Oleh:
Primanda Kiky Widyaputra SSi MSc
KEINDAHAN laut yang memukau dan keanekaragaman hayati bawah laut seringkali mengalihkan perhatian kita dari masalah yang lebih dalam: sampah laut. Di tengah kondisi endemi saat ini, isu sampah laut semakin menjadi perhatian serius. Dampaknya tidak hanya merusak ekosistem laut, tetapi juga memiliki implikasi terhadap kesehatan manusia dan lingkungan secara keseluruhan.
Data dari Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN PSL) menunjukkan jumlah sampah plastik di laut Indonesia sebanyak 398.000 ton pada 2022. Jumlah tersebut telah menurun 35,36 persen dibandingkan 2018. Jumlah yang sebetulnya masih cukup besar, mengingat sampah plastik yang tidak terurai ini terus mengendap di dasar laut, merusak ekosistem bawah laut dan membahayakan kehidupan laut.
Partikel plastik yang terurai menjadi mikroplastik dapat dimakan oleh organisme laut, sehingga mencemari rantai makanan dan berpotensi mencapai manusia yang mengonsumsi ikan dan produk laut lainnya. Mikroplastik, partikel-partikel plastik kecil yang tersebar di dalam air laut, telah ditemukan dalam berbagai organisme laut dan sumber daya laut yang dikonsumsi oleh manusia.
Mikroplastik dapat mengandung bahan kimia berbahaya dan logam berat, yang dapat meresap ke dalam tubuh manusia saat mengonsumsi makanan laut. Masuknya bahan kimia berbahaya ke dalam tubuh manusia melalui rantai makanan laut menimbulkan risiko kesehatan serius. Berbagai penyakit seperti gangguan hormonal, masalah reproduksi, dan gangguan perkembangan dapat terjadi akibat paparan bahan kimia tersebut.
Selain itu, paparan mikroplastik dapat berkontribusi pada peningkatan resistensi antibiotik pada bakteri dalam tubuh manusia, yang merupakan masalah kesehatan global yang serius. Memasuki masa endemi saat ini, terdapat masalah lain dari sampah laut dimana Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa penggunaan dan pembuangan alat pelindung diri (APD) seperti masker medis dan sarung tangan sekali pakai telah meningkat tajam seiring pandemi. Banyak APD ini yang terbuat dari bahan sekali pakai, yang jika tidak dibuang dengan benar dapat berakhir di lautan.
Tumpukan sampah plastik dari APD dan material medis lainnya tidak hanya mencemari lingkungan laut, tetapi juga mengancam kehidupan laut dan kesehatan manusia. Selain itu, penyediaan peralatan medis yang aman dan ramah lingkungan menjadi semakin penting untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Untuk mengatasi darurat sampah laut dan kaitannya dengan kondisi endemi saat ini, tindakan kolektif dan solusi berkelanjutan diperlukan.
Beberapa langkah yang dapat diambil adalah: 1. Pengelolaan Sampah yang Lebih Baik: Pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pembuangan sampah yang benar sangat diperlukan. Pemerintah dan lembaga terkait harus meningkatkan infrastruktur pengelolaan sampah dan mendukung kampanye pengurangan plastik sekali pakai.
2. Inovasi Material Medis: Pengembangan bahan APD dan peralatan medis yang lebih ramah lingkungan perlu didorong. Ini dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan saat ini dan di masa depan.
3. Kolaborasi Global: Isu sampah laut dan kesehatan lingkungan adalah tantangan global. Kerja sama antar negara, lembaga internasional, dan masyarakat sipil adalah kunci untuk mencapai perubahan positif yang signifikan. Sampah laut adalah masalah yang tak terlihat di bawah permukaan laut, tetapi dampaknya sangat nyata bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
Kaitannya dengan kondisi endemi saat ini membuat perlindungan lingkungan laut dan upaya mengurangi plastik sekali pakai menjadi lebih mendesak. Dengan tindakan kolektif dan solusi berkelanjutan, mari kita jaga keindahan dan keberlanjutan laut serta melindungi kesehatan manusia dari ancaman yang tak terlihat ini.
Primanda Kiky Widyaputra SSi MSc
Dosen Program Studi Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Sumber Daya Alam, Institut Teknologi Yogyakarta