opini

Kapan Dunia Belajar Makan dengan Tangan?

Senin, 23 Januari 2017 | 09:42 WIB

BAGAIMANA dan kapan dunia belajar makan dengan tangan? Jawabnya, apabila Indonesia sudah menjadi negara maju dan super, mempunyai kelebihan dan dikagumi bangsa-bangsa lain. Termasuk menata dan mengurus pangan yang dilandasi kecanggihan ilmu pengetahuan mutakhir seperti mengembangkan tanaman transgenik sendiri dan lain sebagainya. Pada era tersebut Indonesia menjadi negara maju sebagaimana cita-cita proklamasi ‘adil, makmur dan sejahtera’.

Bangsa-bangsa lain akan berbondong-bondong studi banding, menimba ilmu dan teknologi lantaran menjadi pusat perhatian dunia. Mereka belajar adat istiadat budaya Indonesia, termasuk cara makannya. Meniru budaya makan dengan tangan merasa bergengsi dan status sosialnya meningkat serta dianggap ‘modern’. Namun selama Indonesia mengurus pangan yang merupakan kebutuhan pokok ‘tidak beres’ maka cara makan dengan tangan akan dipandang aneh, memalukan serta tidak higienis. Bahkan dianggap primitif dan uneducated people.

Untuk memperoleh derajat dan predikat bangsa maju membangun harkat dan martabat bangsa, pertama, kita harus belajar dari sifatsifat baik bangsa Jepang dan Korea. Bangsabangsa tersebut terkenal tertib, disiplin, kerja keras. Juga hidup hemat, tak mudah putus asa dan mengeluh, taat pada peraturan dan tegas dalam penegakan hukum, tidak suka menyalahkan orang lain, dan jeli mengambil peluang pasar. Bangsa Jepang dan Korea terkenal memiliki etos kerja tinggi.

Menurut Dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UI, Ali Akbar (2011) dalam buku 9 Ciri Negatif Manusia Indonesia, manusia itu di mana pun memiliki ciri negatif dan positif. Hanya manusia Indonesia memiliki 90% ciri negatif dan yang positif hanya 10%. Dengan demikian, kita harus dapat menghilangkan sifat-sifat negatif tersebut agar kita dipandang. Untuk mengikis ciri buruk tersebut harus melibatkan ahlinya.

Kedua, menghargai barang buatan sendiri dan kesinambungan dalam pembangunan. Di Jepang sangat sedikit mobil luar Jepang yang lalu-lalang di jalan, mereka lebih menyenangi bikinan sendiri. Orang Korea lebih fanatik lagi, walaupun banyak yang dapat membeli mobil luar, tetapi mereka merasa malu kalau memakai mobil impor. Di sini ahli teknologi yang berperan agar produk kita memiliki daya saing. Di Tiongkok walaupun menganut sistem Komunis, kebijakan pembangunannya berkesinambungan. Mereka selalu berprinsip yang baik diteruskan dan yang jelek ditinggalkan. Di Indonesia cenderung ganti pemerintah ganti kebijakan, yang lama ditinggalkan, sehingga memulai dari nol lagi.

Berdasarkan tinjauan perjalanan sejarah, diperlukan strategi kebijakan pangan yang komprehensif, konsisten, berkelanjutan dan berkesinambungan dari periode ke periode pemerintahan. Strategi kebijakan pembangunan pertanian harus bersifat holistic approach, terintegrasi, terpadu, menyeluruh dan tidak terkotak-kotak pada saat on farm maupun off farm; antarsektor atau kementerian, antarpusat dan daerah dan antardaerah itu sendiri.

Ketiga, kita harus mengubah tradisi berpikir kita bahwa pertanian dan petani harus menjadi prioritas utama agar tidak menjadi institusi yang terpinggirkan. Perubahan paradigma berpikir ini harus menyangkut suprastruktur berupa UU yang propetani dan pertanian, kemudian struktur atau kelembagaan yang menjamin kelangsungan pertanian dan melindungi petani, dan penyediaan infrastruktur yang berorientasi untuk mengembangkan pertanian.

Perlunya perubahan cara memandang bahwa petani dan pertanian itu penting sedangkan pihak lain berkepentingan harus benar-benar dilaksanakan secara sadar dan tulus; bukan hanya ‘basa-basi’. Perlu gerakan perubahan paradigma tentang puting the farmer first. Dalam hal ini pemerintah harus memahami tugas pokoknya, yaitu nguwongke (menghargai), ngayemi (memberikan rasa tenteram), ngayomi (melindungi) dan ngayani (membuat kaya).

Halaman:

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB