai pujian bagi presiden dan wapres, namun juga melahirkan rasa kebanggaan anak bangsa akan budaya Indonesia. Beragam komentar di media sosial menjadi bukti akan kebanggaan menjadi bagian dari Indonesia.
Ketiga, penggunaan pakaian adat Bugis-Makassar, Jawa, dan juga Bali merupakan pesan simbolik akan arah masa depan Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa budaya Bugis-Makassar adalah representasi kejayaan maritim Indonesia; budaya Jawa adalah representasi kekuatan agraris bangsa Indonesia; dan budaya Bali merupakan representasi dari kekuatan dan keunikkan budaya lokal Indonesia. Tentu Presiden Jokowi paham ketiga pakaian adat tersebut tidak bisa menjadi ukuran representasi budaya Indonesia yang memiliki sekitar 1.340 jenis suku di Indonesia, namun simbol maritim, agraris, dan budaya lokal merupakan tiga pilar kekuatan Indonesia di masa akan datang.
Karena itu, peristiwa budaya penggunaan pakaian adat Indonesia lintas ataupun satu budaya menjadi penting di tengah 'sakitnya' kehidupan berbangsa dan bernegara. Bukan sekadar mengingatkan dan mengapresiasi kebhinnekaan yang tunggal Ika, namun juga sebagai tonggak awal kebangkitan bangsa Indonesia di masa yang akan datang melalui kejayaan laut, kekuatan agraris, serta keunikan dan kekayaan budaya. Bukan begitu? Semoga!
(Prof Dr Sutrisna Wibawa MPd. Rektor dan Guru Besar Bahasa Jawa FBS Universitas Negeri Yogyakarta, serta Ketua Umum Ikatan Dosen Bahasa Daerah Indonesia. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Jumat 18 Agustus 2017)