opini

Urgensi Warga Negara Transformatif

Jumat, 7 Oktober 2016 | 23:56 WIB

KETIKA saya sedang mengendarai sepeda motor di daerah Babarsari, saya melihat ada seorang perempuan muda berusia belasan yang saya duga bekerja di sebuah warung makan, ke luar dengan membawa plastik sampah. Sampai di luar, seketika melemparkan sampah tersebut ke saluran sanitasi (baca: got). Seketika itu pula saya terpana dan berbisik untuk diri sendiri, bahwa persoalan publik di negara ini tidak serta merta atas jeleknya kemampuan pemerintah dalam membuat kebijakan, tetapi juga dipengaruhi oleh tindakan kita sendiri yang tidak mempedulikan kepentingan orang banyak. Memang betul, kita lebih mudah memaki-maki pemerintah yang tidak becus, tetapi kita juga tidak bisa mendadak amnesia bahwa inti dari demokrasi adalah warga negara.

Pengalaman ini hanyalah segelintir dari banyak pengalaman lainnya yang menunjukkan satu gejala yang sama, kita telah menjadi buas dan mengesampingkan kepentingan orang banyak. Tentu kita bisa melihat fenomena ini dari banyak cara pandang, mulai dari teori kelas sosial, hegemoni budaya dan lain sebagainya. Namun tulisan singkat ini hendak mengajak pembaca sekalian untuk merenungi dan mengevaluasi diri (pendekatan agensi) terkait bagaimana kita menjadi warga negara.

Persoalan ini bukanlah cerita kemarin sore. Pentingnya peran warga negara yang aktif dalam berkewarganegaraan telah dibahas pada medio 1980-an salah satunya melalui karya Burnheim (1985) yang menyoroti warga negara yang sudah cukup puas dengan kepemilikan hak-hak politiknya untuk memilih tanpa mau ikut serta dalam proses politik. Di dalam pemahaman tulisan ini, warga negara pasif dan acuh tak acuh terhadap persoalan publik, justru semakin memperparah urusan kepentingan bersama. Pada tingkatan paling mendasar, perlu pemahaman dari warga negara mengenai hak dan kewajibannya, termasuk mengikuti peraturan untuk kepentingan orang banyak.

Transformatif dan Kewarganegaraan?

Apabila pasifnya warga negara menjadi persoalan serius, lantas sikap dasar apa yang mendorong kita sebagai agensi perubahan bagi kepentingan bersama? Salah satu tawaran serius bagi pengutamaan kepentingan bersama ada pada sikap kita sebagai warga negara transformatif. Istilah transformatif barangkali termasuk asing bagi sebagian pembaca. Inti dari sikap transformatif adalah komitmen untuk mengubah dan mengedepankan kepentingan bersama. Kita sudah banyak melihat contoh warga negara yang memiliki sikap transformatif ini di dalam acara seperti Kick Andy misalnya.

Dari kacamata akademik, sikap transformatif menekankan pada dimensi penghayatan (dimensi aksiologi) kita sebagai warga negara dibandingkan dengan pengetahuan kita (dimensi ontologi) mengenai apa itu kepentingan bersama. Pada akhirnya ilmu pengetahuan memang dimaksudkan untuk mengubah keadaan. Hal ini telah jauh-jauh hari dilontarkan Bung Karno melalui pidatonya ‘Ilmu dan Amal’ ketika menerima gelar honoris causa dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1951. Bung Karno menekankan bahwa pengembangan ilmu harus ditekankan pada kemajuan masyarakatnya, dengan kata lain ilmu harus berguna. Melalui napas yang sama, Profesor Purwo Santoso melalui pidato pengukuhan guru besarnya di Universitas Gadjah Mada pada tahun 2011 menekankan pentingnya pengembangan ilmu pengetahuan yang berorientasi mengatasi persoalan masyarakat.

MOOC

Berangkat dari pentingnya warga negara transformatif dalam menjawab persoalan publik melakukan kerja bareng. Departemen Politik Pemerintahan Universitas Gadjah Mada yang dimotori Profesor Purwo Santoso bekerja sama dengan Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Negeri Semarang (Unnes), Universitas Negeri Surabaya (Unnesa), Universitas Negeri Medan (Unimed), dan DEEP (Dialogue, Emphatic Engagement, and Peacebuilding) Yogyakarta. Kerja sama dilakukan untuk menyelenggarakan Massive Open Online Course (MOOC) Warga Negara Transformatif.

Halaman:

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB