opini

Kuasa Jempol

Jumat, 21 April 2017 | 22:38 WIB

SUDAH menjadi rahasia umum, di jagat media sosial, jempol memiliki kekuasaan absolut. Ia mempunyai energi besar mengukir penanda zaman. Bahkan meruntuhkan sang zaman. Ia juga dipercaya menjadi eksekutor dalam menjalankan proses komunikasi lewat media sosial. Lewat ujung jempol, seluruh proses komunikasi di jagat media sosial berlangsung gegap gempita. Sang jempol menjadi medium baik hati saat pengguna media sosial menjalankan proses komunikasi dengan pendekatan komunikasi cinta.

Hal itu terlihat pada aktivitas penyebaran ilmu pengetahuan yang memberikan kebermanfaatan bagi seluruh umat. Penyampaian informasi tentang sesuatu bernuansa kebaikan. Sebaliknya, sang jempol bersalin kepribadian menjadi eksekutor sadis ketika menyebarkan komunikasi dengki lewat saluran media sosial. Kuasa jempol jahat itu hampir setiap menit dapat disaksikan di lini masa media sosial.

Dalam tiga bulan terakhir, kuasa jempol jahat dengan riang gembira membagikan informasi yang bersifat adu domba terkait dengan kampanye pilkada. Terlebih dalam putaran kedua Pilkada DKI yang dilaksanakan kemarin. Kuasa jempol jahat pun tidak memilih korban. Sri Sultan Hamengku Buwono X juga dijadikan korban. Betapa kekuasaan jempol mampu memorakporandakan banyak hal lewat ëperangí media sosial yang dikendalikannya. Masalah agama, ekonomi, sosial budaya, kinerja pemerintah dan anggota dewan pun tidak luput dari gorengan kuasa jempol.

Kuasa jempol di media sosial menyebabkan kekerasan verbal-visual tumbuh bermekaran. Pelaku kekerasan verbal-visual merelakan hati dan pikirannya mengeras demi mengejar kebenaran yang diyakininya benar. Berdasarkan sifat dan watak semacam itu, media sosial lalu diambil alih dan dikendalikan oleh kuasa sang jempol jahat. Pengejawantahannya, atas kuasa sang jempol jahat, media sosial membungkus kekerasan verbal-visual yang mengeras itu menjadi sebuah komoditas.

Kekerasan verbal-visual kemudian dibranding dan dikomodifikasikan sedemikian rupa agar terjual laris manis. Bentuk konkret komodifikasi kekerasan verbal-visual di media sosial terwadahi di dalam kotak komentar. Wujudnya dapat berupa ikon jempol like, share atau yang paling dahsyat teks komentar bernada nyinyirisme provokatif.

Efek dari komodifikasi kekerasan verbal-visual itu ditengarai menjadi semacam pembibitan generasi baru bagi tunas kekerasan verbal-visual serial berikutnya. Dalam kesehariannya, mereka senantiasa menggali energi negatif berwajah santun namun bertabiat kasar. Mereka memosisikan kekerasan verbal-visual sebagai peradaban baru. Ketika kekerasan verbal-visual diposisikan sebagai peradaban baru. Pada titik ini, dibangunlah mitos dan ideologi baru. Politik peradaban baru tersebut menjanjikan kesanggupannya menyelesaikan permasalahan sosial budaya yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.

Tidak dapat dipungkiri, kekerasan verbal-visual karena ulah kuasa sang jempol menjadi tengara memburuknya kondisi perikehidupan sosial budaya bangsa Indonesia. Hal itu terjadi akibat perubahan drastis tatanilai sosial budaya. Selain itu, tentu dampak rendahnya kualitas budaya komunikasi antarumat manusia yang tercermin lewat media sosial.

Pergeseran tatanilai sosial budaya dan tersendatnya proses komunikasi antarmanusia dalam perspektif budaya komunikasi via media sosial, berujung miskinnya kualitas budaya komunikasi di jagat raya ini. Kini, muncullah realitas sosial yang menyatakan kuasa jempol jahat menjadi barometer napas kehidupan manusia di tengah ketidaktentuan arah, kesimpangsiuran makna, dan ketidakpastian nilai-nilai kemanusiaan.

Halaman:

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB