opini

Menjaga Defisit APBN di Tengah Godaan Populisme

Sabtu, 12 April 2025 | 22:05 WIB
ILustrasi. Foto: AI

Oleh: Edo Segara Gustanto*
 
Pemerintah menargetkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar Rp 616,2 triliun atau 2,53 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, dalam dua bulan pertama tahun ini, defisit sudah mencapai Rp 31,2 triliun (0,13 persen terhadap PDB), dan melonjak menjadi Rp 104,2 triliun pada akhir Maret. Tren ini menimbulkan kekhawatiran bahwa defisit berpotensi melebar melampaui target, terlebih jika tidak disertai langkah korektif yang memadai.
 
Sejumlah ekonom menyuarakan kekhawatiran terhadap keberlanjutan program-program populis pemerintah, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG). Program semacam ini memang memiliki nilai sosial, namun juga menyerap anggaran dalam jumlah besar dan berkelanjutan. Ketika belanja negara terus meningkat tanpa diimbangi dengan peningkatan penerimaan yang signifikan, tekanan terhadap defisit pun tak terhindarkan.
 
Defisit yang melebar akan menimbulkan konsekuensi fiskal dan makroekonomi yang serius. Selain meningkatkan kebutuhan pembiayaan utang, kondisi ini dapat menurunkan kepercayaan pasar terhadap disiplin fiskal pemerintah. Di tengah tekanan global dan ketidakpastian ekonomi, menjaga kredibilitas fiskal menjadi elemen kunci bagi stabilitas ekonomi nasional.
 
Efisiensi dan Dampak ke Dunia Usaha
 
Sebagai respons atas potensi pelebaran defisit, pemerintah memutuskan melakukan efisiensi anggaran senilai Rp 306,69 triliun. Langkah ini mencerminkan kehati-hatian fiskal dan perlu diapresiasi. Namun, efisiensi dalam skala besar juga memiliki implikasi ke sektor riil, terutama bagi pelaku usaha yang bergantung pada belanja negara.
 
Industri Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) menjadi salah satu sektor yang merasakan dampak awal. Pemangkasan anggaran perjalanan dinas, kegiatan konferensi, dan pertemuan pemerintah mengurangi permintaan terhadap jasa-jasa mereka secara drastis. Di daerah, kegiatan ekonomi yang bertumpu pada agenda pemerintah turut melambat, yang pada akhirnya dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi regional.
 
Karena itu, efisiensi anggaran perlu dilakukan secara selektif dan berdasarkan prioritas pembangunan. Pemotongan tidak bisa dilakukan merata tanpa pertimbangan dampak sosial dan ekonomi. Selain itu, pemerintah perlu memastikan bahwa efisiensi ini diiringi dengan perbaikan tata kelola belanja negara, agar setiap rupiah yang dikeluarkan menghasilkan nilai tambah yang maksimal.
 
Alternatif Pembiayaan dan Reformasi Fiskal
 
Untuk menjaga ruang fiskal tetap terbuka, pemerintah berencana menjalin kerja sama pembiayaan dengan pihak lain, termasuk sektor swasta. Skema seperti Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dapat menjadi solusi alternatif dalam mendorong pembangunan infrastruktur dan sektor produktif tanpa membebani APBN secara langsung. Namun, pendekatan ini membutuhkan transparansi dan manajemen risiko yang kuat agar tidak menimbulkan kewajiban tersembunyi di masa depan.
 
Di sisi lain, langkah jangka menengah yang tidak kalah penting adalah memperkuat basis penerimaan negara. Reformasi perpajakan, digitalisasi sistem fiskal, serta penertiban belanja yang tidak produktif perlu menjadi agenda prioritas. Ketahanan fiskal tidak semata-mata ditentukan oleh penghematan, tetapi juga oleh keberhasilan meningkatkan pendapatan secara adil dan berkelanjutan.
 
Akhirnya, menjaga defisit tetap dalam batas aman adalah bagian dari tanggung jawab jangka panjang pemerintah terhadap stabilitas ekonomi. Program populis tetap dapat dijalankan, tetapi harus didasarkan pada kalkulasi fiskal yang matang dan strategi exit yang jelas. Kebijakan yang berpihak pada rakyat tidak harus mengorbankan kesehatan fiskal negara. Justru keberpihakan sejati terletak pada keberanian untuk mengelola anggaran secara berimbang, adil, dan berkelanjutan.
 
Penutup
 
Mengelola APBN dalam situasi yang penuh tekanan seperti saat ini menuntut keberanian mengambil keputusan yang tidak selalu populer. Pemerintah perlu menyeimbangkan antara dorongan politik untuk menjalankan program sosial yang masif dengan kewajiban menjaga stabilitas fiskal yang berkelanjutan. Keberhasilan menjaga defisit tetap dalam koridor aman tidak hanya akan mencerminkan disiplin fiskal, tetapi juga memperkuat kepercayaan investor, dunia usaha, dan masyarakat terhadap arah kebijakan ekonomi nasional.
 
Sebaliknya, jika program populis dijalankan tanpa perhitungan fiskal yang matang, dampaknya justru bisa kontraproduktif bagi perekonomian, terutama dalam jangka menengah. Oleh sebab itu, seluruh langkah kebijakan harus didasari pada transparansi, efektivitas, dan pengukuran dampak yang terukur. Kejelasan prioritas belanja, peningkatan kualitas penerimaan negara, serta kolaborasi cerdas dengan sektor swasta adalah jalan yang patut ditempuh.
 
Pemerintah memiliki ruang untuk berinovasi dalam pembiayaan, tetapi juga wajib menjaga akuntabilitas dan keberlanjutan. Di tengah godaan populisme fiskal, keputusan yang rasional dan berbasis data akan menjadi penentu arah perekonomian nasional. Seperti halnya rumah tangga yang bijak, negara pun tidak bisa membelanjakan lebih dari yang mampu ditanggungnya—tanpa mengorbankan masa depan generasi berikutnya.
 
*) Akademisi & Peneliti Pusat Kajian dan Analisis Ekonomi Nusantara
 
 

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB