opini

Lahan Pangan Berkelanjutan

Selasa, 22 November 2016 | 18:58 WIB

OPTIMISME, Pemerintah untuk merealisasikan swasembada pangan nasional akan dilakukan melalui percepatan penyediaan infrastruktur pendukung pertanian. Betul, infrastruktur pendukung pertanian mutlak diperlukan untuk mewujudkan swasembada pangan, tetapi ketersediaan lahan pertanian pangan yang memadai adalah prasyaratnya. Mengapa?

Data BPS menunjukkan bahwa luas lahan pertanian pangan dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Rata-rata pemilikan lahan petani hanya 0,36 hektare, dan terdapat lebih dari 11 juta rumah tangga petani tidak memiliki tanah. Hal yang merisaukan adalah konversi lahan pertanian ke non-pertanian tidak bisa dielakkan, dan intensitasnya semakin meningkat. Pertanyaannya, bagaimana mungkin swasembada pangan dapat diwujudkan sementara lahan pertanian pangan ketersediaannya semakin menurun?

Kebijakan

Untuk menunjang perwujudan swasembada pangan melalui ketersediaan lahan, Pemerintah sudah menerbitkan UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B). Regulasi ini terbit dengan pertimbangan bahwa negara menjamin hak atas pangan sebagai hak asasi setiap warga negara. Sehingga negara berkewajiban menjamin kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan. Di samping itu disadari betul bahwa pertambahan penduduk serta perkembangan ekonomi dan industri berdampak pada degradasi, alih fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian pangan.

Namun demikian, upaya ‘pengamanan’ lahan pertanian pangan berkelanjutan sesuai amanah UU di atas hingga kini belum menampakkan hasilnya. Konversi lahan pertanian terus terjadi dan sulit dikendalikan. Konversi lahan pertanian secara nasional diperkirakan mencapai lebih dari 100 ribu hektare pertahun atau seluas 270 lapangan bola hilang setiap hari.

Konversi lahan pertanian ini berdampak pada: (a) hilangnya lahan pertanian produktif, yang kontraproduktif dengan cita-cita swasembada pangan; (b) ketergantungan impor pangan semakin meningkat; (c) harga pangan semakin tinggi; (d) berkurangnya lapangan pekerjaan di sektor pertanian; (e) semakin meningkatnya jumlah buruh tani dan petani tanpa tanah; dan (f) meningkatnya kerentanan sosial dan pengangguran di perdesaan.

Berbagai dampak tersebut dapat diantisipasi dan dikurangi melalui kebijakan pemerintah dalam perlindungan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan sesuai amanah UU 41/2009. Komitmen yang kuat sangat dibutuhkan, utamanya bagi kepala daerah dan DPRD untuk menjalankan UU PLP2B melalui kebijakan Penetapan Rencana Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Penataan Ruang

Halaman:

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB