opini

Benarkah DIY Surplus Beras?

Jumat, 28 April 2017 | 07:53 WIB

PRODUKSI padi di DIY masih surplus dan diproyeksikan tetap berada dikisaran 920 ton pada 2017, meskipun terjadi alih fungsi lahan yang tinggi. Alih fungsi lahan yang ditanami padi di DIY rata-rata berkurang sekitar 200 ha per tahun yang kini luasan lahan padi hanya 355.650 ha. Menurut Kepala Dinas Pertanian DIY, Sasongko. Bahwa dengan alih fungsi lahan tersebut ada mekanisasi yaitu dengan percepatan pola tanam sehingga tanam dan panen menjadi serentak (Kedaulatan Rakyat, 6/3).

Informasi dari Kepala Dinas Pertanian DIY tersebut menimbulkan pertanyaan-pertanyaan berikut ini : (1) Bagaimana metode pengambilan data dari lapangan? (2) Bagaimana menentukan kondisi surplus padi?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul berdasarkan atas logika dan rasionalitas. Data dari BPS DIY tertulis, produksi padi DIY sejak tahun 2013 sampai 2016 dan diproyeksikan tahun 2017 ini berkisar 920.000 ton per tahun. Dengan demikian tampak jelas jumlah produksi padi di DIY itu dalam kondisi stagnan (tidak menurun secara significan).

Barangkali data dari BPS DIY itu tidak benar dan selaras dengan data produksi gabah nasional yang diungkapkan BPS Pusat ternyata kelebihan perhitungan. Menurut Prof. Muhammad Husein Sawit (pakar perberasan) pada 27 Mei 2014 di Jakarta, bahwa jumlah produksi gabah nasional sebanyak 42,9 juta ton. Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) menghitungnya sebanyak 67,3 juta ton. Sehingga terjadi kelebihan perhitungan produksi gabah nasional yang dilakukan BPS sebesar 24,9 juta ton.

Pengertian surplus padi dapat dimaksudkan sebagai hasil produksi beras DIY dapat mencukupi kebutuhan konsumsi beras bagi seluruh penduduk DIY, atau lebih populer dikatakan bahwa DIY dalam kondisi swasembada beras. Hal ini benar-benar tidak rasional karena jumlah penduduk DIY yang setiap hari makan nasi semakin meningkat pesat dari tahun ke tahun. Sementara penyempitan lahan sawah di DIY semakin luas dan cepat. Termasuk akan dibangunnya banyak jalan tol di DIY dan Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS) yang menggunakan lahan sawah subur.

Polemik 1989

Masalah produksi padi (beras) di DIY pernah menjadi polemik antara pihak dinas pertanian dengan pihak akademisi. Pada tahun 1989 (28 tahun yang lalu) saya menulis artikel opini berjudul : Kebutuhan Pangan DIY Tahun 2000, yang dimuat Harian Kedaulatan Rakyat terbitan 2 Februari 1989, dengan substansi analisis data sekunder dari Bappeda DIY mengenai target dan realisasi produksi pangan terutama beras di DIY, jumlah penduduk DIY, dan luas lahan sawah DIY.

Tulisan artikel opini tersebut ditanggapi Humas Kanwil Departemen Pertanian DIY Imam Subroto dengan tulisan artikel opini berjudul : Supra Insus Mantapkan Swasembada Beras, yang dimuat Harian Kedaulatan Rakyat terbitan 16 Februari 1989. Tulisan artikel opini tanggapan Imam Subroto tersebut saya tanggapi balik dengan tulisan saya berjudul : Prof. Mubyarto Pun Meragukan Swasembada Beras DIY yang dimuat Harian Kedaulatan Rakyat terbitan 23 Februari 1989.

Halaman:

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB