Jalur nonformal dan informal sesungguhnya lebih berdaya dan berhasil ketimbang jalur formal. Ini berlaku untuk bahasa apa pun sebab jalur nonformal dan informal lebih menjamin terpakainya sebuah bahasa secara nyata. Maka sungguh penting menghargai upaya berbagai sanggar, paguyuban, padepokan, lembaga pendidikan keagamaan, kraton, kantong-kantong budaya, dan keluarga-keluarga Jawa yang terus setia menggunakan dan melestarikan bahasa, sastra, dan budaya Jawa.
80 Juta
Sekarang, bahasa Jawa terutama yang ngoko masih digunakan oleh sekitar 80 juta orang. Nasibnya memang tidak perlu dicemaskan secara berlebihan. Namun, makin luasnya pergaulan orang Jawa, termasuk dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), perlu diperhitungkan. Maka, kebijakan dalam KBJ V perlu dilanjutkan dan dilengkapi dengan antisipasi kemungkinan Bahasa Jawa dipelajari oleh semakin banyak warga asing yang berkarya di DIY, Jateng, dan Jatim.
Persaingan bahasa akan semakin semarak. Dengan kecintaan warga pendukungnya secara sukarela, niscaya Bahasa Jawa tetap lestari dan berkembang. Kita tidak perlu triwikrama karena marah, tetapi karena bangga.
(Dr P Ari Subagyo MHum. Dekan Fakultas Sastra USD Yogyakarta. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Rabu 9 November 2016)