opini

Urgensi Pengawasan Hakim MK

Selasa, 31 Januari 2017 | 06:11 WIB

MAHKAMAH Konstitusi (MK) melalui putusan MK No. 005/PUUIV/2006 menyatakan bahwa Komisi Yudisial (KY) tidak memiliki wewenang untuk mengawasi hakim MK. Dalihnya, makna hakim yang dimaksud dalam Pasal 24B UUD 1945 adalah hakim agung, tidak termasuk Hakim MK. Selain itu, MK juga beralasan bahwa KY adalah pihak yang dapat menjadi pemohon di MK, oleh karena itu dikhawatirkan akan mempengaruhi independensi dan kemandirian MK dalam memutus perkara.

Perjalanan waktu ternyata menjadikan MK sebagai lembaga super body yang tanpa pengawasan, dan memanfaatkan kemandirian itu untuk mengakali hukum agar lepas dari jeratan hukum. Diawali dengan penangkapan Akil Mukhtar pada Oktober 2013 lalu yang menghenyak publik karena rentetan kasus korupsi Akil yang sudah menggurita. Lalu kembali terjadi beberapa hari lalu dengan ditangkapnya hakim MK yang lain, Patrialis Akbar dengan kasus yang sama yakni korupsi.

Penangkapan hakim MK ini menyita perhatian publik setidaknya karena dua hal. Pertama, sejak awal pendiriannya pasca reformasi, MK adalah lembaga negara yang dikenal bersih, terutama masa kepemimpinan Prof Jimly Asshiddiqie dan Prof Mahfud MD dan dinilai kerap mengeluarkan keputusan yang progresif meskipun mayoritas kontroversial. Pascakedua pimpinan MK ini, kredibilitas MK mulai menurun, puncaknya saat penangkapan Akil oleh MK, bau busuk di tubuh MK mulai tercium.

Kedua, kedudukan hakim MK sebagai pengawal konstitusi dan penegak demokrasi menjadikan hakim MK menyandang sebutan negarawan. Negarawan tidak hanya bermakna orang yang menguasai masalah kenegaraan namun juga orang yang senantiasa disertai dengan kebijaksanaan dan kewibawaan. Di beberapa negara lain yang memiliki MK baik secara kelembagan maupun fungsional, memposisikan hakim MK sebagai orang yang mulia dan agung yang hanya dapat diduduki orang-orang tertentu saja.

Oleh karena itu, tertangkapnya Patrialis Akbar beberapa hari lalu cukup menghenyak publik, lembaga yang paling diakui integritasnya nyatanya dua kali terperangkap di lubang yang sama. MK gagal belajar dari kasus Akil hingga kini masalah yang sama terulang. Meski bagi sebagian pihak, penangkapan Patrialis Akbar ini tidaklah mengherankan, pasalnya sejak awal pengangkatan Patrialis sebagai hakim MK menuai kontroversi.

Dua Langkah

Berkaca pada masalah di atas, ada dua langkah yang patut dilakukan untuk menjaga marwah MK ke depan. Pertama, pengawasan eksternal hakim MK mutlak diperlukan. Dua kasus korupsi Akil dan Patrialis sudah cukup menjadi bukti bahwa kewenangan tanpa pengawasan berpotensi besar terjadinya penyalahgunaan. Pengawasan hakim MK memang tidak serta merta menjamin hilangnya korupsi secara total di tubuh MK, namun paling tidak dapat menekan seminimal mungkin potensi penyalahgunaan wewenang. Kata ‘hakim’ dalam Pasal 24B UUD 1945 harus ditafsirkan secara ekstensif bahwa yang dimaksud adalah termasuk hakim MK. Pengawasan sama sekali tidak akan mengganggu imparsialitas hakim MK dalam memutus perkara, justru sebaliknya dapat menjaga martabat dan integritas hakim MK dalam menangani perkara.

Kedua, perlu ada standar mekanisme pengangkatan hakim MK yang baku. Selama ini pengangkatan sembilan orang hakim MK dilakukan masing-masing tiga orang oleh Presiden, DPR, dan MA dengan prosedur dan tata cara yang berbeda-beda. Disesuaikan dengan suasana, arus politik, dan kepentingan masing-masing lembaga. Sehingga menutup ruang publik untuk memberikan masukan dan saran. Dengan adanya mekanisme yang baku ini, setidaknya transparansi dapat diwujudkan sehingga yang terpilih adalah yang benar-benar layak menduduki posisi hakim MK yang mulia.

Halaman:

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB