* Dr Ali Rosidi MSi
PADA peringatan Hari Gizi Nasional ke-65 Tahun 2025 ini mengusung tema “Pilih Makan Bergizi untuk Keluarga Sehat”. Hari Gizi Nasional menjadi momentum penting untuk mengajak semua pihak, mulai dari keluarga, swasta, organisasi profesi kesehatan, Lembaga Pendidikan Kesehatan, hingga lembaga pemerintah, untuk bersama-sama menuntaskan masalah gizi di Indonesia melalui pilih makan bergizi untuk keluarga sehat dengan penyediaan pangan lokal menuju generasi yang kita idam-idamkan bersama yakni generasi emas.
Mewujudkan generasi emas 2045 merupakan impian seluruh rakyat Indonesia. Pada usianya yang ke-100 tahun Indonesia dapat memanfaatkan peluang bonus demografi dengan tersedianya sumber daya manusia berkualitas, yakni sumber daya manusia (SDM) yang sehat, cerdas, kreatif dan berdaya saing secara global. Dapat dikatakan kunci utama dalam mewujudkan mimpi tersebut terletak pada penyiapan generasi penerus bangsa yang berkualitas.
Peran keluarga dalam penyediaan gizi seimbang melalui pangan lokal sangat penting untuk mencapai generasi emas. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan asupan gizi yang tepat bagi anggotanya, terutama anak-anak. Edukasi mengenai gizi seimbang dan pemanfaatan pangan lokal menjadi kunci dalam upaya ini.
Penelitian menunjukkan bahwa edukasi gizi yang efektif dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap pola makan yang sehat, yang pada gilirannya dapat memperbaiki status gizi keluarga. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah melalui penyuluhan dan pelatihan yang melibatkan ibu-ibu dalam keluarga.
Kegiatan penyuluhan yang difokuskan pada pemahaman gizi seimbang dan cara mengolah pangan lokal dapat membantu ibu-ibu untuk lebih memahami pentingnya asupan gizi yang baik bagi anak-anak mereka.
Selain itu, pemanfaatan bahan pangan lokal seperti sayuran dan umbi-umbian dalam pembuatan makanan pendamping ASI juga terbukti efektif dalam memenuhi kebutuhan gizi anak. Lebih jauh lagi, literasi gizi di kalangan remaja juga perlu diperhatikan.
Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan literasi gizi di kalangan remaja dapat berkontribusi pada perubahan pola makan yang lebih sehat dan seimbang. Keluarga dapat berperan sebagai agen perubahan dengan memberikan contoh pola makan yang baik dan mendidik anak-anak tentang pentingnya gizi seimbang. Dengan demikian, keluarga tidak hanya berfungsi sebagai penyedia makanan, tetapi juga sebagai pendidik yang membentuk kebiasaan makan sehat di generasi muda.
Pentingnya pemanfaatan pangan lokal juga tidak bisa diabaikan. Pangan lokal yang kaya akan gizi dapat menjadi alternatif yang lebih terjangkau dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Penelitian menunjukkan bahwa eksplorasi potensi pangan lokal dapat meningkatkan ketahanan pangan dan gizi masyarakat. Keluarga dapat berpartisipasi dalam kegiatan pertanian lokal, seperti menanam sayuran di pekarangan rumah, yang tidak hanya meningkatkan ketersediaan pangan tetapi juga mengedukasi anak-anak tentang pentingnya makanan sehat
Demikian juga memilih makanan bergizi untuk keluarga adalah aspek penting dalam menjaga kesehatan dan mencegah penyakit, terutama di tengah meningkatnya prevalensi obesitas dan gangguan makan di kalangan anak-anak dan remaja. Penelitian menunjukkan bahwa lingkungan keluarga yang sehat berperan signifikan dalam membentuk perilaku makan yang baik. Penelitian juga menunjukkan bahwa persepsi tentang pola makan sehat mempengaruhi strategi yang digunakan oleh ibu untuk mempromosikan pola makan sehat di dalam keluarga mereka, seperti menambahkan lebih banyak buah dan sayuran ke dalam diet dan menyeimbangkan makanan yang tidak sehat dengan makanan tradisional yang lebih sehat. Selain itu, pentingnya komunikasi terbuka dan pembagian peran yang jelas dalam keluarga yang berfungsi dengan baik untuk mendorong perilaku makan sehat pada anak-anak.
Keterlibatan orang tua dalam program pendidikan tentang pola makan sehat juga terbukti efektif. Melibatkan orang tua dalam program setelah sekolah dapat memberikan dampak positif pada perilaku makan dan olahraga anak-anak. Hal ini sejalan dengan temuan dari Nabors et al., yang menegaskan bahwa program pencegahan obesitas di lingkungan setelah sekolah dapat meningkatkan pengetahuan anak-anak tentang pola makan sehat dan pentingnya aktivitas fisik. Keluarga yang sering makan bersama juga menunjukkan dukungan yang lebih besar terhadap kebiasaan makan sehat. Sebuah penelitian menemukan bahwa frekuensi makan bersama berkorelasi positif dengan dorongan orang tua untuk makan sehat.
Dalam perspektif psikologis menunjukkan bahwa lingkungan keluarga yang sehat berhubungan negatif dengan gejala gangguan makan, yang menunjukkan bahwa interaksi positif dalam keluarga dapat mencegah perilaku makan yang tidak sehat. Ini diperkuat oleh sebuah penelitian yang menemukan bahwa kohesi keluarga berhubungan positif dengan frekuensi konsumsi sayuran pada remaja. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan emosional dalam keluarga dapat mendorong kebiasaan makan yang lebih baik.
Namun, tantangan seperti ketidakstabilan ekonomi dan akses terbatas ke makanan bergizi dapat mengganggu upaya ini. Buksh juga mencatat bahwa selama pandemi COVID-19, banyak keluarga menghadapi ketidakamanan pangan yang mempengaruhi akses mereka terhadap makanan seimbang dan keragaman diet. Oleh karena itu, penting bagi keluarga untuk mengembangkan strategi yang dapat mengatasi tantangan ini, seperti merencanakan makanan yang sehat dan terjangkau serta melibatkan semua anggota keluarga dalam proses memasak dan memilih makanan.
Secara keseluruhan, peran keluarga dalam penyediaan gizi seimbang melalui pangan lokal sangat krusial dalam membangun generasi emas. Dengan meningkatkan pengetahuan tentang gizi, memanfaatkan pangan lokal, dan menerapkan pola makan sehat, keluarga dapat berkontribusi secara signifikan terhadap kesehatan dan kesejahteraan generasi mendatang.