opini

Sinyal Ekonomi

Kamis, 17 Oktober 2024 | 11:10 WIB
Dr. Y. Sri Susilo, SE., M.Si.

KRjogja.com - UNTUK melihat perkembangan atau mempredikasi ekonomi suatu wilayah atau negara membutuhkan data atau informasi yang disebut indikator ekonomi. Indikator tersebut sering juga dianggap sinyal ekonomi (economic signaling).

Sebagai contoh, untuk memprediksi kondisi perekonomian tahun depan salah satu yang digunakan adalah informasi proyeksi besarnya pertumbuhan ekonomi (economic growth). Besarnya prediksi atau proyeksi pertumbuhan ekonomi dapat untuk memprediksi kondisi perekonomian tahun mendatang. Pada saat ini banyak pihak, baik ekonom maupun pengusaha, menyatakan bahwa kondisi ekonomi Indonesia dalam kondisi sedang “tidak baik baik saja”. Tentu ada argumentasi yang mendasari pernyataan tersebut.

Setidaknya terdapat beberapa sinyal ekonomi atau indikasi yang menunjukkan ekonomi Indonesia sejak awal 2024 sedang “tidak baik baik saja”. Pertama, terjadinya “badai” Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di beberapa sektor industri atau usaha. Data Kemnaker (2024), mencatat kenaikan jumlah PHK menjadi 52.993 tenaga kerja per September 2024. Berarti naik sebesar 25,3% dari periode September 2023 (year on year/yoy) dan naik 14,6% dari periode Agustus 2024 (month to month/mtm).

Kedua, terjadinya deflasi selama lima bulan beruntun secara bulanan (mtm) pada Mei-September 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2024 turun atau mencatat deflasi sebesar 0,12% (mtm) (KR, 02/10/24). Angka deflasi itu lebih tinggi dibandingkan kondisi bulan Agustus 2024 sebesar 0,03%.

Ketiga, aktivitas manufaktur Indonesia mengalami kontraksi pada September 2024. Kontraksi ini memperpanjang masa koreksi menjadi tiga bulan beruntun. Data Purchasing Managers Index (PMI) yang dirilis S&P Global menunjukkan PMI manufaktur Indonesia terkontraksi ke 49,2 pada September 2024 (KR, 02/10/2024). Dengan demikian PMI Manufaktur Indonesia sudah mengalami kontraksi selama tiga bulan, yakni pada Juli (49,3), Agustus (48,9) dan bulan September (49,2).

Beberapa sinyal lain adalah: (1) menurunnya pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2024 yang sebesar 5,05% dibandingkan kuartal I-2024 yang sebesar 5,11% (yoy). (2) Data BPS (2024) menunjukkan impor barang konsumsi secara tahunan mengalami kontraksi pada periode Agustus yakni sebesar 7,4% (yoy). Begitu pula secara bulanan, impor barang konsumsi mengalami kontraksi sebesar 4,58% (mtm).

Sebagian sinyal ekonomi yang disajikan di atas, dapat digunakan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa ekonomi sedang “tidak baik baik saja”. Sinyal ekonomi tersebut merupakan data nyata dan “peringatan awal” bahwa kondisi ekonomi perlu intervensi baik oleh otoritas fiskal (Pemerintah) maupun oleh otoritas moneter (Bank Indonesia).

Di sisi lain, jika melihat aktivitas ekonomi masyarakat masih terus bergerak menggeliat. Aktivitas di pasar tradisional dan modern masih relatif normal. Mobilitas manusia baik melalui moda pesawat, kereta api, bus dan kapal laut tidak menunjukkan penurunan aktivitas yang nyata. Demikian juga dengan aktivitas pariwisata, khususnya oleh wisatawan domestik.

Dengan kondisi tersebut, penulis yakin intervensi yang dilakukan otoritas kebijakan ekonomi akan menjadikan kondisi ekonomi Indonesia akan bertahap semakin membaik atau setidaknya tidak semakin memburuk. Harus diakui kondisi internal ekonomi juga dipengaruhi cukup signifikan oleh kondisi perekonomian dunia. Faktor tersebut yang menjadikan upaya kebijakan ekonomi oleh otoritas fiskal maupun moneter terkadang hasilnya tidak optimal.

Bulan September 2024, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan. Diharapkan kebijakan tersebut akan diikuti dengan penurunan suku bunga perbankan, termasuk suku bunga kredit. Penurunan tersebut akan dapat mendorong peningkatan investasi. Selanjutnya roda ekonomi dapat bergerak lebih cepat dengan terbukanya lapangan kerja baru dan efek pengganda ekonomi (multiplier effect) lainnya dari meningkatnya investasi. Ekonomi memang sedang “tidak baik baik saja” namun semua harus tetap bersikap optimis, baik otoritas fiskal, otoritas moneter, pengusaha, parlemen, ekonom dan masyarakat. (Dr. Y. Sri Susilo, SE., M.Si. Dosen Prodi Ekonomi Pembangunan FBE UAJY, Pengurus KADIN DIY dan Sekretaris ISEI Cabang Yogyakarta)

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB