KRjogja.com - DATA dari Reuters Institute dan University of Oxford 67 persen media massa di 53 negara sudah menggunakan kecerdasan buatan (Artificial intelligence) dalam proses jurnalistik di redaksi. Perkembangan Artificial intelligence dalam beberapa tahun terakhir mengubah landscap media tidak hanya dalam dinamika kerja redaksi dan jurnalis, namun juga proses produksi, distribusi konten hingga inovasi produk. Artificial intelligence menjadi tantangan sekaligus peluang di berbagai bidang tidak terkecuali media massa. Itulah sebabnya media massa mulai mengoptimasikan Artificial intelligence dalam proses kerja jurnalistik.
Data dari survey Reuters Institute dan university of Oxford tahun 2023 lalu, 5 persen media massa menyatakan bahwa AI menjadi intrumen paling penting di media, 23 persen media massa sudah menggunakan AI, 39 persen masih dalam tahap mencoba, sementara 27 persen mdia massa belum menggunakan AI dan 5 persen responden tidak menjawab. Jika melihat perkembangan AI yang begitu masif dalam beberapa waktu terakhir data tersebut tentunya mengalami kenaikan yang signifikan di tahun 2024 ini.
Tidak bisa dipungkiri bahwa jurnalisme berbasis AI menjadi salah satu pilar dalam jurnalisme kontemporer. Perkembangan kecerdasan buatan atau Artificial intelligence dapat dioptimasi diberbagai media, baik media eletronik, media cetak maupun media online. Setelah China, Kuait dan India, tahun lalu televisi nasional TV one memperkenalkan presenter hasil teknologi AI, presenter AI tersebut diklaim menjadi persenter AI pertama di Indonesia diikuti beberapa televisi lainnya. Tidak hanya media televisi, media elektronik radio juga mulai mencoba menciptakan penyiar hasil teknologi AI pertama di Indonesia.
Tahun lalu, Aimee akronim dari Artificial Intelligence Mustang Announcer For Everyone diperkenalkan oleh radio di tanah air mustang FM. Keberadaan penyiar radio dari AI ini seperti manusia pada umumnya yang dapat memandu pemilihan lagu hingga berdiskusi dengan pendengar, tentunya ini menjadi strategi khusus merebut segmentasi genZ yang dekat dengan teknologi. Bagi media massa lain khususnya media online, keberadaan Artificial intelligence memberikan efisiensi dalam proses kerja jurnalistik, sebut saja teknologi AI good tape yang banyak digunakan jurnalis untuk mentranskrip audio menjadi teks secara otomatis.
Implikasi dan optimasi AI di media massa membuat AI menjadi bagian integral dalam di media massa khususnya proses jurnalistik, mulai bagaimana memperoleh berita, mengolah hingga mendistribusikan berita. Berbagai aplikasi AI mampu membuat berita secara otomatis dan lebih efisien. Bahkan untuk membuat indepth reporting banyak aplikasi AI yang bisa digunakan oleh jurnalis untuk meganalisis, memverifikasi data dan mengecek fakta melalui berbagai aplikasi misalnya penggunaan NLP atau natural language processing dan machine learning . Dengan adanya AI, personalisasi konten dan distribusi berita lebih tepat sasaran dengan aplikasi yang dapat menganalisis sentiment maupun SEO.
Baca Juga: Hari Ini Terjadi Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato, 79 Tahun Lalu
Optimasi AI di media massa melahirkan tantangan baru, bagaimana redaksi mampu mempertahankan jurnalisme yang berkualitas. Perlu pengawasan dan kontrol dari redaksi dibalik penggunakan AI agar berita yang dihasilkan sesuai kadiah dan etika jurnalistik. Disisi lain, dampak penggunaan AI di media massa khususnya media pers juga menjadi kekhawatiran bagi profesi jurnalis itu sendiri. Pertanyaan yang sering muncul adalah, akankah keberadaan AI mampu menggantikan profesi jurnalis? Tentu saja, profesi Jurnalis tidak sepenuhnya bisa digantikan oleh AI.
Seperti yang pernah di tulis oleh Bill Kovach dan Tomm Russel dalam bukunya yang berjudul Elements of Journalism yakni Truth, loyalty to citizens, verifications, independence, monitoring power, providing a forum for exchange, encouraging engagement, providing context, empowering citizens, accountability. Dari 10 element tersebut, kecanggihan robot dan aplikasi AI belum sebenuhnya bisa menjamin truth atau kebenaran berdasarkan verifikasi dalam proses jurnalistik. Tidak hanya itu, meski AI mampu membuat berita secara efisien namun accountability AI sulit dipertanggungjawabkan jika ada kesalahan dalam proses kerja jurnalistik.
Baca Juga: Siapakah Y? Teman Kaesang Pemilik Jet Pribadi
Sebagaimana teori evolusi Charles Darwin, “yang tidak mampu beradaptasi akan punah”. Media massa, khususnya media pers perlu adaptif menyikapi dinamika yang terjadi akibat perkembangan Artificial intelligence. Artificial intelligence adalah alat yang diciptakan manusia bukan menggantikan manusia. Bagaimana manusia mampu mengoptimalkan pemanfaatkan Artificial intelligence untuk mengubah lanscap media dengan tetap memengang prinsip dan etika jurnalistik.(Wahyu Kristian Natalia, S.I.Kom, M.l.Kom, Dosen BINUS University)