opini

Membangun Harga Diri Guru

Rabu, 7 Desember 2016 | 09:41 WIB

SEBAGAI sesama guru, saya mengkhawatirkan para guru hanya terus mengerjakan hal-hal yang sama dari tahun ke tahun. Mereka tidak lagi berbeda dengan manual worker yang cara kerjanya sangat mekanistik, tidak pernah berubah dari waktu ke waktu. Sementara murid sebagai customer memiliki pengalaman baru, pengetahuan baru, dan mencicipi banyak teknologi baru.

Guru tidak pernah mendefinisikan ulang pekerjaannya, karena memang tidak pernah mempelajari dan merebut cara pandang zaman baru. Bagaimana mesti mendefinisi-ulang pekerjaan guru? Adakah arti pentingnya membangun harga diri guru?

Kesaksian Hidup

Ketika seorang motivator tersohor tersandung masalah keluarga, muncul pesan bijak bahwa : ìbagi motivator, berbicara adalah pekerjaan; bagi guru, berbicara adalah kesaksian hidupî. Setiap ucapan guru pasti akan ditagih dan dicocokkan dengan tindakannya, setiap pemikirannya akan dituntut implementasinya. Hans-Kolvenbach SJ menyebut bahwa yang diingat oleh murid pertama-tama adalah yang dilakukan gurunya, bukan yang diajarkan. Tentang kebiasaan atau hal-hal yang dipakai gurunya pastilah meninggalkan kesan tersendiri, bahkan jauh waktu setelah sang murid lulus atau kelak berkarya. Artinya, guru dilihat oleh murid sebagai saksi hidup.

Menghadirkan diri di depan kelas sebagai saksi hidup tentunya tidak bermaksud menempatkan guru sebagai sosok sempurna tanpa cacat, tetapi guru yang terus mengupayakan cita-cita menjadi realita. Betapa guru begitu disiplin ketika meminta murid mengumpulkan tugas secara tepat waktu, sangat cermat dan hati-hati ketika membicarakan kenaikan kelas para murid di akhir tahun ajaran, pun menugasi siswa membaca berbagai sumber di perpustakaan. Akan tetapi, semua itu menjadi berkebalikan jika mengenai dirinya sendiri. Adakah etos membaca juga dihidupi oleh guru? Adakah para guru juga mendisiplinkan diri memenuhi persyaratan untuk kenaikan pangkat kepegawaiannya?

Tidak sedikit sesama guru yang berhenti di golongan kepegawaian tertentu lebih dari delapan tahun, padahal cukup dengan menyelesaikan satu penulisan makalah penelitian tindakan kelas. Jika demikian, masihkah ingin menghadirkan diri sebagai guru yang antusias menghadapi tantangan, sebagaimana disampaikan kepada muridnya di kelas? Pekerjaan guru adalah kesaksian hidup, bukan írekaman materi pelajaraní yang diputar berulang setiap tahun di depan murid yang berbeda. Kesaksian hidup adalah menyatukan pikiran dan ucapan menjadi tindakan nyata, bukan sekadar bersandiwara.

Harga Diri Guru

Jika guru tidak pernah mendefinisi-ulang pekerjaannya, menjadikan mengajar sebagai kesaksian hidup, sekolah bisa ikut dipersalahkan. Sekolah beserta ‘manajernya’tidak memberikan tantangan baru untuk guru. Tidak menyediakan fasilitas terbaru yang menantang guru berpikir dan mengembangkan ketrampilannya. Guru hanya dihadapkan pada tegangan taat waktu, bukan taat target karya. Akibatnya, guru hanya menjalani rutinitas yang mekanistik jauh dari capaian kemapanan intelektual dengan berbagai karya pengembangan diri.

Halaman:

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB