opini

Iran versus Israel: Sebuah Konflik Hegemoni

Minggu, 29 Juni 2025 | 12:50 WIB
Fokky Fuad Wasitaatmadja (Ist)

Krjogja.com - Konflik Iran versus Israel merupakan sebuah problem kompleks mulai rekonstruksi perebutan kekuatan politik, perimbangan kekuatan dan perluasan pengaruh masing-masing pihak, hingga konstruksi teologis. Konflik Iran versus Israel bukanlah hal yang baru, sejak kepemimpinan Shah Iran ditumbangkan oleh Revolusi Islam Khomeini tahun 1979.

Sejak berakhirnya Perang Dunia II Amerika Serikat menyadari pentingnya pasokan sumber energi sebagai keunggulan sebuah negara. Untuk itulah ia menyadari pentingnya membangun aliansi dengan Arab Saudi dan Iran sebagai negara penghasil minyak terbesar di dunia. Negara Israel kemudian didirikan pada tahun 1948 oleh pihak sekutu khususnya Inggeris dalam Deklarasi Balfour untuk menjadi pijakan bagi sekutu jika Arab Saudi dan Iran kelak tak lagi melanjutkan kerjasama. Penguasaan Timur Tengah sebagai ladang minyak, juga sebagai tumpuan penetrasi pengaruh hegemoni Amerika Serikat ke Benua Afrika yang juga ternyata menghasilkan sumber daya alam yang sangat berlimpah. Benua Afrika setidaknya memiliki 12% cadangan minyak dunia, 8% cadangan gas alam, 30% cadangan mineral, 40% cadangan emas dunia, 90% cadangan platinum (Al Jazeera, 2022).

Ketika Iran melepaskan diri dari persekutuan dengan Amerika dan Israel melalui Revolusi Islam yang dipimpin ayatollah Khomeini, maka segera Iran menyatakan perlawanan terhadap Amerika beserta sekutunya termasuk Israel. Iran kemudian memposisikan diri sebagai sebuah Republik Islam yang dengan cepat membangun aliansi baru dengan Rusia dan China (juga Korea Utara) guna mengimbangi kekuatan Amerika. Iran juga membangun proxy dengan mendukung gerakan perlawanan Hezbollah Lebanon pada tahun 1982 serta Suriah guna mengimbangi kekuatan hegemoni Amerika Serikat, Israel dan sekutunya di Timur Tengah.

Pendirian Negara Zionis Israel melalui proses pendudukan atas wilayah Palestina yang merdeka menjadi sebuah issue yang diangkat oleh Iran. Ia kemudian memberikan bantuan secara nyata kepada para pejuang Palestina yang juga didukung oleh Hezbollah Lebanon. Dalam keadaan ini Kerajaan sunni Arab Saudi juga memiliki kepentingan untuk mempertahankan pengaruhnya dalam dunia Islam yang mulai tersaingi dengan hadirnya Republik syi’ah Iran. Kerajaan sunni Saudi dengan dukungan Amerika Serikat kini berhadapan dengan pengaruh Iran yang republik dan juga syi’ah serta mendapat dukungan kekuatan Rusia, China dan Korea Utara. Tentunya Rusia dan China juga memiliki kepentingan atas sumber daya Benua Afrika yang memiliki sumber daya alam berlimpah.

Bagi Palestina dukungan Iran terhadap perjuangan yang dijalankan ini menjadi sangat nyata ketika banyak negara Islam begitu abai atas penderitaan yang dialaminya sejak 1948. Iran beserta sekutunya menjadi negara-negara yang aktif memberikan bantuan kepada Palestina. Menariknya perlawanan Iran atas Israel kemudian dituduh sebagai permainan semata, sebuah sikap taqiyyah khas Iran, karena dalam sejarah keduanya memiliki hubungan persahabatan yang erat. Perlu diperhatikan bahwa persahabatan tersebut jika ditelusuri secara historis sesungguhnya telah berakhir dengan kejatuhan shah Iran di tahun 1979.

Tewasnya beberapa Jenderal Iran seperti Mohammad Bagheri, Hossein Salami, Gholam Ali Rashid, Hassan Mohaqeq, Amir Ali Hajizadeh (total sebanyak 13 Jenderal Iran tewas), juga ahli nuklir Iran seperti: Fereeydoon Abbasi, Saed Borji, Ahmadreza Daryani, Mohammad Merdi Tehranchi (total sebanyak 7 ahli nuklir Iran tewas) dalam serangan Israel di wilayah Iran pada bulan Juni 2025 menjadi sangat naif jika konflik Iran versus Israel dinyatakan hanya sebuah permainan kedustaan semata atau taqiyyah yang dilakukan oleh Iran dan Israel.

Penutup
Konflik Iran versus Israel juga hubungan antara setiap pihak yang bertikai di Timur-Tengah tidak semata dibangun atas konstruksi berfikir teologi juga ideologi, tetapi terdapat realitas hegemoni dalam relasi geopolitik dan perebutan penguasaan atas sumber daya yang ada di timur-tengah dan Afrika. Terlepas dari kepentingan atas akses sumber daya, Indonesia tetap harus berpijak pada realitas penderitaan rakyat Palestina atas terjadinya pendudukan Israel yang tidak manusiawi.

Oleh:
Fokky Fuad Wasitaatmadja
Universitas Al Azhar Indonesia

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB