KRjogja.com - KEKERASAN seksual pada anak merupakan pelanggaran berat terhadap hak anak dan berdampak jangka panjang terhadap kesehatan fisik maupun psikososial.
Ironisnya, kasus ini paling sering terjadi di lingkungan rumah—tempat yang seharusnya menjadi ruang aman bagi anak.
Apa Itu Kekerasan Seksual pada Anak?
Menurut World Health Organization (WHO), kekerasan seksual terhadap anak mencakup semua aktivitas seksual dengan anak yang dilakukan oleh orang dewasa atau anak lain yang lebih tua, dalam konteks kekuasaan, paksaan atau manipulasi.
Bentuknya mencakup pelecehan fisik, perkataan, eksploitasi, hingga pornografi anak (WHO, 2016).
Menurut laporan Global Report on Trafficking in Persons oleh UNODC (2021), sekitar 65% anak perempuan korban perdagangan manusia dieksploitasi secara seksual.
Di Indonesia, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa sekitar 45% kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan pada tahun 2022 merupakan kekerasan seksual (KPAI, 2022).
Fakta ini menegaskan bahwa kekerasan seksual pada anak adalah masalah serius yang terjadi di seluruh dunia dan membutuhkan respon sistemik.
Dampak Kekerasan Seksual pada Anak
Kekerasan seksual memicu gangguan psikologis berat.
Korban sering mengalami trauma, kecemasan, depresi, gangguan stres pascatrauma (PTSD), hingga penarikan sosial.
Penelitian oleh Sigurvinsdottir et al. (2017) menunjukkan bahwa remaja korban pelecehan seksual memiliki skor kemarahan dan depresi yang lebih tinggi secara signifikan dibanding yang tidak mengalami kekerasan.
Namun demikian, spiritualitas dan kehadiran dukungan sosial terbukti membantu meringankan dampak negatif tersebut.
Remaja korban kekerasan seksual yang memiliki hubungan spiritual dan jaringan sosial yang kuat menunjukkan tingkat gangguan psikologis yang lebih rendah (Sigurvinsdottir et al., 2017).