opini

Pangkas Anggaran

Jumat, 14 Februari 2025 | 15:50 WIB
Dr. Wing Wahyu Winarno

 

KRjogja.com - KABINET Prabowo-Gibran membuat berbagai gebrakan di awal masa pemerintahannya. Ada pemindahan penjualan gas melon dari pengecer ke agen, yang akhirnya dibatalkan. Ada pemberlakuan PPN 12% yang akhirnya dibatalkan. Ada penundaan pembayaran tunjangan kinerja para Dosen ASN yang sudah 5 tahun belum dibayarkan, serta tunjangan sertifikasi dosen PTS yang juga “masih diblokir rekeningnya oleh Kemenkeu” (menurut penjelasan Dikti). Kemudian ada aplikasi perpajakan CoreTax yang menuai kritik tajam, karena biaya pembuatannya mencapai triliun Rupiah, tetapi beberapa bagian di dalamnya masih belum berfungsi dengan baik.

Namun yang akan disoroti di artikel ini adalah kebijakan Makan siang Bergizi Gratis (MBG), yang akhirnya membuat banyak orang bereaksi. Bagaimana tidak, program yang ditujukan untuk para siswa sekolah ini, harus memangkas anggaran banyak Kementerian, Lembaga Negara, dan bahkan Pemda (K/L/D). Sepertinya negara sedang darurat pangan, sehingga anggaran secara masih harus digeser untuk memberi makan kepada generasi penerus bangsa. Karena baru mulai dilaksanakan, Pemerintah meminta masyarakat memakluminya kalau masih terjadi kekurangan di sana-sini. Namun hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah belum siap menjalankan program ini. Bahkan ada tokoh masyarakat yang mengusulkan agar masyarakat ikut bergotong royong mendukung program MBG ini dengan ikut saweran, menyumbang sebisanya.

Benarkah Kurang Gizi?

Pertanyaan mendasar adalah apakah benar masyarakat kita, terutama para siswa sekolah, kekurangan gizi secara nasional? Sepertinya tidak, karena selama ini tidak ada pembahasan bahwa siswa dan pelajar mengalami kekurangan gizi. Di era Presiden Jokowi, memang terjadi masalah stunting, yaitu banyaknya balita kekurangan gizi. Namun ternyata tidak selalu disebabkan oleh kemiskinan orang tua bayinya, tetapi sebagian karena ketidak pedulian orang tua terhadap bayinya. Karena sang ibu juga bekerja, maka mereka menyerahkan balitanya kepada asisten rumah tangga atau anggota keluarga yang lain. Ketika si balita harus disuapi, kadang-kadang memerlukan proses yang lama dan harus penuh kesabaran. Akhirnya diselesaikan secara paksa, makanan belum habis, dibuang, atau dimakan sendiri saja. Akhirnya, Presiden Jokowi membuat program strategis nasional, untuk mengatasi stunting. Hal ini juga dimasukkan ke dalam program pendampingan dan evaluasi Smart City di hampir seluruh kota di Indonesia.

Tapi kebijakan MBG ini sepertinya adalah program untuk mencari popularitas di awal masa jabatan Prabowo-Gibran. Pemerintah belum memiliki peta yang jelas tentang gizi ini, berapa persen jumlah siswa yang mengalami kekurangan gizi, di daerah mana saja, sejak kapan, apa penyebabnya, dan sebagainya. Lalu jawabannya sederhana: semua pelajar dikasih MBG. Sebagian orang tua tentu senang, tidak perlu memikirkan lagi makan siang putra-putrinya. Tetapi bagi sebagian orang tua yang lain, akan mengatakan “Rp10.000 per porsi dapat apa?”.

Demi mensukseskan program ini, maka anggaran berbagai K/L/D dipotong besar-besaran. Sekarang muncul berita bahwa lembaga ini, kementerian ini, instansi ini, hanya bisa membayar gaji pegawainya sampai Mei 2025, sampai Oktober 2025, dsb. Hal ini tentu menjadi masalah, karena pembayaran gaji tentu sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi dengan alasan apapun.

Namun anehnya, anggaran kementerian dan institusi yang berkaitan dengan hukum, tetap utuh. Apakah ini berarti kalau anggaran dikurangi, penegakan hukum akan bermasalah? Tapi, bukankah penegakan hukum di Indonesia ini masih sangat memprihatinkan? Para penegak hukum sudah banyak yang terang-terangan melakukan pemalakan kepada masyarakat, baik yang sedang terlibat masalah hukum, maupun yang hanya sekadar ingin melihat pertunjukan hiburan di Indonesia, juga dipalak sehingga menjadi viral di dunia internasional.

Harusnya bagaimana?

Harusnya kabinet Prabowo-Gibran mempelajari dulu berbagai kondisi yang ada. Masalah-masalah yang krusial, segera dicari solusinya. Swasembada pangan sangat urgen, setuju segera diatasi. Masalah hukum masih carut-marut, segera diatasi. Masalah administrasi masih sengkarut, segera diatasi. Dan seterusnya. Jadi, jangan seperti menarik selimut. Ingin melindungi perut, selimut ditarik, kaki dan tangan jadi kedinginan.

(Dr. Wing Wahyu Winarno, Dosen STIE YKPN Yogyakarta, Pengurus ISEI Cabang Yogyakarta dan anggota Tim Pendamping Smart City Kemkominfo)

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB