opini

Pembatasan BBM Subsidi

Senin, 22 Juli 2024 | 21:05 WIB
Fahmy Radhi.


KRjogja.com - LAGI-LAGI Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membuat pernyataan kontrovesal di publik. Kali ini, Luhut menyatakan bahwa pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi akan dimulai 17 Agustus 2024. Alasannya, BBM Subsidi diberikan kepada masyarakat tidak tepat sasaran, yang semakin membebani APBN.

Hanya, pernyataan Luhut itu tidak jelas, tanpa disertai mekanisme yang akan diterapkan dalam pembatasan BBM Subsidi. Ketidakjelasan pernyataan Luhut itu difahami masyarakat bahwa pada 17 Agustus 2024 akan terjadi kenaikan harga BBM Subsidi.

Kalau tidak ada pelurusan terhadap pernyataan tersebut dikhawatirkan menyulut panic buying yang mendorong konsumen menyerbu SPBU untuk memborong BBM Subsidi menjelang 17 Agustus 2024.

Tak berapa lama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa pemerintah tidak berencana membatasi BBM bersubsidi pada 17 Agustus 2024.

Penyangkalan serupa juga dilakukan oleh Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tastrif dan Menteri BUMN Eric Thohir. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga ikut menyangkal pernyataan Luhut dengan mengatakan bahwa pembatasan BBM Subsidi belum terpikirkan.

Silang pendapat antara Jokowi dengan Luhut dan beberapa Menteri dengan Luhut terkait issues penting pembatasan BBM Subsidi, mengindikasikan bahwa koordinasi Kabinet Pemerintahan Jokowi amat buruk.

Pembahasan rencana pembatasan BBM Subsidi sesungguhnya sudah dibahas dalam Kabinet Jokowi sejak tiga tahun lalu, namun hingga detik ini belum juga diterapkan. Terlepas dengan silang pendapat antara Menteri, upaya pembatasan BBM Subsidi sudah sangat urgen dan mendesak. Pasalnya, jumlah beban subsidi BBM yang salah sasaran sudah sangat besar, sekitar 80 persen dari total Subsidi Energi.

Menurut data Kementerian ESDM, jumlah realisasi Subsidi Energi pada 2023 mencapai Rp 159,6 triliun, di antaranya salah sasran sebesar Rp. 127,68 triliun. Salah satu penyebab tidak segera diterapkan pembatasan BBM Subsidi adalah belum adanya kesepakatan penggunaan mekanisme pembatasan BBM Subsidi.

Pada saat itu, Pertamina mengusulkan untuk menggunakan aplikasi MyPertamina untuk pendafataran konsumen yang berhak membeli BBM Subsidi. Setelah uji coba, penggunaan MyPertamina dibatalkan, lantaran tidak semua konsumen BBM Subsidi bisa mengakses aplikasi MyPertamina dan tidak semua SPBU di seluruh wilayah Indonesia memiliki akses internet untuk pendaftaran.

Lalu diwacanakan untuk membatasi BBM Subsidi dengan menetapkan kriteria kendaraan besilinder di bawah 1500 cc untuk mobil dan 250 cc untuk sepeda motor. Namun, penetapan kriteria itu tidak mudah diterapkan di SPBU, bahkan hanya akan merepotkan bagi petugas SPBU, yang berpotensi terjadi moral hazard di SPBU.

Sebenarnya, kalau Pemerintah serius melakukan pembatasan BBM Subsidi dapat digunakan kriteria sederhana yang dapat dengan mudah diterapkan di SPBU. Tetapkan saja kiteria kendaraan yang boleh membeli BBM Subsidi adalah Sepeda Motor, Mobil Angkutan Orang dan Barang, di luar kriteria itu konsumen harus membeli BBM Non-Subsidi.

Migrasi dari BBM Subsidi ke BBM Non-Subsidi memang terjadi kenaikkan harga, tetapi kenaikan harga itu dilokalisir dan tidak dilakukan serentak, sehingga tidak menimbulkan efek terhadap kenaikan inflasi dan penurunan daya beli secara signifikan.

Mengingat beban BBM subsidi semakin memnbengkak, pembatasan BBM Subsidi harus dilakukan dalam waktu dekat ini, bahkan sebelum Jokowi lengser pada Oktober 2024. Keberanian Jokowi dalam memutuskan pembatasan BBM Subsidi itu akan menjadi legasi pada saat mengakhiri kekuasaannya, sembari mengurangi beban APBN bagi Pemerintahan Prabowo-Gibran. (Dosen DEB Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada dan Pengurus ISEI DIY)

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB