opini

(Tidak) Hebatnya Sinta

Selasa, 14 Mei 2024 | 09:30 WIB
Dr. Wing Wahyu Winarno


KRjogja.com - Pada zaman Internet sekarang ini, tiap entitas, baik individu, perusahaan, organisasi, maupun instansi Pemerintah, wajib memiliki web atau laman di Internet. Gunanya adalah untuk menampilkan informasi lengkap tentang entitas tersebut, mulai dari jati diri, keahlian (kalau individu), promosi produk (kalau perusahaan), kegiatan (kalau organisasi), sampai pada berbagai layanan yang disediakan (untuk instansi Pemerintah).

​Salah satu laman andalan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) adalah Pangkalan Data Pendidikan Tinggi atau PDDikti yang beralamat di pddikti.kemdikbud.go.id. Di dalam laman ini, pengunjung bisa mencari informasi yang berkaitan dengan perguruan tinggi di Indonesia, mulai dari mahasiswa, dosen, prodi, hingga perguruan tinggi.

Namun sayang sekali, data yang ada di dalamnya tidak akurat, sehingga tidak dapat dipercaya sepenuhnya. Sebagai contoh, data saya menunjukkan bahwa saya pernah mengajar beberapa semester mata kuliah Obstetri di sebuah Akademi Kebidanan di Bekasi. Obstetri adalah mata kuliah yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan, padahal pendidikan saya adalah akuntansi. Sangat jauh melenceng.

Bahkan informasi yang sederhana pun, laman PDDikti tidak mampu menampilkan, misalnya berapa jumlah perguruan tinggi di Indonesia, termasuk rinciannya.

Anda tidak akan dapat menampilkan informasi berapa universitas, institut, politeknik, sekolah tinggi, dan akademi. Padahal seharusnya, hal ini sangatlah mudah dibuat, bahkan oleh programmer yang masih sabuk putih sekalipun. Belum lagi rincian per prodi. Ada prodi dengan akreditasi unggul, tetapi jumlah mahasiswa dan dosennya sama-sama nol. Harusnya ini tidak mungkin.

​Sebenarnya LLDikti 5 DIY mempunyai laman tentang informasi kampus se DIY dengan tampilan yang sangat menarik dan akurat. Alamatnya ada di lldikti5.id/evira, tetapi sayang sejak malam takbiran lalu, laman ini tidak dapat dibuka lagi. Kemungkinannya karena biaya langganan server belum dibayar, atau ada masalah internal.

Sinta. ​Bukan, ini bukan tentang Dewi Sinta yang ada di kisah pewayangan, tetapi ini adalah Sinta yang merupakan salah satu aplikasi berbasis web yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atau Ditjen Dikti. Alamatnya ada di sinta.kemdikbud.go.id. Di dalam situs ini yang nama lengkapnya Science and Technology Index ini, kita dapat menemukan data tentang publikasi terindeks dan terintegrasi, baik di jurnal dalam negeri (misalnya indeks Sinta) maupun luar negeri, khususnya Scopus. Semua karya para peneliti ada di sini.

​Namun faktanya tidak seindah itu. Sejatinya, yang berkewajiban meneliti dan mempublikasikan karya ilmiah adalah para dosen di Indonesia. Jenis kewajibannya berjenjang. Kalau dosen dengan pangkat Lektor Kepala atau di bawahnya, cukup menerbitkan karya ilmiahnya di jurnal terindeks Sinta 2, lebih baik lagi ke Sinta 1. Bagi dosen yang akan mendapatkan jabatan akademik Guru Besar (Profesor), maka harus menerbitkan karyanya di jurnal terindeks Scopus.

Di laman Sinta, kita bisa mencari nama peneliti melalui menu Author, nanti akan terlihat berapa banyak publikasinya di Google Scholar (termasuk Sinta) dan berapa di Scopus atau Web of Science.

Namun sayang, ada banyak penulis yang karyanya tidak muncul sama sekali di sini, padahal kalau dilihat melalui Google Scholar, banyak sekali karyanya (ratusan artikel). Di sisi lain, bahkan peneliti yang bukan dari akademisi, justru banyak muncul disini (ada hampir 200an).
​Kemudian kalau dilihat melalui menu Affiliation, harusnya yang tampil adalah institusi para penulis, yaitu nama perguruan tinggi, atau minimal unit-unit Pemerintah yang berkaitan dengan pendidikan dan penelitian, seperti BRIN dan kampus kedinasan.

Namun ternyata, banyak juga nama yang asing, misalnya Ikatan Ilmuwan Internasional (negara), misalnya Gambia, Benin, Singapura, dan sebagainya. Oke lah kalau misalnya para penulisnya benar-benar dari organisasi tersebut, tetapi faktanya, jumlah penulisnya 0, artinya tidak ada.

Lantas, mengapa kalau tidak ada penulisnya, tetapi institusinya ada? Bahkan saya temukan juga institusi bernama Universitas Contoh. Dalam dunia sistem informasi, aplikasi yang berisi data seperti ini dianggap menggunakan data sampah. Padahal aplikasi ini menjadi panduan dan panutan bagi akademisi, peneliti dan ilmuwan di seluruh Indonesia. Lalu bagaimana kita akan mempercayai aplikasi seperti ini? (Dr. Wing Wahyu Winarno, MAFIS, Dosen STIE YKPN Yogyakarta dan Pengurus ISEI Cabang Yogyakarta)

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB