opini

Mencegah Korupsi Dana Desa

Rabu, 24 Agustus 2016 | 19:29 WIB

PEMERINTAH pusat tahun ini mengalokasikan dana desa senilai Rp 46,9 triliun, dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya yang hanya Rp 20 triliun. Dana desa sebesar itu diperuntukkan bagi 74.754 desa yang tersebar di Indonesia. Setiap desa menerima dana desa antara Rp 600 juta sampai Rp 800 juta.

Walaupun pemerintah pusat memangkas anggaran untuk semua kementerian dan lembaga negara, namun khusus pos anggaran dana desa tidak ada pengurangan. Ini menunjukkan konsistensi komitmen pemerintah dalam program pengentasan kemiskinan di pedesaan dan pembangunan daerah tertinggal. Mengingat dana desa saat ini peruntukannya difokuskan pada pembangunan infrastruktur desa dan pemberdayaan masyarakat.

Terhadap pengelolaan dana desa, yang dikhawatirkan banyak pihak adalah penggunaannya yang berpotensi dikorupsi. Baik sengaja ataupun tidak disengaja (karena kekurangpahaman cara pemanfaatan maupun pelaporan administratifnya) oleh perangkat desa dan siapapun yang berkaitan dengan penggunaan dana desa.

Lemah Pengawasan

Trisno Yulianto melalui tulisannya di harian ini, ‘Korupsi Dana Desa’ (KR, 25/6/2016) menggambarkan bagaimana modus korupsi dana desa. Umumnya terjadi pada pos belanja barang dan jasa dan penggunaan dana desa yang tidak sesuai dengan APBDesa, Rencana Kegiatan Pemerintah (RKP) Desa maupun regulasi yang dikeluarkan Kementez-rian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT).

Oleh Trisno Yulianto juga diuraikan lemahnya pengawasan penggunaan dana desa. Disebutkan, paling tidak ada 3 faktor yang menyebabkan lemahnya pengawasan dana desa. Yakni kultur feodalisme yang masih berakar kuat di pedesaan, lemahnya lembaga kemasyarakatan yang ada, seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dalam melakukan fungsi pengawasan. Selain itu juga kurang maksimalnya asistensi lembagalembaga dari tingkat kabupaten.

Kelemahan utama pengawasan penggunaan dana desa sejatinya berpangkal pada kondisi sosiologis di pedesaan yang masih feodalistik. Lembaga apapun yang ada di pedesaan, akan cenderung melemah ataupun mudah diperlemah oleh kultur feodalistik yang ada. Tokoh masyarakat ataupun lembaga yang berani melakukan pengawasan pembangunan desa, dengan mudahnya akan dicap sebagai musuh bersama oleh masyarakat setempat. Pemberian cap ‘musuh bersama’tadi biasanya dimotori kepala desa dan segenap perangkatnya.

Mencegah dengan UU KIP

Halaman:

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB