KRjogja.com - MASA pandemi atau Covid-19 yang terjadi beberapa waktu silam membuat tren hidup baru utamanya pengelolaan keuangan menjadi tidak terkontrol yang ditandai dengan munculnya fenomena YOLO, FOMO, FOPO maupun doom spending. Namun, seperti titik equilibrium yang mempertemukan permintaan dan penawaran pada sebuah keseimbangan, diawal tahun 2025, trend hidup “berfoya-foya” untuk menyenangkan diri bergeser ke arah kondisi baru yaitu YONO (You Only Need Once). Tidak seperti YOLO yang cenderung memicu gaya hidup konsumtif dan impulsif, YONO mendorong individu untuk memprioritaskan kebutuhan utama dan menghindari pengeluaran yang tidak perlu. Lalu apa sebenarnya YONO itu?
Istilah baru yaitu YONO kian populer terutama bersliweran di media sosial utamanya Tiktok. YONO merupakan cara individu melakukan pengelolaan keuangan dengan mengedepankan prinsip efisien, kesederhanaan, penghematan dan keberlanjutan. Konsep ini mendorong individu untuk fokus hanya pada satu alat, kebiasaan, atau metode yang benar-benar esensial dan efektif, sehingga mereka dapat mengelola uang dengan lebih mudah dan terarah.
Konsep ini mulai muncul sebagai respons terhadap tren konsumerisme dan kompleksitas finansial di era modern. Di luar negeri, pendekatan ini diterapkan melalui beberapa cara yang khas di berbagai negara, terutama di negara-negara yang mulai mengadopsi gaya hidup minimalis dalam berbagai aspek kehidupan. Misalnya di negara Amerika Serikat dan Eropa, saat ini masyarakatnya mulai menggunakan cukup satu aplikasi seperti Mint, YNAB (You Need a Budget), atau Revolut untuk mengelola semua kebutuhan keuangan, mulai dari pengeluaran harian hingga investasi.
Ini mencerminkan prinsip YONO, di mana satu alat menjadi pusat pengelolaan keuangan. Selain itu, negara seperti Denmark sudah lama menerapkan konsep minimalis atau yang sering disebut Hygge, termasuk dalam pengelolaan keuangan. Masyarakat di sana cenderung fokus pada pengeluaran yang benar-benar penting dan menghindari pembelian impulsif.
YONO sebenarnya bukanlah konsep baru dalam memahami makna hidup yang sederhana, di awal abad ke-20, muncul gaya hidup bernama minimalisme yaitu cukup memiliki satu hal dirasa paling penting, serta menyingkirkan hal lain yang bersifat pemborosan. Gaya hidup ini juga digunakan oleh seorang penulis, komedian, dan content creator, Raditya Dika. Raditya Dika sering membahas gaya hidup ini melalui konten YouTube-nya, terutama terkait manajemen waktu, keuangan, dan barang-barang pribadi. Ia mengurangi koleksi barang yang tidak sering dipakai, seperti pakaian, alat elektronik, atau aksesori rumah tangga. Setiap barang yang dimiliki harus memiliki nilai guna atau fungsi yang jelas.
Ia pun hanya mengeluarkan uang untuk hal-hal yang dianggap penting dan mendukung kebutuhannya, seperti kebutuhan keluarga dan investasi masa depan. Gaya hidup minimalis ala Raditya Dika menekankan kesederhanaan, fokus pada esensi, dan nilai guna dalam segala aspek kehidupan. Dengan mengeliminasi hal-hal yang tidak penting, ia berhasil menciptakan keseimbangan antara pekerjaan, keuangan, dan kehidupan pribadi. Pendekatan ini sangat relevan bagi siapa saja yang ingin hidup lebih sederhana, produktif, dan bermakna.
Setelah masa pandemi berakhir, banyak orang menghadapi ketidakstabilan ekonomi, seperti kehilangan pekerjaan atau penurunan pendapatan dan memicu stress akibat tekanan yang ada. Disamping efek negatifnya, pandemi sebenarnya mengajarkan banyak orang tentang pentingnya memiliki pola konsumsi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Banyak generasi Z dan Milenial yang mulai bekerja dari rumah atau menjalankan bisnis mandiri setelah pandemi. Sudah saatnya generasi kini terus menerapkan YONO yang memberikan ruang untuk lebih menikmati kehidupan tanpa tekanan sosial atau materialisme.
Bagi Generasi Z dan Milenial, menerapkan YONO setelah pandemi memberikan banyak manfaat, mulai dari stabilitas finansial, kesehatan mental, hingga keberlanjutan lingkungan. Konsep ini mendorong generasi muda untuk hidup lebih sederhana, fokus, dan bermakna, sehingga mereka lebih siap menghadapi tantangan masa depan tanpa kehilangan kebahagiaan dalam hidup. Semoga kondisi ini tidak hanya menjadi trend sesaat namun menjadi kebiasaan sehat generasi ke generasi. (Elizabeth Fiesta Clara Shinta Budiyono,S.M.,M.M.,CRP, Dosen Manajamen FBE UAJY)